42. Kenapa?

819 77 4
                                    

Di setengah sadarnya, Hazel menatapi dua benda yang tergeletak di atas meja belajar. Di sebelah kiri kotak perhiasan yang kemarin diberikan Ken, di kanannya sebuah jepit rambut bermanik mutiara yang entah dari siapa. Mungkin punya cewek itu? benaknya.

Cklek

"Eh? Udah bangun?"

Hazel menoleh ke arah suara. Kayla mendekat. "Ini jepitan buat kamu," ujarnya sambil meraih jepitan dan merapikan rambut Hazel yang masih berantakan sehabis bangun tidur. Jepitan itu dia pakaikan ke rambut lurus Hazel, lalu tersenyum senang menyadari bahwa dirinya tidak salah pilih. Hazel tampak cantik dengan hiasan rambut itu.

Begitu sadar kalau dirinya dianggap layaknya boneka mainan, Hazel merengut sambil melepaskan jepitan di rambutnya. Gadis itu berkata ketus, "Gue gak suka pake ginian."

Cletak!

Dia hempaskan jepit rambut itu kembali ke atas meja dan beranjak meninggalkan Kayla yang menatapnya sedih. Dia gak suka sama aku ya? Kenapa? pikir Kayla.

***

"Oh iya, papa dengar dari mamamu kemarin kamu juara umum satu, Nak. Kamu mau hadiah apa?" tanya Dion, sudah jelas, pada Theon di sela-sela makan siangnya.

"Nggak ada, Pa."

"Jangan gitu, dong. Papa kan jarang beliin kamu hadiah."

"Ehm ...." Theon tampak berpikir. Sesaat kemudian, Theon melirik Hazel. "lo mau apa?"

Dengan mulut penuh, Hazel menjawab bingung, "Kok gue?"

Atensi beralih pada gadis itu. Hazel sebenarnya kebingungan, tapi tidak ingin melewatkan kesempatan emas begitu saja. Setelah menelan nasi yang dia kunyah, dia menjawab antusias, "Hazel mau dia pulang sekarang!" tunjuknya pada Kayla.

"Mintanya yang wajar juga kali," sungut Theon memberang.

"Yeh! Lo kan nanya gue mau apa. Ya gue jawab itu. Salah gue di mana? Lagian gue cuma minta dia pulang. Kurang wajar gimana lagi coba?"

"Sudah, sudah." Dion melerai. Pria itu sudah tidak tahan dengan kedua anaknya yang sampai kapanpun tidak akan berhenti bertengkar. "Theon, kalau nanti sudah ada yang diingkan, kasih tau papa ya?"

"Iya, Pa."

Dion tersenyum manis pada putranya. Kemudian, pria itu beralih pada Kayla, "Hazel nggak bermaksud mengusir, kok. Dia memang suka bercanda."

"Hazel serius!"

"Tuh kan, bercanda lagi," ulang Dion dengan senyuman membunuh.

"Gak apa-apa kok, Om," jawab Kayla sambil tersenyum kikuk.

"Hasil belajar Kayla gimana? Om lihat semester lalu Kayla juara umum dua, di bawah Theon. Sekarang Theon sudah pindah, berarti kamu ke-satu, dong?"

"Hehe ... iya, Om. Kayla sekarang peringkat satu."

Raut wajah Theon berubah terlalu kentara hingga Hazel menyadari perubahan itu. Tapi, diam adalah yang terbaik. Meskipun sorot mata merenung kakaknya menimbulkan banyak pertanyaan di benaknya, Hazel tetap diam.

"Semenjak Theon pindah, Kayla udah nggak punya saingan berat lagi, Om," gurau Kayla yang malah menyinggung perasaan Theon. Dion tertawa tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ruth yang memang pendiam pun hanya ikut tersenyum. Wanita itu juga tidak tahu apa-apa tentang Theon dan Kayla. Yang dia tahu, mereka memiliki hubungan spesial. Itu saja.

Kriet!

Theon berdiri. "Aku duluan, Ma, Pa."

"Lho? Makanannya nggak dihabiskan, Nak?"

But, You are My BrotherWo Geschichten leben. Entdecke jetzt