epilogue.

7.5K 786 187
                                    

[Berlin, dua tahun kemudian]

"bilang untuk menerima tawaran ms. alschya, jeff, proposal mereka lumayan menjanjikan. iya, iya, aku mendengarmu. investment pada mr. garchauff sudah selesai? senang mendengarnya. apa? anggap aku tidak mendengar itu! aku sudah bilang, blokir mereka. aku tidak ingin berurusan dengan para jahanam itu lagi."

taehyung berbicara dengan nada agak kesal, ia menelpon dengan jari masih mengetik di laptop dan ponsel yang diapit pipi dan bahunya. bahkan ia tidak sadar kacamatanya melorot dari hidung. sampai ia meraih ponselnya lagi saat mengetahui ada panggilan lain masuk. "oh, kau sudah selesai, jeffrey? aku harus mengangkat telpon seseorang dulu. nanti kirimkan padaku detailnya lewat email, oke? sampai nanti. kerja yang bagus. have a nice day!"

setelah urusannya dengan salah satu partner bisnisnya, jeffrey jung (nama aslinya jung jaehyun, tapi jeffrey lebih suka dipanggil dengan nama itu jika sedang bekerja) selesai, taehyung. menarik napas panjang untuk menetralkan mood, lalu menggeser jari untuk mengangkat telpon tersebut.

"hei, lama sekali baru diangkat."

"salahmu," taehyung mendengus, meniup anak rambut yang jatuh di keningnya, "kau menghubungi di waktu yang tidak tepat. aku kan orang sibuk."

"galaknya, jadi kau sama sekali tidak merindukanku?"

"merindukan untuk apa? bukannya sekarang aku mendengar suaramu?"

"ayolah, aku berusaha untuk romantis sekarang."

"usahamu kurang keras."

"another though day?"

"you guess."

"jadi, merindukanku tidak?"

"kalau kubilang tidak?"

"astaga, jahat sekali."

taehyung tertawa pelan, beban yang semula memusingkan kepalanya meluruh saat mendengar suara jeongguk. ia melarikan jarinya pada rambut di tengkuknya yang mulai memanjang, kesibukan membuat taehyung lupa memotongnya secara berkala. kilapan perak di jari manisnya memantulkan cahaya secara tidak sengaja saat ia menaruh dokumen yang tadi di pegangnya.

"kalau kubilang rindu, apa itu membuatmu terbang kemari dalam waktu sepersekian detik?" canda taehyung, mengetukkan jarinya ke atas meja.

"jika rindu, mau kuberi pelukan?"

"jangan mengatakan hal aneh, jeongguk. aku mulai merinding."

"buka pintumu."

"buka pintuㅡtunggu, apa?"

"taehyung, mau kuberi pelukan atau tidak?"

taehyung mengerjap, tidak percaya telinganya sendiri. mana mungkin jeongguk ada di Berlin sekarang? seingatnya pada telpon terakhir mereka, posisi pria itu masih di Korea. "hei, kalau ini bercanda, ini sangat keterlaluan."

"kenapa tidak kau pastikan?"

taehyung membiarkan ponselnya di meja begitu saja, tidak memedulikan dirinya hanya mengenakan kaus dan celana longgar dengan sweater rajut lama, tidak peduli rambutnya masih berantakan, juga tidak peduli cangkir tehnya yang sudah mendingin kini tumpah, ia melompat dari kursinya, meringsek maju ke depan pintu apartemen dan membuka pintu.

untuk menemukan jeongguk yang dibalut mantel kini menjulang di hadapannya, dengan senyum tipis yang selalu mengguncangkan kewarasan taehyung.

"bodoh, kenapa tidak memberitahuku kau akan datang?" taehyung tak bisa menahan senyum lebarnya, hatinya terasa sesak karena bahagia. ia mengulurkan tangannya untuk memeluk leher jeongguk walaupun harus sedikit berjingkat. "lalu telpon konyol itu? kenapa tidak langsung masuk saja?" taehyung mengirimkan ciuman lembut di pipi jeongguk. "dasar pria tua bodoh sok romantis. pipimu sampai dingin begini. mari masuk."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ring-ring, hello? | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang