10. Hamil

618 23 1
                                    


Suamiku tergesa-gesa mengobrak-abrik lemari pakaian. Sampai tiap hembusan nafasnya dapat kudengar. Jelas sekali dia panik bak ke sambar geledek di siang bolong, yang seharusnya berangkat jam 8, tapi sekarang jam 9 masih di rumah.

Nampak jelas raut cemas di wajahnya, "Yang, bisa dimarahin atasan nih!" katanya sembari mondar-mandir mencari dasi, padahal aku yang taruh, tapi lupa, hehe.

"Kamu sih jadi bawahan, coba kalau atasan, pasti kamu yang marahin, bukan dimarahin!" cetusku.

"Ah, kamu nih, bukannya bersyukur masih ke terima kerja di perusahaan Bang Jono!" balasnya balik sewot.

"Iya, iya. Aku bersyukur banget kok, Mas. Sudah gak usah nyari dasi, nanti tambah mengulur waktu."

Dia menghela nafasnya berat. "Ya sudahlah. Ojek onlinenya udah kamu pesan?" katanya.

"Iya, Mas. Udah kok, paling bentar lagi nyampe. Eh, itu udah dateng ...." kataku sambil menunjuk ke luar pintu.

"Iya deh, aku berangkat ya sayang ... jaga diri baik-baik. Dan jangan lupa kasih si Idoh makan." Masih sempat-sempatnya ya ingat si Idoh, kocheng oyen super bar-bar, suka kabur sambil gandol ikan asin.

Setelah pamitan, si Mas berangkat dengan ojek online. Enak ya sekarang, apa-apa serba onlen. Ada yang jualan onlen, pacaran onlen, mungkin bakalan ada nikah onlen, anaknya juga onlen dong, wkwk.

Melihat rumah yang berantakan bak kapal pecah ini, tanganku mengepal geram. Punya suami serasa punya bocah yang lagi kelenger-kelengernya. Barang-barang berantakan dimana-mana, sampai-sampai bra-ku ikut berserakan di lantai. Benar-benar nih si Mas, nyari kemeja aja sampai seisi lemari diaut-aut semua.

"Uwekk ...." Eh, kok jadi mual gini ya?

"Uweek ...." Aku membekap mulutku lalu berlari ke kamar mandi. Apa iya efek pusing liat rumah berantakan, atau mungkin karena jalan kaki tadi? Mana mungkin!

***

"Sayang kamu kenapa?" tanya suamiku ketika pulang kerja.

"Gak apa-apa Mas, aku cuma gak enak badan aja," jawabku lirih. Memang sedari siang aku hanya meringkuk di kasur, gak kuat pusing dan mual.

"Kamu sakit?" Dia meletakan tangannya di dahiku. Terlihat jelas raut khawatirnya.

"He'em. Dari siang pusing dan mual-mual terus."

"Ya udah besok kita ke dokter ya sayang. Nanti aku ambil cuti," katanya. Uh, perhatiannya Masku.

Aku pun mengangguk mengiyakan.

Besoknya, kami ke rumah sakit terdekat untuk berobat. Padahal ini cuma sakit biasa, tapi si Mas kelewat perhatian sampai mengantar aku ke RS. Untung bukan RS Jiwa, haha.

Setelah diperiksa oleh Dokter Yuni, ia memanggil suamiku untuk ikut masuk. Aku mulai dag-dig-dug tak karuan, takutnya sakitku tak biasa.

"Mas, selamat ya, istrimu hamil!"

Deg! Jantungku kelojotan bak ke sengat listrik. Apa iya? Suamiku ternganga tak percaya. Akhirnya hadiah yang ditunggu-tunggu terkabul juga. Setelah lama menikah akhirnya aku dikaruniai buah hati. Alhamdulillah.

"Sayaang ...!" pekiknya dan langsung mengangkatku lalu dibawa berputar. "Alhamdulillah, Ya Allah ...." Aku dan Bu dokter sampai menangis haru.

Sempat tertawa kecil membayangkan betapa nyebelinnya anak dari si Mas nanti, huhu.

Suami Nyebelin (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang