O1

1K 227 142
                                    

°|•°'Sinha pov

Hujan begitu lebat hari ini, udara dingin pun sampai menusuk kedalam tulangku. Padahal aku sudah memakai mantel yang cukup tebal, tetapi tidak bisa menutupi rasa dingin yang menyeruak.

Kali ini aku sedang duduk di kantin universitas. Menunggu seseorang yang sedari tadi aku umpati namanya didalam hati. Lelaki menyebalkan itu, teman semasa kecilku.

"Sinha-yaa! " Aku menoleh di saat mendengar suara yang sangat aku kenali.

"Jimin-nie.. " Ya, begitulah aku memanggilnya. Dia sahabatku semenjak kami masih didalam kandungan. Mengapa bisa seperti itu? Karena orang tua kami memang bersahabat baik semenjak masih duduk di bangku sekolah. Jadi kami pun ikut bersahabat baik 'tidak?'.

Park Jimin dia adalah lelaki yang paling menyebalkan. Dia selalu menjahiliku, merebut mainan miliku di saat dulu kami masih kecil, dia juga selalu mengambil jatah makananku. Bukankah itu sangat menyebalkan.

Tetapi walaupun begitu, dia selalu ada di sisi ku. Disaat aku bersedih dia yang selalu menghiburku, disaat aku kesepian dia yang selalu menemaniku, bahkan dia selalu menjagaku dari setiap orang yang akan berniat jahat kepadaku.

Kalau boleh jujur, aku sangat menyayangi nya. Sangat. Benar benar sangat sayang padanya. Entah apa yang akan terjadi jika dia harus pergi meninggalkanku. Mungkin hidupku akan terasa sangat hampa bila dia tidak ada di sisiku.

"Huftt, apakah aku terlambat? " Jimin duduk disamping kursi kantin yang aku duduki. Tubuhnya sedikit basah, mungkin akibat berlari dari arah parkiran menuju ke kantin.

Terlihat begitu letih dengan napas yang terengah engah. Membuatku kasihan padanya, tapi salah sendiri dia terlambat menjemputku.

"Ck, haruskah aku beri tahu sudah berapa lama aku menunggumu di sini? Dengan keadaan hujan, aku kedinginan Park Jimin! " Jawabku ketus sambil merotasikan bola mataku jengah.

"Mianhae, tadi aku ada urusan mendadak dengan dosen mata kuliah bahasa.. " Sembari menggaruk tengkuknya dengan gugup, sepertinya dia tengah merasa bersalah saat ini.

"Ya sudah, tidak usah dipikirkan lagi. Lebih baik kita pergi sekarang! Aku sudah sangat lapar karena kedinginan. " Pinta ku kepadanya, dan hanya dibalas dengan anggukan singkat.

Hujan sudah tidak begitu lebat, hanya tersisa rintikan kecil yang masih setia jatuh dari langit. Aku dan Jimin sebenarnya beda universitas, karena rumahku dan Jimin memang bersebelahan jadi dia yang akan mengantar jemputku setiap harinya.

Universitas kami tidak begitu jauh jaraknya hanya memerlukan waktu 15 menit dari kampus Jimin ke kampus ku. Jika kalian bertanya mengapa kami tidak satu universitas. Itu karena Jimin memiliki kenangan buruk dengan salah seorang yang ada di masa lalunya.

Lelaki itu dulu memiliki seorang kekasih di saat sekolah menengah atas, dia sangatlah menyayangi gadisnya itu. Bahkan aku sempat merasa cemburu di kala itu, karena bukan dijadikan prioritas utamanya lagi.

Sampai mereka berpacaran cukup lama. Hampir satu setengah tahun, tetapi hubungan mereka kandas karena sang gadis berselingkuh dibelakangnya. Ohh, sungguh malang nasib sahabatku ini.

Tapi itu bukan inti dari persoalanya, sebenarnya mantan kekasihnya itu satu universitas juga jurursan dengan ku. Karena dia tidak mau mengenang masa lalunya yang menyakitkan. Makanya dia lebih memilih kuliah di kampus yang berbeda. Bukankah itu terdengar menggelikan.

Sungguh payah menurutku lelaki ini. Pengecut sekali, karena tidak bisa melupakan masa lalu yang membuatnya menjadi seorang lelaki yang rapuh hanya karena patah hati. Hatiku tertawa miris  melihat sisi lemah sahabatku ini.

End of Story ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang