43. Cemburu

857 83 8
                                    

Sudah terlalu larut untuk memasuki kamar seorang gadis. Tapi, itulah yang Theon lakukan sekarang. Karena kejadian siang tadi, dia khawatir adiknya akan sedih. Kini Theon berdiri menatap wajah pulas adiknya.

Di samping Hazel ada Kayla yang sepertinya juga sudah tidur. Namun, dia tidak mempedulikan itu. Theon berjongkok menyejajarkan wajahnya pada wajah Hazel yang meringkuk menghadap nakas. Wajah cantiknya bersinar karena mendapat penerangan dari satu-satunya sumber cahaya di kamar itu—lampu tidur.

Theon menarik samar salah satu sudut bibirnya. Heran. Menatap adiknya seperti ini saja sudah cukup membuatnya bahagia. Dan saat ini, kekhawatirannya tadi menguap. Dia tenang saat melihat adiknya tampak baik-baik saja.

Yang penting Hazel baik-baik saja. Itu sudah cukup.

Telapaknya terayun untuk mengelus lembut rambut panjang adiknya. Jemarinya menggeser poni Hazel yang tampak semakin memanjang. Kemudian, entah apa yang mendorongnya, Theon mengecup lembut kening dan pipi adiknya yang memerah karena udara dingin yang berasal dari AC.

Sebelum benar-benar meninggalkan kamar gadis itu, Theon menarik selimut untuk menutupi seluruh badan adiknya hingga hanya menyisakan kepalanya saja. Dielusnya sekali lagi rambut halus Hazel, baru kemudian dia berlalu.

Insomnianya kembali melanda. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang agar dia bisa tidur.

***

Tok tok tok

Dengan setengah kaget, Theon buru-buru menekan tombol power di komputernya untuk mematikan layar komputer tersebut.

"Siapa?" tanyanya. Jelas aneh baginya mengingat sekarang sudah hampir jam tiga subuh, namun masih ada anggota keluarga yang belum tidur juga.

"Boleh mama masuk?"

Theon mengernyit. Dia segera membuka pintu kamarnya dan mendapati ibunya berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan yang tergeletak segelas air putih dan ... beberapa butir obat?

Cowok itu mempersilakan ibunya masuk. Ruth meletakkan nampan di atas nakas, kemudian duduk di kasur.

"Kenapa, Ma?"

"Kamu nggak bisa tidur lagi?" Samar-samar, intonasi bicaranya terdengar cemas. "mama kemarin cari tahu obat yang bagus untuk insomnia. Katanya ini yang paling bagus. Coba kamu minum dulu. Terus katanya susu hangat bisa bikin relaks. Tapi karena kamu mau minum obat, mama gak jadi buatkan. Takut obatnya nggak berfungsi. Oh iya, kamu mau mama pijitin sampai tidur? Atau mau mama oleskan minyak kayu putih di punggung biar hangat? Mama buatkan teh madu, mau ya?"

Inilah yang membuat Theon enggan memberitahukan insomnianya. Dia tahu ibunya akan melakukan hal ini. Dia tahu itu akan sangat merepotkan ibunya.

"Ma ..." sebut Theon. Ruth menatap putranya. "mama gak perlu khawatir. Aku udah terbiasa gak bisa tidur malem."

Ruth merenung. Wanita itu merasa buruk sebagai seorang ibu. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mengetahui kesulitan putranya. Walaupun memang Theon bukan putra kandungnya.

Ruth benci mengakui Theon bukan putranya. Dulu, dia tidak pernah membayangkan kalau pada akhirnya dia akan benar-benar menyayangi Theon. Di satu sisi, dia merasa bersalah karena Theon terpisah dengan orangtua kandungnya. Di sisi lain, Ruth berterima kasih pada Theon karena berkat dia Ruth membuang jauh-jauh egonya untuk menguasai Dion dan hartanya.

Dia hanya ingin mencintai putranya sepenuh hati.

Mengingat betapa serakahnya dia dulu hanya karena dibutakan oleh harta membuatnya tampak seperti seorang monster berbalut malaikat.

But, You are My BrotherWhere stories live. Discover now