16. MISTERI PUISI

158 34 5
                                    

Artikel yang ditunjukkan Risma bukanlah puisi yang sama dengan yang Monita temukan di mading tempo hari. Kali ini isinya lebih panjang sebait dan ditulis dengan bahasa Indonesia. Uniknya, setiap baris diawali dengan huruf K, dan yang paling mengejutkan, penulis tidak segan-segan mengalamatkan puisi itu. Di akhir tertulis "untuk K.Y." diikuti simbol ikan yang sama dengan yang sebelumnya. Dari bentuk tulisan tangan, jenis kertas, dan warna tintanya, Monita yakin kedua puisi itu ditulis oleh orang yang sama.

"Jelas ini memang buat lo, siapa lagi di Raya Jaya yang punya inisial K.Y. selain Kanaria Yasmin? Ikannya juga ciri khas lo banget," kata Priska setelah membandingkan puisi dalam artikel dengan foto puisi di ponsel Monita, yang diambil Jumat lalu.

Monita sesekali melirik Kana. Temannya itu sedari tadi tak henti menghela napas panjang dan memijit-mijit pelipis seperti sedang terserang migrain akut. Semoga bukan karena dia melanggar janji seenaknya. Waktu Monita menunjukkan puisi pertama, Kana meminta masalah itu tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi saat itu mereka belum punya banyak petunjuk. Karena itu, Monita berjanji tidak akan mengungkit bahkan menunjukkan puisi itu pada Delia dan Priska. Namun, karena situasinya sudah besar sendiri, Monita tidak tahan untuk tidak memperlihatkannya.

Risma ikut menimpali, "Gimana, Na? Ada kepikiran nggak siapa kira-kira yang nulis?"

Kana hanya menanggapi dengan mengangkat kedua bahu.

"Mungkin Kak Felix, kali ya?" tebak Priska.

"Yeah, gue juga tadinya mikir gitu. Walaupun agak ... aneh ...," komentar Delia.

"Aneh kenapa?"

"Selama ini Kak Felix terang-terangan deketin Kana. Ngapain coba tiba-tiba sok misterius gitu?"

"Masuk akal." Risma mengangguk setuju. Seketika Delia menaikkan kedua alis dan tiba-tiba saja sorot matanya jadi agak lebih bersahabat dari yang lalu-lalu.

"Udahlah, nggak usah dianggap serius." Kana melambaikan tangan, masih berusaha menampik. Hanya saja, inisial yang ditambahkan si penulis membuatnya kehabisan opsi untuk cari-cari alasan. Monita bahkan bisa melihat jelas keresahan Kana. Biasanya, menyeruput kuah mi instan hangat-hangat adalah bagian yang paling Kana nikmati, tetapi sekarang dia malah mengabaikan cup mi instan di hadapannya.

"Oke deh," Risma beranjak dari kursinya, "kita cuma mau nyampein itu aja. Jadi lo bisa siap-siap kalau-kalau nanti ada orang yang ngelirik kepo." Setelah itu, dia mengajak Fara kembali ke kelas. Sepertinya rumor tentang Monita-Dirga agak membuatnya jera terlibat lebih jauh.

Sebelum melangkah pergi, Fara sempat berucap, "Diambil sisi positifnya aja. Berarti selama ini Kana punya secret admirer. Sweet banget nggak sih ...."

Kana dan lainnya hanya dapat saling lirik, saling lempar tanggung jawab untuk memberi tanggapan yang layak, sampai akhirnya Risma tertawa hambar, "Sorry, dia keseringan baca novel," kemudian menarik Fara menjauh.

Sepeninggalan mereka berdua, Priska lantas memberi usul, "Kayaknya lo harus tanya ke Kak Felix, deh."

Delia dengan cepat menentang, "No, no, no. Bisa-bisa Kana dikira kepedean. Kita harus make sure dulu, benar nggak yang nulis puisi itu Kak Felix."

"Caranya?"

Delia sempat mempertimbangkan sesuatu sebelum menyampaikan idenya. "I think ... kita bisa korek informasi dari si penulis artikel. Mungkin aja dia bisa kasih hints."

"Kalau artikel mah palingan kerjaan anak jurnalistik."

Tebakan Priska sama sekali tidak keliru. Sebenarnya artikel sejenis itu bukan hal baru. Hampir tiap bulan anak jurnalistik memposting informasi non-akademis di website untuk menunjukkan ragam sisi menyenangkan Raya Jaya. Namun, kali ini seperti ada yang menjanggal.

Kacamata MonitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang