Chapter IV

19.4K 3K 123
                                    

Sorry for typo... akhirnya bisa lanjutin ini setelah selesai satu ff.





..





Jaemin meraih koran yang tergeletak tepat di depan pintu rumahnya. Selain itu, disana ia juga melihat benda selain koran yang tergeletak. Sebuah kotak kardus kecil yang di bungkus kertas hitam dengan pita merah. Mata Jaemin menatap tajam benda itu sebelum seringainya muncul menghiasi wajahnya di pagi hari. "Jika isinya adalah ancaman. Keluarlah!" Tepat setelah ia berseru, dua orang pria muncul di balik pohon besar tak jauh dari jalan seberang rumahnya.

"Wah! Aku terkejut, sungguh luar biasa." Sesosok pria dengan rokok setengah terbakar terjepit di antara jari tengah dan telunjuk berjalan dua langkah di depan pria bertopi di belakangnya. Senyum sumringah terpancar di wajahnya. Ada ketertarikan tersendiri ketika menatap wajah sosok Na Jaemin yang berdiri angkuh di depan pintu rumahnya, memegangi koran dan belum lagi kotak kardus kecil yang di bungkus dengan kertas hitam berpita merah. Jaemin tersenyum licik, ekspresi yang selalu ia gunakan untuk memancing amarah lawannya. "Aku heranㅡ" tangannya merobek kertas hitam yang membungkus kardus kecil tersebut, sedang pita merah sudah terjatuh di bawah kakinya dengan satu tarikan, koran diapit di dekat ketiak dan lengan.

"ㅡkenapa ada orang dewasa yang bermain terror menyedihkan seperti ini." Jaemin melemparkan kotak itu dengan lemparan sempurna ke arah sosok bertopi yang kaget akan serangan tiba-tiba. Kotak berisi bangkai-bangkai tikus itu terjatuh tepat di depan kakinya, mengeluarkan isinya dan membaui sekitarnya dengan bau busuk. Pria bertopi itu menutup hidungnya, kepekaan para werewolf membuat hidungnya terasa sakit membaui bau busuk tersebut. Jaemin tersenyum sinis, rupanya dugaannya selama ini yang mengira Jeno bukanlah sosok manusia biasa hampir benar sepenuhnya.

"Bagaimana baunya, tuan werewolf?" Kedua pria itu mundur beberapa langkah, mereka tercekat untuk mengeluarkan kalimat balasan sebagai jawaban penyangkalan. Keduanya membeku di tempat. Mana ada manusia biasa yang bisa menyadari bahwa mereka bangsa werewolf hanya dengan trik seperti ini. Sialan sekali.

"Haechan, kau tahu sesuatu tidak? Mungkin sebuah legenda atau mitos. Aku tiba-tiba ingin mendengar cerita fantasi yang kebenarannya belum bisa di pastikan." Jaemin mengambil pesanannya yang tersaji di atas nampan, memakan beberapa potong kentang goreng dan sepotong daging secara bersamaan. Haechan di depannya tertawa menyebalkan kemudian menatapnya remeh.

"Ha! Apa kau bilang? Tidak semua mitos itu tidak ada kebenarannya. Buktinya werewolf itu memang ada." Haechan mengunyah daging dan sayurnya secara cepat, buru-buru untuk melanjutkan cerita. Sedangkan Jaemin nampak mengunyah pelan menunggu Haechan mendongeng di jam makan siang.

"Dulu di desa, tempat kau dulu tinggal. Ku dengar disana ada sebuah cerita nyata masyarakat, beberapa tahun silam, entahlah mungkin puluhan tahun silam. Ada seorang pria werewolf yang jatuh hati pada seorang wanita manusia yang berhati lembut. Mereka bertemu pertama kali di tebing jurang." Haechan nampak antusias, raut wajahnya berubah menjadi serius. Bahkan saking antusiasnya, ia memakan makanannya dengan cepat. Sedangkan Jaemin merenung namun tidak berhenti mengunyah. Tebing jurang, desa tempatku dilahirkan dan bangsa werewolf? Apa mereka nyata?

"Si pria werewolf begitu gigih mendekati wanita manusia itu, begitupun wanita manusia yang menerima dirinya dengan tangan terbuka. Menurut kabar pada akhirnya mereka menikah dengan restu dari kedua orangtua si wanita dan keluarga sang pria werewolf. Mereka cukup lama tinggal di hutan dan warga desa seringkali mereka kunjungi sebagai tanda terima kasih atas restu yang mereka berikan pada bangsa werewolf untuk menikahi seorang manusia." Haechan menyelesaikan makannya, ia begitu bersemangat untuk melanjutkan cerita dengan Jaemin yang menikmati makanannya dengan santai sembari mendengar cerita Haechan.

Native [Nomin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang