21. Obrolan

449 73 2
                                    

Yujin terus menggenggam tangan Minju. Matanya tak lepas menatap wajah pucat perempuan itu. Entah sudah berapa kali Yujin mengehela nafas panjang. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan sampai sekarang, Minju belum juga sadar.

Dimana Hyewon? Ia pergi mengantar Yuri. Kasian kalau Yuri ikut menunggu. Mungkin pulang nanti, Hyewon akan langsung ke ruang rawat Wonyoung. Tiba-tiba Eunseo menyuruhnya untuk menemani Wonyoung. Masalah Minju ia tak khawatir, karena ada Yujin sekarang.

Tidak perduli? Bukan, bukan maksud Hyewon tidak perduli dengan Minju. Hanya saja situasinya seperti ini. Kalian pikir, Hyewon juga tidak tersiksa karena sangat merasa bersalah? Sudah membuat dua orang sekaligus celaka karena kebodohannya yang luar biasa itu.

Kembali lagi ke Yujin. Ia sudah meletakkan kepalanya di samping tangan Minju dan mulai menutup mata. Sungguh, ia tak tahan lagi untuk tidak segera tidur. Akan lebih nikmat lagi jika ia tidur dikasur king size nya. Tapi demi Minju, tidur seperti ini pun tidak masalah. Hanya untuk Minju saja Yujin mau melakukan semua ini.

Namun, tak lama setelah ia tertidur. Ponselnya tiba-tiba berdering, membuat Yujin terlonjak kaget. Taulah seperti apa kagetnya saat baru tidur, tiba-tiba ada gangguan. Apalagi kalau sengaja dikejutkan oleh orang lain. Rasanya ingin menghujat orang itu habis-habisan bukan? Itulah yang Yujin rasakan saat ini.

"Aish!" Yujin merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Begitu dapat, ia langsung menggeser call hijau tanpa melihat siapa yang menelponnya terlebih dulu.

"Polisi sudah menemukan markas mereka. Pimpinan mereka sengaja membuat markas di luar Kota. Aku sudah memberitahu Hyewon, kalau besok kita mulai penggeledahan bersama beberapa polisi."

"Apa maksudmu?"

"Ini akhir dari semuanya, Yujin. Masalah ini akan cepat selesai jika kita juga bergerak cepat."

Yujin mengernyitkan kening masih tak mengerti. "Tunggu, maksudmu Chaeyeon-"

"Iya! Sudah ku katakan Chaeyeon memang dalang dibalik semua ini!!"

"Tapi-"

"Jangan kekanakan, Anh Yujin!! Lebih baik persiapkan dirimu untuk besok!"

Pip!

Yujin mengerang frustasi begitu teleponnya dimatikan oleh Yena. Yang benar saja! Ini terlalu mendadak.

Yujin beranjak dari kursinya, berniat keluar untuk mencari udara segar. Dan, kebetulan juga Hyewon keluar dari ruangan Wonyoung. Mereka saling tatap satu sama lain sebelum saling menyapa.

Fyi, ruangan Minju dan Wonyoung berhadap-hadapan. Jadi, Yujin dan Hyewon pun berhadap-hadapan saat ini.

"Belum sadar juga?" tanya mereka bersamaan. Sedikit canggung memang, tapi jiwa lelaki mereka berhasil menutupinya.

"Belum!" jawab Yujin dan Hyewon kembali bersamaan.

Hyewon tertawa pelan melihat sinkronisasi mereka. Setelahnya ia berjalan menghampiri Yujin. "Mau cari udara segar, kan? Sekalian membicarakannya." Hyewon menepuk pundak Yujin sebelum ia berjalan terlebih dulu.

"Apa harus besok?" Yujin sedikit berlari untuk menyamakan langkahnya dengan Hyewon.

"Setahuku Yena menyuruh kita berangkat besok. Tidak ada alasan apapun."

Mereka masuk ke dalam lift, yang mana Hyewon langsung menekan angka 14 di sana. Tujuan mereka adalah rooftop. Bukan niat untuk ikut-ikut seperti yang ada di drama ataupun flim. Rooftop memang tempat paling pas untuk mereka yang butuh ketenangan saat ini.

"Yujin," panggil Hyewon tanpa menatap Yujin sedikit pun. "Kau siap menerima resikonya? Ini benar-benar berbahaya." Ucapnya kemudian.

Sedangkan Yujin membuang nafas panjang sebelum menjawab Hyewon. Ia memasukan kedua tangan ke dalam saku celana, kemudian berjalan keluar begitu pintu lift sudah terbuka. Kali ini Yujin yang memimpin jalan.

"Itu, ya?"

Yujin duduk dibangku yang memang disediakan oleh pihak rumah sakit. Disusul Hyewon yang langsung menutup kedua matanya dengan kepala mendongak ke atas.

"Aku, Sakura, dan Yena dulu teman dekat. Kami sudah seperti keluarga. Saling menyemangati dan menegur jika salah satu dari kami melakukan kesalahan. Kenangan terakhir yang kami buat, saat kakakmu mabuk dan berubah jadi orang gila. Itu benar-benar menyenangkan sekaligus penghibur untuk kami."

Yujin tersenyum tipis. Nyatanya, Yujin memang tahu bahwa Hyewon, Yena, dan Sakura dulunya teman dekat. Terkadang Yujin merasa iri dengan Hyewon dan Yena yang selalu bisa bersama Sakura. Lain dengannya yang mungkin dapat dihitung jari berapa kali ia pergi bersama kakaknya.

"Kau ingat pertama kali aku melihatmu berdiri di depan rumah Minju?" Hyewon menatap Yujin sekilas, kemudian memfokuskan pandangannya ke depan.

"Ku pikir, kau adalah Sakura. Wajah kalian mirip."

"Ck, bukankah kau dan Minju juga terlihat mirip?" sahut Yujin diakhiri tawa yang cukup keras. Ia mamang berniat melucu. Yujin rasa, suasana saat ini masih terlihat canggung.

"Kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi."

"Yang mana?"

Hyewon menghela nafas kasar. Dengan terpaksa, ia pun mengulang pertanyaannya tadi. "Kau siap menerima resikonya besok? Ini sangat berbahaya."

Yujin diam untuk beberapa saat. Dibilang siap, ya... iya. Dibilang tidak siap juga... iya. Siapnya karena Yujin ingin sekali menemukan siapa yang membunuh kakaknya. Tidak siapnya karena Yujin takut tidak bisa lagi melihat Minju. Iya, Yujin tahu apa yang dimaksud Hyewon dengan kata-kata 'sangat berbahaya' itu.

"Siap atau tidak, aku sama saja harus ikut dengan kalian. Ini menyangkut kakakku. Aku ingin menemukan pembunuh kakakku yang sebenarnya."

Mendengar itu Hyewon tersenyum lebar. Ia mengangguk berulang kali, merasa bangga dengan ucapan Yujin barusan.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Aku juga takut tidak bisa melihatnya lagi setelah besok. Yah, setidaknya malam ini kita menemani mereka dan menitipkan sesuatu pada seseorang untuk diberikan kepada mereka saat sadar nanti."

"Apa yang perlu kuberikan? Aku tidak punya apa-apa."

"Kita buat janji untuk bertemu. Sekaligus memberi mereka tanda, jika kita selamat atau tidak." Timpal Hyewon dengan senyum paksanya.

"Ide bagus. Terimakasih sarannya."

Obrolan mereka berakhir sedetik kemudian. Karena mereka fokus dengan pikiran masing-masing. Hyewon mungkin memikirkan Wonyoung, begitu pula dengan Yujin yang memikirkan Minju.

Apa malam ini jadi malam menggalau untuk Hyewon dan Yujin? Entahlah, keduanya sama-sama diam sambil menatap langit yang dipenuhi dengan bintang.

"Aku mencintaimu, Jang Wonyoung."

"Aku juga mencintaimu, Kang Minju."


















Bersambung...
Tang ting tang eekkk~~
Tang ting tang eekkk~~

Hayo, jangn lupa votenya
Kalau votenya banyak, author semangat updet ni cerita:')
Btw, ada yang nunggu cerita baru?

Hidden [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang