#01

157K 8.6K 196
                                    

Pagi ini matahari menerpa wajah gue lewat jendela. Mata gue menyipit, merasa terganggu. Saat memiringkan tubuh menghadap kearah kanan dimana jam dinding terpampang jelas disana, mata gue seketika melotot kaget. Udah jam 8.05, sedangkan hari ini gue punya satu kelas pagi. Tepatnya pukul 8. Gue telat 5 menit.

Kambing! Bunda tadi nggak bangunin gue. Alarm sialan, kenapa dia nggak bunyi.

"Kelas Pak Alvin, ya ampun. Mampus gue, mampus!"

Dengan gerakan cepat, gue langsung bergegas ke kamar mandi. Gak ada yang namanya basahin badan, sampoan, sabunan. Bodo amat, gue cuma sikat gigi dan cuci muka. Sama sekali gak peduli dengan bentuk gue yang kucel habis karena melewatkan proses skincare pagi ini. Untungnya, tadi malam gue tidur dengan rambut yang dijedai. Jadi meskipun tanpa catok dulu rambut gue tetap tergerai dengan gelombang yang sempurna.

Pagi ini kayaknya memang bukan keberuntungan, karena saat gue sudah berdiri di depan kelas dan mengintip dari celah yang tersedia, seorang Alvin sudah berada di dalam sana. Gue cuma telat sendirian, gak ada teman satupun. Tangan gue sedikit bergetar saat menyentuh gagang pintu, padahal gue bisa menebak kalau setelah ini gue bakal di usir.

Bodo amatlah, gue modal nekat.

Memberanikan diri, gue memunculkan kepala diantara celah pintu yang sudah terbuka. "Permisi, Pak. Maaf saya telat, tadi ada sedikit-" ucapan gue tertahan, melihat seorang Alvin menyebutkan nama gue secara lengkap di depan sana membuat gue bergidik ngeri.

"Davira Fradella Kirania, itu nama kamu, kan?" gue mengangguk, seketika nyali gue menciut saat ia menatap kearah gue sepenuhnya. Bukan, tatapannya tidak tajam melainkan tenang tanpa ekspresi.

Ini lebih mengerikan.

Memutar balikkan badan menjadi menghadap kearah pintu, dimana gue masih berdiri lugu disana, Pak Alvin kembali melanjutkan ucapannya. "Padahal kelas saya sudah memiliki peraturan yang sudah di umumkan sejak pertemuan pertama kita di semester ini. Tidak ada toleransi waktu melebihi jadwal yang sudah saya tentukan. Seharusnya kamu tahu apa yang harus kamu lakukan sekarang."

Pundak gue seketika merosot, mendesah lesu. Mengucapkan kata maaf lalu beranjak dari sini. Saat pintu kembali tertutup, gue langsung memutuskan untuk ke kantin. Gue sama sekali belum sarapan. Perut gue keroncongan, mood gue anjlok habis-habisan.

Satu piring nasi goreng dan segelas es teh manis, ini cukup memperbaiki mood gue yang udah anjlok pagi-pagi begini. Meskipun rasa keselnya masih tetap ada.

Ah ... Udahlah, kantin sekarang juga lumayan banyak pengisinya jadi gue gak merasa ngenes banget pagi-pagi begini udah datang dengan wajah yang suram. Setelah ini gue hanya perlu mempersiapkan mental untuk mendatangi ruangan Pak Alvin.

Duh, ini kayaknya gue bakal mules kalau sendirian dan dikerjain aneh-aneh.

"Gue boleh duduk disini?"

Kepala gue terangkat, menemukan seorang pria dengan cengirannya. Kening gue sedikit berkerut karena sama sekali gak mengenali orang yang ada di hadapan gue sekarang. Tapi dilihat dari cara berpakaiannya, pasti ini kating. Udah jelas banget kelihatan.

"Iya boleh, duduk aja."

"Ada kelas pagi ya? Kenapa di kantin?"

"Telat, lagi nunggu kelasnya selesai. Ya sekitar satu jam lagi."

Cowok di hadapan gue senyum lebar, dengan ekpresi girangnya dia kembali menyahuti, "sama banget, sial ya kita."

COLD LECTURER (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang