#10

81.6K 4.8K 107
                                    


Selamat tahun baru semuanya! Berharap seluruh hal baik meliputi kalian semua di tahun ini ya, Aamiin.

Selamat membaca
Revisi

***

Perkataan Alvin kemarin malam benar adanya, sebab kini ia masih saja terus mengekori gue dari belakang. Mengikuti setiap langkah gue yang sedang menyusuri masing masing outlet, mencari dress yang tentunya akan gue kenakan untuk esok hari namun tak kunjung mendapatkan yang sesuai dengan selera gue.

Setiap gue memberhentikan langkah, ia turut juga. Gue sedikit terkekeh kecil, udah jelas banget muka Alvin mulai kesal dan suntuk. Gue gak berbicara apapun, ya ... kan, gue juga nggak ada menyuruh dia untuk mengekori setiap langkah gue? Ini kemauan dia, dan kalau dia lelah tentunya mulutnya itu akan bersuara.

"Vira," panggilnya, membuat gue menoleh ke belakang. Sepertinya, lelaki ini mulai kehabisan kesabaran. Enggak, seorang Alvin tuh nggak akan mau gue ajak ngelilingin Mall sampai segininya, dan tentu gue tahu dia udah kesal banget.

Gue menatapnya, menunggu lelaki ini kembali bersuara, hingga akhirnya bibir itu kembali terbuka. Sedikit protes dan menggerutu, ada decakan kesal yang juga pula ia keluarkan. Sepertinya, terlampau kesal sekali.

"Kamu tuh cari apa? Udah banyak berbagai macam dress dari tadi dan satupun nggak ada yang kamu pilih?"

Cengiran gue terpampang langsung, menyadari kalau lelaki ini udah gak tertarik untuk mengikuti lagi setiap langkah gue, maka gue memberikan dia opsi lain. "Bapak duduk aja, dimana gitu. Nanti kalau udah, saya panggil."

Alvin melirik, menemui spot kosong yang bisa ia duduki maka langsung saja ia meninggalkan gue. Duduk disana yang seluruh bangkunya di penuhi oleh lelaki — yang dapat gue tebak bahwa kebanyakan dari mereka juga sama seperti Alvin, menunggu pasangannya berbelanja dan mengisi waktu kosong tersebut dengan ponsel di tangan.

Melihat bahwa Alvin juga sedang fokus pada ponselnya, gue kembali melanjutan kegiatan gue yang sempat tertunda. Baru saja kembali melanjutkan langkah, namun urung saat kembali ada suara yang memanggil gue. Jelas sekali hingga gue menoleh kearahnya.

Disana, ia berdiri tegap. Lengkung gue tertarik, tak menyangka akan bertemu dengan lelaki ini disini.

"Ya ampun, kebetulan banget. Sama siapa, Ra?" Giano, lelaki itu bergerak untuk sedikit lebih dekat kearah gue.

Gue melirik ke belakang, memperhatikan Alvin yang sepertinya tak mengetahui bahwa ada Giano disini, sebab ia masih saja dengan ponselnya. Ah ... rasanya tak mungkin sekali kalau gue menjawab bersama Alvin, kan? Maksud gue ... hubungan kami ini belum seharusnya untuk di publish, mengingat bahwa pernikahan yang kami jalani ini sedikit tidak normal layaknya hubungan pernikahan diluar sana.

"Eh, gue sendiri aja sih. Lo?"

"Kebetulan banget dong, gue juga." Ia menjawab. Gue membentuk respon dengan mengangguk, nggak tahu harus berbicara apa lagi. Giano yang tampaknya kebingungan, kembali lagi bertanya yang kali ini membuat gue diam beberapa detik lamanya.

"Itu ... mau barengan aja nggak, Ra? Gue bosan banget sendirian, kalau lo mau sih." Netranya sedikit berbinar, mengharapkan jawaban yang gue lontarkan adalah 'Ya'.

Pria ini tak cukup dekat dengan gue, kita cuma bertemu di beberapa kesempatan yang menurut gue cuma sewajarnya. Dan kalau saja, dia mencoba untuk mendekatkan diri dengan gue, seharusnya gue gak perlu ragu, kan? Menambah relasi itu hal wajar, bukan suatu masalah yang besar jika gue berteman dengan Giano.

COLD LECTURER (REVISI)Where stories live. Discover now