Tidak Setiap yang Pergi Perlu Dikejar

520 38 8
                                    

Mengenalmu mumbuatku jadi merasa tidak pernah terlalu banyak menulis. Seperti selalu ada kata untukmu walau tidak dengan satu kata pun aku bisa melukiskan wajahmu. Bagiku, kau dan apa pun yang kau punya sangatlah mustahil untuk kugambarkan, sebaik apa pun kata-kata kutulis.

Seperti tak ada yang mampu menyamai kesegalaanmu.

Sera, aku masih bisa merasa senang mengingat suatu hari kau pernah dengan sengaja menerimaku apa adanya, terlepas dari kurang-kurangku yang tidak ingin orang lain lihat. Kadang, aku masih tidak percaya bahwa setelahnya aku menjadi kekasihmu. Hari itu, aku ingin mengaku beruntung. Karena mendapatkanmu itu seperti mendapat hadiah besar. Yang tidak bisa didapatkan oleh orang sembarangan. Kadang juga aku iseng berpikir bahwa hari itu adalah hari keberuntunganmu juga karena telah berhasil memikatku. Sebab dari beberapa yang meminta, cuma kau yang akhirnya kutanyai isi hatinya.

Aku tidak sempat bertanya kenapa yang kumau itu kau. Sebab kecantikanmu itu sama sekali tidak untuk dipertanyakan. Termasuk aku yang matanya tidak bisa berpaling ketika melihatmu berjalan di hadapan.

Sekali-sekali aku ingin berterima kasih kepada diriku sendiri karena sering bolos pelajaran dan malah nongkrong di kantin sekolah. Jika bisa aku pun ingin mencium kening sosok yang mengatur tata letak kantin, toilet dan kelasmu menjadi berdekatan. Jika bukan karena aku yang sering bolos dan posisi toilet dan letak kelasmu yang dekat dengan kantin, pastilah aku tidak bisa sering-sering melihatmu lewat.

Banyak hari di mana aku sengaja tidak masuk pelajaran karena kupikir membosankan. Lebih benar bila aku nongkrong di kantin, sekadar untuk menghabiskan uang saku mingguan, pikirku. Yang tanpa kuketahui bahwa di jam-jam tertentu kau sering sengaja pergi ke toilet dan melaluiku. Atau bila diingat kembali, mungkin hari-hari yang seperti itu adalah kau yang sedang sial-sialnya, sebab akhirnya kau kutemukan.

Aku selayaknya lelaki yang sedang tumbuh-tumbuhnya tidak bisa begitu saja membiarkan mangsa berlalu begitu saja, dong! Ahaha...
Sampai suatu hari karena banyak melihatmu aku jadi tertarik untuk mencari lebih, aku menanyai Yudis, teman sekelasku yang dulu katanya teman SD-mu, "Yud, siapa namanya, cewek itu?"

***

Jadi jika sedang sendiri begini aku sering pergi jalan-jalan ke hari-hari lalu. Ke hari di mana aku dan kau pernah sama-sama saling menemukan. Aku bahkan masih tidak sengaja bertanya apa kau yang telah dengannya kini masih melakukan hal yang sama? Mengingat kita yang dulu. Walau mungkin jika kau telah menjadi kekasih orang kini adalah salah bila masih mengingat-ingat kenangan yang isinya aku. Namun seringkali aku tidak sengaja bertanya-tanya, pertanyaan seperti itu selalu tiba-tiba datangnya. Menerobos masuk kepalaku sendiri, menjadi suatu percakapan yang ingin kutemukan sendiri jawabannya.

Jatuh cinta itu selalu tanpa menuntut, Sera. Seperti pertanyaan-pertanyaan yang bahkan tidak pernah sampai ke telingamu. Sebab tidak adil bila kau telah dengannya, tetapi masih harus menjawab apa yang sebenarnya sudah tidak perlu kau jawab lagi.
Karena terkadang, pertanyaan yang menemukan jawabannya hanya akan mendatangkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Aku tidak pernah berharap kau akan mengerti ini seandainya suatu hari kau bertanya kenapa aku tidak pernah lagi mengejarmu. Karena tidak setiap yang pergi perlu dikejar, sekalipun kau yang meminta. Kau boleh sengaja angkat hati dari tempat yang sudah tidak lagi menenangkanmu. Seperti halnya kau memilih pergi dariku.

Tidak salah bila dari tempat yang salah kau memutuskan menyerah. Yang salah itu ketika kau cuma mau lebih. Sebab berpikir layak mendapatkan lebih ketika masih berkekurangan itu adalah kekeliruan. Terkadang jika menuntut yang lebih, kau hanya akan menemukan yang semakin kurang. Yang tidak sebaik apa yang telah kau tinggalkan. Banyak penyesalan datang dari perasaan yang mau lebih. Sesaat berpikir bahwa sosok yang baru itu memiliki segalanya. Tanpa kau lihat yang sebenarnya lebih adalah ketika hatimu mampu menerima dirimu sendiri sebagai makhluk yang berkekurangan. Sebab bila kau sadar, kau cenderung setia.

Ini tidak seperti aku yang sedang menceritakan keburukanmu. Aku hanya sedang bercerita dengan diriku sendiri. Sebab hidupmu adalah hidupmu. Sehebat-hebatnya aku, tetap tidak bisa melalui batas. Kau selalu boleh melakukan apa saja, termasuk melukai. Hanya jangan karena aku pernah melukaimu kau jadi merasa benar melukai orang lain. Sebab melukai orang lain itu seperti mengotori hatimu sendiri. Kau tidak pantas bila berhenti menjadi cantik. Sebagaimana yang kupercaya bahwa kecantikanmu itu menyeluruh; tidak hanya wajah, tetapi juga hati.

Seperti halnya aku yang walau ingin menyalahkan keadaan tetapi sampai detik ini mampu mencinta tanpa mencaci. Telah pantas aku dihukum dengan ditinggalkan atas apa yang telah kulakukan. Aku bahkan tidak merasa wajar bila harus selalu menyalahkanmu. Sekalipun jujur, sekali saja aku ingin merasa benar bahwa tidak sepantasnya kau pergi hanya karena aku yang salah. Namun, apa itu terlalu egois, Sera? Apa yang salah memang selalu harus ditinggalkan? Apa yang salah memang selalu pantas digantikan?

Aku di beberapa waktu yang lupa diri, kadang merasa masih layak untuk dimaafkan. Bahkan sempat berpikir bahwa tidak seharusnya kau meninggalkanku hanya karena aku melakukan kesalahan. Kau seperti memanfaatkan kesempatan untuk mampu menerima sosok yang baru. Sosok yang matamu lihat lebih memiliki apa yang kau mau.

Tetapi, tetap saja tidak bisa. Aku tidak bisa menyalahkanmu. Melainkan hanya mampu menyalahkan diri sendiri.

Sera, aku tidak lagi ingin bertanya harus seluka apa aku agar dimaafkanmu. Sekalipun melihatmu dengannya itu mengikis hati. Setelah 3 tahun dengannya atau kau yang lebih tahu tepatnya berapa lama, aku masih tidak mengharapkanmu menyesal telah meninggalkanku. Kau selalu pantas tersenyum. Cantikmu adalah kewajaran bagi setiap orang bila membahagiakanmu. Sekalipun masih ada perasaan bahwa seharusnya aku yang menjadi alasan dari setiap kali hatimu tersenyum.

Sedikit saja di dalamku seperti masih ada cahaya yang sesekali membuatku merasa wajar bila menginginkan diri untuk ada di sana. Di sampingmu. Menjadi alasan dari setiap senyummu. Menjadi penyebab dari bahagianya hari-hari yang kau miliki. Menjadi sosok yang tidak pernah melakukan kesalahan. Menjadi yang tidak pernah kau tinggalkan. Menjadi yang tetap satu-satunya dan tidak pernah tergantikan.

Aku tidak ingin bertanya apakah perasaan ini wajar ada atau tidak. Mungkin tidak setiap hal mesti diambil pusing. Aku ingin percaya bahwa terkadang baik bila sesuatu hanya dibiarkan begitu saja. Tanpa perlu dilawan, tanpa perlu dibesar-besarkan dan dilebih-lebihkan, tanpa perlu banyak dipertanyakan. Seperti apa yang kuyakini, perasaan yang menemukan jawabannya hanya akan membawaku pada perasaan lainnya. Yang akan sedih bila pada akhirnya membuatku berani lupa dan merasa benar bila merebutmu kembali.

___________

Alhamdulillah, maafkan teman-teman untuk waktu yang lama ini. Mungkin ada beberapa yang masih menunggu lanjutan ceritanya atau bahkan ada yang sudah menyerah. Tetapi seperti yang pernah kubilang, cerita ini insyaAllah akan tetap kulanjutkan. Mohon maaf karena telah membuatmu menunggu lama. Senang bila cerita ini masih mau dibaca

Bacalah, berkenanlah :)

Langit Yang Jauh Untuk Kecoa Yang TerbalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang