②. ⓗⓔⓡ

5.8K 436 519
                                    

🕑

"Be mine. Don't her."

🥀


Kuroo Tetsuroo mengerjap mata, beradaptasi dengan cahaya yang masuk melalui korneanya. Jam beker yang berdering dimatikan dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain menyibakkan selimut dari tubuh. Sebelah ranjangnya mendingin. Teman tidurnya telah bangun lebih dulu.

Indra pendengarnya menajam, menangkap suara percikan air dari lantai pertama rumah. Sebelum beranjak, ia menyadari kalau bahwa tak ada pakaian apapun di tubuhnya.

Segera ia ambil piyama berbentuk kimono tergantung di dalam almari, mengenakannya dan menuju sumber suara percikan air tadi. Sebenarnya ia sudah tahu apa yang ada di sana, ini hanya sebagian dari kebiasaannya untuk kembali memastikan apa yang didengar atau dilihat, tanpa bergantung pada spekulasi.

Terlihat di sana wanita yang mengasah beberapa alat memasak. Celemek biru muda favoritnya menggantung dan membentuk indah lekukan tubuh.

Tetsuroo menatap dari jauh, itu cukup untuk memenuhi rasa penasarannya. Tak ada alasan baginya untuk mendekat, apalagi memberikan pelukan pagi seperti yang pasangan lain lakukan. Tak ada keharusan untuknya.

Lelaki itu menjatuhkan diri di atas sofa. Menyalakan televisi yang menampilkan berita ramalan cuaca hari itu. Gerimis. Tokyo akan diguyur hujan antara siang hingga malam nanti.

"Tetsuroo," panggil seseorang tak jauh darinya. Lelaki itu melirik cuek. "Ayo sarapan dulu. Nasi goreng yang kau minta sudah siap." Senyumnya terkembang, sebuah spatula masih dalam genggam kala menemui suaminya.

Tetsuroo menghela pelan, namun ia sanggupi permintaan istri untuknya sarapan. Ia duduk di salah satu sisi, menatap piringnya yang perlahan diisi oleh istrinya dengan nasi goreng beserta telur mata sapi.

"Mau minum apa? Air putih? Susu? Kopi? Teh?" tanya [Name] sambil mengambil gelas di rak atas kompor.

"Teh hitam panas," putus sang suami, menyendok perlahan makanannya.

[Name] hanya tersenyum, sedikit bersenandung tentang lagu yang baru-baru ini ia dengarkan. Ia menyeduh teh hitam favorit suaminya lantas memberi sedikit gula. Ia tahu persis apa yang suaminya suka.

Namun tidak dengan Tetsuroo.

[Name] memandang paras suaminya lamat-lamat. Memperhatikan lukisan Tuhan yang begitu indah tertuang dalam pahatan wajah yang kuat, tegas, dan penuh wibawa. Sebagai pemimpin suatu perusahaan tentulah ia memiliki hampir segalanya.

"Lusa ada reuni klub voli. Mereka memintamu ikut," ujar Tetsuroo tiba-tiba.

Wanita di depannya tersentak kecil. "Ya, aku bisa. Tapi apa kau baik-baik saja?"

Tetsuroo melempar pandang pada sang istri. Tak ada emosi apapun yang tercetak di wajahnya. "Apa maksudmu?" Suaranya begitu rendah, tanpa intonasi.

[Name] menggeleng pelan, beranjak berdiri menuju kamar. "Tak apa. Hari ini bertemu klien dari Singapura? Aku siapkan pakaianmu dulu." [Name] berusaha untuk mengalihkan topik. Namun itu tak mudah jika menghadapi Kuroo Tetsuroo.

"Kiyoko akan datang. Tapi itu bukan masalah. Jangan mencampuri urusanku lagi." Makanannya belum habis, tersisa beberapa suap dengan kuning telur yang masih utuh di atasnya. Lelaki itu pergi ke kamar mandi, menutup pintu dengan bantingan yang cukup keras.

Mendengarnya membuat dada [Name] berdesir. Amat keras seolah mengulang dentuman pintu barusan. Melihat piring suami dengan segala isinya membuat dadanya kembali menyesak. Mendengar nama yang kembali suaminya ucapkan membuatnya kembali hancur. Rasa sakit dalam dirinya tak dapat dielak.

Shitty Black | Kuroo TetsurooWhere stories live. Discover now