③. ⓗⓔⓡ&ⓗⓘⓜ

4.6K 409 205
                                    

🕒

"Tell the truth!"

🥀

Fajar masih terpaut lama. Gejolak dalam perut membangunkannya dalam keheningan malam yang hanya disela detikan jam dinding. [Name] memegang perutnya, suatu perasaan aneh datang menyergap kala ia mencoba menguap.

Rasa sesak itu kian menjadi. Segera ia tinggalkan ranjang dan berlari ke washtafel kamar mandi. Berulang kali ia coba mendorong sesuatu dari dalam perutnya. Rasa mual itu tak kunjung hilang. Kepalanya pening, rongga mulut pun terasa pegal karena dipaksa menganga demi mengeluarkan hal yang membuatnya tak nyaman.

Perutnya seakan keram, kedua tangan berpegang pada washtafel. Napasnya terengah-engah, keringat pun mengucur tanpa ia sadari. Air mata mulai membasahi, menandakan ia terlalu berlebihan saat ingin memuntahkan sesuatu yang tak ia tahu.

Nyatanya tidak ada yang keluar dari mulutnya selain air liur. Rasa mualnya membaik, namun tak hilang sepenuhnya. Saat dirasa kepalanya sudah sangat pening dan pandangan mengabur, [Name] perlahan menuju ranjang, merambat sepanjang dinding masih dengan perasaan yang sama.

Setidaknya ia harus bertahan malam ini, sebelum esok pagi ia bisa mengunjungi klinik sahabatnya di pusat kota.

"Hei." Seruan itu mengejutkan [Name]. Manik [e/c]-nya bergulir menuju ranjang. Satu-satunya orang yang ada di ruangan ini selain dirinya. "Ada apa? Aku mendengar suara menjijikkan dari kamar mandi tadi."

Tetsuroo duduk bersandar tanpa mengenakan pakaian atasnya, melempar pandang yang setengah sayu menahan kantuk.

"Ah, aku tidak tahu. Aku hanya habis buang air." [Name] tersenyum tipis di tengah kegelapan.

Sebelah alis Tetsuroo menukik, meragukan pernyataan barusan. "Sungguh? Lantas kenapa matamu berair?"

Sekali lagi [Name] dibuat terkejut. Di tengah kegelapan ini tentu orang-orang tak akan menyadari hal kecil seperti mata yang berair, apalagi jika jarak mereka terpaut lumayan jauh. Kepekaan sang suami agaknya membuat ia merinding, meski pada kenyataannya kepekaan itu lebih sering membuat [Name] terpesona.

Tapi wanita itu tak bisa mengatakan yang sebenarnya. Posisinya kali ini tak lebih dari sekadar beban yang harus Tetsuroo tanggung selama wanita itu hidup, atau keduanya hidup. Kesadaran diri yang utuh membuatnya memilih untuk bungkam.

"Tadi aku mimpi bertemu ibu," ujarnya setenang air. "Mungkin aku hanya merindukannya. Sungguh tidak ada apa-apa, Tetsuroo."

Tuan Kuroo memandang istrinya lebih lama, hingga sosok itu telah duduk di tepi ranjang. "Tidurlah, oyasuminasai, Tetsu~" [Name] memberi sapaan yang sangat biasa ia berikan pada Tetsuroo, meski ia tahu itu tidak akan terbalas dengan ucapan yang sama.

Wajar baginya untuk segera berbaring dalam selimut tebal yang hangat. Namun tiba-tiba pinggulnya ditarik, menubrukkan tubuh kecil itu dalam dekapan besar sang suami.

"Jangan berbohong pada suamimu, [Name]," titah itu tersuarakan dengan amat lembut di sisi telinga [Name]. Kedua tangannya sibuk mendekap si wanita, memberikan kehangatan yang sangat jarang ia berikan.

[Name] membelalak. Perlakuan suaminya yang sangat tidak biasa membuat pilihan kata-katanya jadi kacau. Terlebih ketika mendengar nama depannya disebut oleh sang suami.

Tak ia biarkan rasa kejut itu menguasai dirinya lebih lama. Ia membalas pelukan itu dengan sama eratnya. 'Terasa begitu lama, semenjak terakhir kau menyebut namaku, Tetsu... Nama ini terdengar begitu indah ketika kau menyebutnya.'

[Name] mengangguk, dengan tetap memeluk sang suami. "Ya, aku tidak berbohong, Tetsuroo."

🥀

Shitty Black | Kuroo TetsurooWhere stories live. Discover now