xx.

5.1K 758 253
                                    

chapter ini berbentuk narasi.


pemuda itu berdiri di tengah keramaian, tubuhnya yang pasif berdiri menjulang amat mencolok di tengah keramaian. sesekali ia menengok jam tangannya. menunggu.

tepukan mendarat di pundak tegap jeon jeongguk, yang alih-alih mengenakan jas seperti biasa dengan kesan kuat dan arogan, kini terlihat jauh lebih santai dengan kemeja dan sedikit rambut tersibak menampilkan dahi. jeongguk tentu ingin menampilkan kesan baik di hadapan taehyung, tanpa kesan kaku yang selalu membelit. mana sudi dia menampilkan sosok jeon jeongguk si CEO yang sudah seperti mayat hidup saking tanpa ekspresinya, bisa-bisa dia dikatai 'pria tua' seumur hidup oleh taehyung, padahal dia ingin mengubah persepsi itu. untungnya jimin sudah membantunya 'mengubah' penampilannya jadi lebih santai.

"hei," pilot park, nama lengkapnya park jimin, menegur sembari mengangsurkan sekaleng cola yang diterima jeongguk tanpa banyak cingcong, "kenapa mukamu keras begitu?"

"mukaku? keras? maksudmu wajahku kaku? jadi aku harus cengar-cengir sepertimu?

"lupakan, membayangkan cengiranmu saja sudah bikin mati berdiri." jimin tergelak dengan wajah geli, lantas ia menoleh ke sekelilingnya. "lalu kenapa tiba-tiba riuh dan ribut begini? pesawat dari Frankfurt belum datang kan?"

"sebentar lagi, kurasa." jeongguk menarik senyum tipis. "sahabatmu itu luar biasa sekali. kutawari penerbangan maskapai kita, dia malah pulang ke Korea dengan penerbangan maskapai lain."

"begitulah taehyung, kelakuannya mengejutkan, juga mengesalkan. sayangnya aku tidak pernah bisa marah padanya."

"soal yang terakhir, aku setuju. dia datang awalnya bagai gangguan, tidak kusangka aku akan berdiri di bandara untuk menjemputnya dengan keinginanku sendiri. bahkan aku merasa antusias."

"kau benar-benar tertarik padanya."

"dia menarik untuk dijadikan teman."

"teman dalam konteks apa? teman hidup?"

godaan jimin terpotong akibat perhatian keduanya teralih mendengar suara desau bising yang menandakan berita terbaruㅡjuga menandakan berita darurat diumumkan.

"Pesawat xxx nomor xxx dari Frankfurt menuju Incheon dikabarkan jatuh karenaㅡ"

semesta yang dipijak jeongguk rasanya runtuh, jatuh tanpa sebab mendengar konfirmasi dari apa yang selama ini ditakutkannya. ia melirik ke arah jimin yang mematung, terdiam dengan pandangan kosong alih-alih mengamuk. ia balas menatap jeongguk, suaranya parau dan serak.

"jeon, bilang padaku, itu bukan pesawat yang dinaiki taehyung kan?"

jika saja bisa, jeongguk ingin mengiyakan setengah mati. tapi suaranya mendadak hilang, tertelan di tenggorokan dan enggan keluar.

jeongguk ingin menjawab, tapi lidahnya kelu. sementara itu jarinya secara tak sadar terus bergerak menelpon nomor taehyung walaupun itu hal yang mustahil. tentu saja, mana bisa menerima telepon di dalam pesawat. namun jeongguk butuh pengalihan.

calling. . .

missed calls.

calling. . .

missed calls.

calling. . .

missed calls.

"demi Tuhan, taehyung, kumohon angkat."

calling. . .

missed calls.

calling. . .

missed calls.

jeongguk mendongak, menatap lcd besar itu dengan napas sesak. berapa kalipun ia membaca ulang dan menyocokkan kembali dengan pesan yang dikirimkan taehyung satu jam sebelum berangkat ke airport, pesawat dan nomor yang dinaiki taehyung memang sama dengan pesawat dan nomor pesawat yang jatuh tersebut.

"ini... bercanda kan?" [ ]

###
[kolom terima amukan]

ring-ring, hello? | ✓Where stories live. Discover now