7. ⓒⓗⓐⓝⓒⓔ

4.7K 384 182
                                    

🕖

"Is there any chance for me?"

🥀

Wanita itu tersenyum. Menatap pantulan diri di manik obsidian yang telah menelanjanginya satu menit lalu. Decih kecilnya tak mengubah apapun. Sang suami terus menatap dengan lekat. 'Sungguh angan yang sangat indah,' ujar [Name] dalam hati.

"Aku tanya sekali lagi," Tetsuroo bicara, berdiri sambil bersedekap, menatap istrinya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. "Anak siapa yang kau kandung?" Intonasinya datar, tak menyiratkan rasa khawatir seperti yang didamba sang empu.

Wanita itu memejamkan mata, kembali mengingat khayalannya mengenai sang suami yang dirundung rasa bersalah. Khayalan yang begitu sempurna untuk menumpahkan segala amarahnya.

"Aku ini istrimu. Sudah pasti aku mengandung anakmu." Ya, dia tahu respon macam apa yang akan ia terima.

Mata Tetsuroo memicing, mengetuk-ngetukkan telunjuknya di atas pangkuan tangan. Mulutnya bergerak kecil, hendak kembali bicara tapi dipotong oleh [Name] seketika. "Ini tak mungkin anakku dengan lelaki lain. Aku hanya melakukannya denganmu. Hanya kau yang pernah menyentuhku."

Seulas senyum Tetsuroo berikan. Atensi penuh pada sang istri yang hanya mampu menatapnya dengan sayu menahan kantuk juga kekesalan. "Begitu, ya? Ingin menyenangkan hatiku?"

Bola mata [Name] berputar, mengerti betul bahwa Tetsuroo kini tengah menggodanya. "Kau tahu bagaimana harus menilaiku, Tetsuroo. Wanita murahan tak akan menjadi pendamping hidupmu. Atau rumah tanggamu akan hancur lebur."

"Ck," decak lelaki itu menanggapi kekerasan kepala sang istri. Tetsuroo memutuskan duduk di kursi sebelah ranjang [Name]. Duduk memunggungi sang istri sambil menatap layar ponsel, pesan singkat dari sekretarisnya.

'Aneh,' ujar lelaki itu dalam hati. Tak ada satupun kata dari [Name] yang mampu membuatnya terpojok. Namun kini ia tak bisa sembarang menuduh istrinya telah beradegan ranjang dengan lelaki lain. Ada sesuatu yang menahannya. Ada sesuatu yang membuatnya enggan mendengar itu dari mulutnya sendiri.

"Apa tidak apa kau datang ke sini? Ini sudah pukul lima pagi. Pulanglah, dan bersiap bekerja."

"Ck, aku tau." Tak dihiraukan perkataan [Name], Tetsuroo terus menatap layar ponselnya tanpa aktivitas lainnya. Hanya menatap, tanpa mengscroll atau apapun.

Keduanya hanyut dalam keheningan. Waktu berlalu begitu lambat, tak ada percakapan yang tercipta dalam beberapa menit, menimbulkan kebosanan dan kejengahan pada diri masing-masing.

Wanita itu mengalah. Ia tak terbiasa berdiam diri, apalagi dalam situasi canggung dimana keduanya tak melakukan apapun. "Apa kau sudah tidur? Kalau belum tidurlah dulu. Kau bisa ke kantor sesuka hatimu, kan? Biar nanti aku minta tolong suster belikan sesuatu untuk sarapanmu."

Satu perasaan membuat hatinya berdesir. Seketika napasnya seakan menghirup penyesalan. Sesak hingga memaksanya meletakkan kepala di atas kasur [Name]. Tangan kekar itu meraba dada, mencari tempat pasti di mana rasa sakit itu berasal. Rasa sakit yang pertama kali ia rasakan.

Kelopak matanya memberat. Datang sering elusan di puncak kepala yang ia rasa. Tetsuroo membenamkan wajah ke dalam selimut, melipat kedua tangannya sebagai bantal kepala, dan memejamkan mata menghadap sang istri.

[Name] membelai lembut. Menyisiri tiap helai rambut sang kekasih. 'Lembut sekali... Padahal dari kemarin pagi dia pasti belum mandi lagi, kan?' Tangannya terus saja bergerak. Memulainya dari puncak kepala lalu ke tengkuk, kembali ia mulai dari puncak kepala.

Shitty Black | Kuroo TetsurooWhere stories live. Discover now