11. Baper

532 16 0
                                    


"Yang, kamu jangan banyak kerja ya. Pokoknya jangan sampai kecapean, kasihan calon bayi kita. Kalau kamu mau apa-apa hubungi ibu aja. Soal kerjaan rumah nanti aku beresin kalau pulang kerja. Kamu cukup istirahat aja di kamar, jangan ke mana-mana dan jangan makan sembarangan, dan satu la--"

"Mas, sejak kapan kamu jadi bawel gini? Sudah pensiun dari sikap nyebelin ya? Haha ...," kataku lalu tertawa kecil.

"Sejak kamu berbadan dua. Nyebelinnya diusir dulu, sekarang harus ekstra perhatian buat kamu dan calon anak pertama kita, muach ...," katanya dan berakhir menempelkan bibir di keningku. Aku berpikir, enak juga jadi ibu hamil, hehe.

"Iya, Mas. Makasih ya. Udah sana kamu berangkat, nanti telat lagi."

Dia kembali mengecup puncak kepalaku untuk kedua kalinya. "Ya udah aku berangkat ya sayang ... jaga diri baik-baik. Oh ya, kamu mau dibawa in apa kalau aku pulang?" tanyanya.

"Aku mau yang asem-asem pokoknya," ucapku bersemangat.

"Itu ada 'ee-nya si Idoh, pfft ...," katanya sambil menahan tawa.

Aku cemberut seraya memalingkan wajah ke arah lain. "Ketekmu lebih asem, Mas!" cetusku kesal.

"Tahu aja kamu, haha. Ya udah, ya udah, nanti pulang aku bawa in mangga muda plus jeruk yang masih kecut-kecutnya, kayak kamu kalau lagi cemberut," katanya sambil menjulurkan lidah.

"Ihh, Mas! Udah ah sana ... kirain nyebelinnya benaran hilang." Aku tambah memonyongkan bibir kayak bebek.

Suamiku itu malah mencubit-cubit pipiku gemas,"Uhh ... kecayanganku ngambek ... Uyuhhh tayaang, makin kyut deh ...," katanya dengan suara khas anak kecil sambil terus memainkan pipiku.

Aku pun tak tahan tertawa dan akhirnya memeluk tubuh kokohnya. Aku mendengar degup jantungnya, itu membuatku kembali jatuh cinta seperti masa es-em-a.

"Aku sayang kamu, Mas. Meskipun nyebelin kamu kebangetan," bisikku tepat dekat telinganya.

Dia tersenyum, "Aku juga sayang banget banget banget sama kamu. Meskipun manja kamu kebangetan, hehe."

"Udah ya, aku berangkat. Bye sayang, assalamualaikum ...." Dia mencium perutku meski belum terlihat buncit, setelahnya ia melenggang pergi menuju motornya.

"Hati-hati, Mas. Waalaikumsalam ...."

Melihat keadaan rumah yang masih kacau, aku bergegas membereskan semuanya, mulai dari mencuci sampai memasak. Meskipun si Mas bilang gak perlu dikerjakan, tapi tetap saja tangan ini gatal kalau lihat rumah berantakan. Toh, lagi pula aku bukan hamil tua, jadi masih bisa beraktivitas seperti biasa.

Sampai tiba si Mas pulang, yaitu jam 8 malam, dia kaget melihat seisi ruangan yang rapi. "Yang, kamu beres-beres? Aku kan sudah bilang semua pekerjaan rumah biar aku yang atur. Lagi pula aku bisa kok kerja in semuanya setelah pulang kerja, kamu gak perlu cape-cape lagi. Aku gak mau loh ya, kalau calon bayi kita ngos-ngosan di dalem sana."

"Udah Mas ngomongnya?" tanyaku setelah mulut dia berhenti. Macam jalan tol saja tanpa hambatan, nyerocos aja kayak emak-emak kost-an.

"Huft ... capek juga, hehe," katanya sambil membuang nafas lalu terkekeh.

"Nah, baru ngomong aja udah cape, gimana kalau kerja," balasku.

"Iya juga ya. Udah kamu istirahat deh, aku ambilin makanan nanti aku suapin. Oh ya, ini mangga muda sama jeruknya, mau dikupas juga?" katanya.

"Itu buat besok aja deh, sekarang aku laper, hehe."

Tak lama si Mas pun kembali dari dapur dan membawa nampan lengkap dengan air minumnya.

"Ayo makan dulu, buka mulutnya, aaaaaaa ... nyam-nyam-nyam." Sesuap nasi pun sukses masuk ke mulutku.

"Aku bukan anak kecil loh, Mas," ucapku geli.

"Gak apa-apa, di perutmu 'kan ada calon anak kecil, haha," balasnya lalu tertawa.

Dia kembali menyodorkan sesendok nasi, "Pesawat datang ... aaaaaaa ... nyam-nyam-nyam-nyam ...."

Suami Nyebelin (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang