2.6

32.5K 8.8K 2.5K
                                    

Dua jam berlalu.

Kai setia menunggu Taehyun yang sedang menjalankan operasi. Hal itu disarankan oleh dokter, dan dia menyetujuinya. Urusan biaya, itu belakangan.

Dia menghela nafas lalu memandangi sekitarnya yang sepi. Tidak ada yang berlalu lalang, dia sendirian. Yoongi tidak kembali, entah kemana dia.

Kai sempat berpikir kalau Yoongi adalah komplotannya Beomgyu. Tapi mana mungkin, buat apa Yoongi bersusah payah membawanya ke rumah sakit ini.

Semakin lama dipikir, semakin tidak masuk akal. Mulai dari awal mula dia dan teman-temannya diteror dan Yeonjun hampir bunuh diri, bertemu dengan hantu, disuruh bermain, gila sih.

Ceklek!

Kai dengan sigap berdiri ketika pintu ruang operasi terbuka. Dari dalam, seorang dokter keluar lalu menutup pintunya.

"Dokter, bagaimana keadaan teman saya?"

Dokter tersebut membuka maskernya sambil tersenyum. "Teman kamu baik-baik saja, dia hanya perlu istirahat dan dirawat beberapa hari di rumah sakit ini."

Kai mengusap dadanya lega. "Syukurlah."

Dokter itu tersenyum, lalu menepuk pundak Kai. "Teman kamu tidak menyerah. Tapi kami memohon maaf sebesar-besarnya, teman kamu harus kehilangan satu kakinya."

Dokter tersebut mengulum bibirnya sambil menepuk-nepuk pundak Kai, bermaksud untuk menguatkan.

"Gak apa-apa, dok. Seenggaknya teman saya selamat, saya bersyukur saya masih bisa melihat teman saya lagi," kata Kai balas tersenyum.

Dokter itu pun ikut tersenyum hingga kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit, menambah kadar ketampanannya.

"Urusan biaya kamu tenang aja, sudah ada yang melunasinya."

"Eh? Serius dok? Siapa?"

"Namanya Min Yoongi, si pria dingin dan berkulit putih itu. Tadi dia mengancam saya, katanya kalau teman kamu nggak selamat, saya bakal dipenjara," celetuk dokter tersebut.

Ohh, jadi ini urusan penting yang dimaksud Yoongi tadi. Dia baik hati sekali, tidak salah Kai percaya padanya.

"Dia bilang, kamu dan teman kamu jangan pantang menyerah, ya. Hidup kalian masih panjang," ucap dokter tersebut final sambil merapihkan jasnya.

"Terima kasih banyak, dok." Kai membungkukkan badan 90° selama sesaat lalu berdiri tegak dengan senyum cerah yang terukir di wajahnya.

"Sekali lagi, terima kasih banyak, Dokter Seokjin."












































































Drap drap drap



Suara langkah kaki disertai suara decitan roda bangsal saling bersahutan, membuat suara bising di ujung lorong.

Perhatian keduanya sontak berpusat ke arah beberapa perawat yang mendorong sebuah bangsal dan seorang dokter yang mengikuti mereka di belakangnya.

Selain itu, ada seorang pria tua yang juga berlari mengikuti mereka dengan wajah khawatirnya.

"Dengar-dengar sih, ada yang menemukan seorang pria di pinggir sungai," kata Dokter Seokjin tiba-tiba.

Kai tidak menjawab. Matanya menyipit untuk melihat siapa yang dibawa oleh perawat-perawat tersebut.

"Dok, kok perasaan saya nyuruh saya untuk kesana, ya."

"Kamu mau liat? Tunggu aja, nanti juga lewat."

Kai mengangguk singkat.

Benar saja, mereka membawa bangsal tersebut ke arah mereka. Mereka semua tergesa-gesa menuju ruang UGD.

Begitu mereka lewat di depan mereka berdua, Kai yang awalnya hendak cuek langsung terkejut.

Badannya basah kuyup, luka dimana-mana, wajahnya tertutupi oleh darah yang berasal dari pelipisnya, dan orang yang dibawa oleh mereka tidak sadarkan diri.

Rambutnya berwarna biru.
















Eh tunggu sebentar, pria berambut biru itu kan...

"Kak Yeonjun!"

The Phone | TXT ✓Where stories live. Discover now