Iced Tea 《 kji 》

1.5K 68 1
                                    

Seulgi tak menyangka bagaimana ia begitu kalut hanya dengan sepenggal pesan singkat yang masuk di smartphone putih miliknya dua menit yang lalu.

Dengan sedikit tergesa, gadis itu meraih handbag hitamnya, melilitkan syal coklat polos itu asal-asalan setelah merasa sedikit hangat berkat mantel bewarna senada yang telah ia pakai sejak sore tadi.

"Mau kemana, Seul?" Sapa gadis berambut merah menyala yang berdiri tak jauh dari Seulgi yang sedang menunggu pintu lift terbuka.

"Apotek." Jawab Seulgi seadanya, dan tak lupa melambaikan tangannya sebagai gesture basa basi.

Setelahnya Seulgi mengatur napasnya dalam diam, pantulan dirinya dikaca yang tersemat dalam kotak bergerak itu membuat Seulgi mendengus lelah.

Kerja lembur memang bukan hal yang baik. Namun, pergi menemui seseorang pada pukul sepuluh malam diantara waktu kerjanya dan beralasan pergi apotek, jauh lebih tidak baik.

Dan disinilah seorang Kang Seulgi berakhir. Berjalan dengan heels 7 cm-nya setelah meniti 40 anak tangga. Meski ia tahu segala resiko yang didapat karena berjalan sendirian di koridor gelap dan tentunya sepi itu, namun tak membuat langkah angkuhnya sedikitpun padam.

Seulgi sedikit meringis kala kedua tangannya kesusahan saat membuka pintu yang karatnya sudah hampir memenuhi permukaan pintu berbahan besi itu.

Tak lama lelahnya menguar kala sosok tak asing yang tengah membelakanginya itu berdiri dengan tak kalah angkuh dengan perawakannya yang tinggi semampai.

Tak ada alasan lain mengapa Seulgi mendapat euforia tersendiri saat mendapati si pengirim pesan singkat tiba mendahuluinya. Paling tidak, Kang Seulgi tidak harus menunggu. Itu saja sih sebenarnya.

"Ya! Beri aku minuman," sembur Seulgi tak kalah cepat saat si pengirim pesan singkat itu berbalik menghadapnya.

Namun, sepersekian detik berikutnya, si pengirim pesan singkat membuang mukanya, lebih memilih memandang ratusan benda penyedot energi listrik yang berkelip daripada harus melihat Seulgi yang masih sibuk melonggarkan syalnya, mungkin.

"Whoa, aku lelah bukan main, kukira jarak kantorku sangat dekat, ternyata... "

Seulgi sedikit memberi jeda pada ucapannya, setelah menyadari ia tidak direspon, ia melanjutkan celotehnya.

"Ya, ternyata lumayan jauh. Haha."

Kini Seulgi tertawa hambar dengan sebelah kananya menopang dagu di pembatas rooftop-meniru laki-laki disebelahnya itu.

Ia tak pernah menyangka akan menciptakan suasana awkward yang berlebihan macam ini, sedari tadi Seulgi hanya yakin hal ini tercipta hanya karena sudah hampir tiga bulan lamanya ia dan si pengirim pesan singkat tidak pernah bertemu. Selebihnya tak bisa disangkut pautkan dengan detak jantungnya yang menggila entah sejak berapa menit yang lalu itu.

Dibiarkannya angin malam menyapu permukaan wajah dua insan manusia yang digerayapi keheningan hampir sepuluh menit lamanya itu, sampai Seulgi, gadis itu membuka mulutnya lagi.

"Ada apa? Kau kenapa? Cepatlah, aku kesini tidak ada bayaran darimu kan? Dan asal kau tau saja, aku kesini dengan meninggalkan pekerjaanku yang amat sangat banyak itu dan aku berkilah ingin ke apotek, sangat tidak lucu kan alasanku itu."

Ucap Seulgi terus terang, minus tentang pekerjaannya yang sengaja ia hiperbolakan itu.

Merasa masih terus didiamkan, Seulgi hendak memprotes lagi, namun laki-laki yang mengenakan sepatu boots bewarna biru itu mendahului niat Seulgi,

"Shut up, Seul. My heart is now on 32° F."

Seulgi berkedip bingung.

Sekali,

Dua kali,

Tiga kali,

Sampai kedipan ke enam belas, Seulgi masih tidak mengerti ucapan laki-laki yang kini memilih duduk di sofa dengan kepala menunduk dalam.

"Jongin?" Panggil Seulgi dengan tatapan berubah sendu, namun tatapannya ini bukan diperuntukkan kepada kondisi gloomy yang Kai ciptakan tiba-tiba itu.

"Whoa, soju!" Teriak Seulgi kala melihat dua botol soju yang masih penuh isinya itu kokoh berdiri di meja dekat sofa.

"Sejak kapan kau..."

"Diamlah, cerewet. Itu hanya properti."

Seulgi menautkan kedua alisnya dalam, "Properti?".

Seulgi lantas memilih duduk di samping Jongin meskipun masih banyak pertanyaan yang berputar di otaknya yang selalu saja lambat bekerja jika sudah berurusan dengan laki-laki sebayanya itu.

"Dasar gila." Umpat gadis itu pelan.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Memang, tapi tolong maklumi, si gila ini sedang patah hati, Seul."

Dan akhirnya, rasa penasaran Seulgi yang tidak begitu penting terjawab.

Akhirnya, ia tau fungsi hadirnya saat ini.

Dengan senyum bangganya, Seulgi bangkit dari duduknya.



Done.

Kang Seulgi's FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang