⑧. ⓣⓔⓛⓛ

5K 402 150
                                    

🕗

'I'm sorry'

🌹

Sekali lagi ia menatap cermin. Pantulan diri dalam hoodie yang sedikit kebesaran dengan celana jogger hitam santai. Rambutnya tersanggul, beberapa helai pendek jatuh dekat tengkuk.

'AKU SIAP PULANG! DAN TETSUROO AKAN MENJEMPUTKU!' Senyumnya terbentuk amat lebar, mulai merangkai skenario klise dalam angan. Dia hanya berangan, tak ingin berharap. Karena Tetsuroo pasti tidak akan menanggapi dengan serius keinginannya untuk menjemput [Name] di rumah sakit, pikirnya.

Wanita itu menarik koper berisikan beberapa stel baju yang Tetsuroo bawa dari rumah. Lelaki itu rutin datang ke rumah sakit selepas jam kerja. Tertidur di sofa. Pulang saat subuh. Dan kembali lagi saat senja. Terus seperti itu. Lima hari lamanya.

Sulit. Sulit untuk tidak menaruh harapan. Sulit untuk tidak mengharapkan Tetsuroo yang berbalik mencintainya. Tetsuroo mau menikahinya saja sudah suatu keajaiban yang amat sangat harus disyukuri, terlepas bagaimana cara ia memperlakukannya sebagai istri.

Beberapa perawat sambil lalu menyapa sang ibu hamil. Mendoakan yang terbaik kesehatan sang ibu dan calon janinnya. [Name] tersenyum ramah, sesekali membungkuk menghaturkan terima kasih.

Mencapai setengah lorong warna rambut hitam yang familiar tertangkap indranya. Rambut dari seseorang yang mencuri hatinya. Sebelah tangan [Name] terangkat, sedikit melambai memberi isyarat.

Si lelaki tersentak di tempat, mempercepat langkah mendekati istrinya. "Kenapa tidak menungguku di kamar saja? Kau tak perlu membawa benda berat ini, [Name]."

Tangan Tetsuroo terulur, meraih koper dari genggaman [Name]. Wanita itu kebingungan setengah mati. Namun tak ada yang bisa ia tanyakan saking terkejutnya.

Dengan sebelah tangan yang kosong, Tetsuroo menggenggam pergelangan tangan [Name]. Memandang lamat wajah istrinya sebelum kembali menghadap depan. "Pelan-pelan saja jalannya, kau masih masa pemulihan, kan?"

[Name] tertunduk, wajahnya memerah sempurna. "Tidak. Kata dokter kondisiku sudah baik-baik saja. Cukup lakukan kegiatan sehari-hari dengan batas normal."

"Sudah ada asisten rumah tangga. Kau hanya perlu beristirahat sebanyak mungkin. Aku tak ingin kau memaksakan diri dan berujung pada kemalangan." Pegangan Tetsuroo pada pergelangan tangan [Name] mengerat. Dengan langkah yang menyesuaikan langkah [Name] yang lebih pendek dari jangkauan langkahnya.

"Bukankah biaya untuk membayar asisten rumah tangga itu lumayan mahal? Jangan, Tetsu. Lebih baik kita tabung untuk keperluan anak kita nanti." Meskipun malu, [Name] berusaha mengutarakan pendapatnya sebisa mungkin.

Tetsuroo menoleh sedikit, menatap istrinya sekali lagi. "Jangan pusingkan itu. Cukup beristirahat sebanyak mungkin." Selepasnya mereka terdiam, menuju mobil dan kembali ke rumah.

Jarak rumah sakit dan kediaman Kuroo tidak terlalu jauh. Memakan waktu tiga puluh menit di jalanan yang cukup ramai. Agaknya kantuk tak memandang itu.

[Name] menatap pemandangan di luar mobil. Orang-orang berlalu lalang dengan orang terdekat, tak jarang anjing-anjing lucu mengikuti jejak tuannya ataupun berjalan di depan tuannya. Para muda mudi juga asik berbincang di jalan pulang sekolah. Langit masih membiru dengan awannya.

Mata [Name] memberat. Beberapa kali ia mengucek mata, melebarkan mata untuk mengenyahkan kantuknya. Namun tidak bisa. Sesaat ia beri kesempatan matanya untuk terpejam, diiringi dengan kesadarannya yang mulai menghilang.

Tetsuroo sedikit heran karena istrinya diam sekali. Ketika ia tahu [Name] tertidur, senyum tipisnya terkulum. Sedikit menginjak gas lebih keras agar segera tiba di rumah.

Shitty Black | Kuroo TetsurooWhere stories live. Discover now