#02

114K 7.1K 180
                                    

Kalau ada orang yang keluar malam pas hujan-hujan gini itu bukan kaum gue, karena sekarang gue lebih memilih meringkuk dengan dilapisi selimut lalu meletakkan iPad disebelah. Yap! Gue lagi Netflix. Ditemani secangkir hot choclate yang gue letakkan di nakas semakin membuat gue nyaman tanpa ingin beranjak sedikitpun.

Namun kenyamanan yang menyelimuti diri gue harus buyar saat pintu terketuk lalu suara Bunda bergema diluar sana. Memanggil nama gue dan meminta izin untuk masuk. Dengan terpaksa gue memencet tombol pause dan detik berikutnya pintu sudah terbuka

Bunda muncul disana, sudah dengan dasternya, sepertinya bersiap untuk tidur, "belum tidur, Ra?"

"Aku lagi Netflix. Belum ngantuk, Bun."

Bunda duduk ditepi ranjang. Gue gak berpindah posisi sama sekali, tapi dari sini gue jelas tahu kalau Bunda lagi menatap kearah sebuah kaca besar yang memperlihatkan taman belakang rumah ini. Sebenarnya itu lebih ke koleksi tanaman Bunda, gak besar dan jangan harap ada kolam renang disana. Gue gak menutup tirai sedari tadi meskipun hujan sedang mengguyur malam dengan derasnya.

"Netflix terus kamu ini, gak ada kegiatan lain apa? Bunda perhatiin, yang di tonton juga romance semua."

"Ya kalau nonton horror sendirian hujan-hujan gini serem, Bunda. Lagian besok kelas aku kosong."

Bunda menggeleng, sembari memperhatikan film yang sudah gue play kembali, ia berujar. "Gak mau kayak gitu juga?" Atensi Bunda beralih, membuat kening gue mengerut bingung. Gak mau kayak gitu juga tuh maksudnya gimana?

"Terakhir Bunda lihat kamu bawa cowok ke rumah itu waktu SMA. Sesudah itu nggak ada lagi. Sekarang udah semester 5, nggak mau kayak gitu juga?" telunjuk Bunda kembali mengarah kearah iPad dimana disana terdapat seorang lelaki dan wanita yang sedang beradu peran.

Ah ... Bunda sedang menyindir gue yang tak kunjung memiliki gandengan rupanya. Kapan terakhir gue pacaran? entahlah, mungkin SMA.

"Mana ada hubungannya, Bun. Keliatan banget nyindirnya ini."

Bunda terkekeh, "Vira, dengarin Bunda. Balik kesini dulu, pause dulu itu filmnya," dan lagi, untuk kedua kalinya gue menekan tombol pause.

Tubuh gue berbalik dan berubah menjadi duduk menghadap Bunda. Tak lupa, kepala gue menoleh saat Bunda menunjuk kearah kaca besar. "Ya meski diluar sedang hujan, tapi lihat disana bulan yang terus bersinar. Tentunya itu buat menerangi malam. Kamu tuh butuh yang seperti itu, udah lama kosong hati butuh segera pengisi. Biar lebih bewarna, nggak melulu gelap aja."

Biar lebih bewarna, enggak melulu gelap aja. Oke, ini adalah sindiran Bunda yang kesekian kalinya. Membuat gue mendengus mengingat dulu gue diputuskan tanpa sebab dan galaunya gak habis-habis sampai gue menginjak semester 3. Hal itu terus saja menjadi bahan ejekan satu keluarga. Kalau dirasa gue goblok banget galau selama itu, sial.

Meskipun kata yang terlontar dari Bunda membuat gue sedikit geli, tak menutup rasa kesal yang tiba-tiba saja muncul saat kembali mengingat moment itu.

"Kalau besok Ayah ada ngomong sama kamu, tolong dengarin ya. Percaya sama Bunda, Ayah gak setega itu untuk buat anak gadisnya galau yang kedua kalinya."

Tapi, sebentar... Kalau Ayah ada ngomong sama kamu, tolong dengarin ya.

Gue terdiam, bahkan saat Bunda sudah keluar dari kamar. Kalimat terakhir Bunda terang saja terus berputar dalam otak gue membuat gue menciptakan berbagai macam asumsi.

Memangnya gue mau di apain?

***

Finally, it's weekend! Gue gak butuh banyak tenaga untuk ke kampus hari ini. Gue udah bangun dari tadi, tapi sampai pagi pun gue sama sekali belum keluar kamar. Gue mager, mungkin gue gak akan keluar kalau gak di panggil sama Bunda. Hari ini Abang gue dirumah, dia baru banget balik dari proyek di Semarang. Kemungkinan besar bakal ngumpul bareng. Kita sarapan sama-sama, semuanya aman dan gue gak ngerasa ada hal yang berbeda. Tapi saat Ayah meminta gue duduk di sofa depan TV, perasaan gue mulai gak enak.

COLD LECTURER (REVISI)Where stories live. Discover now