Bab 10

4.2K 165 6
                                    

Hidup adalah drama tanpa penonton, dunia adalah panggungnya dan kamu adalah pemeran utamanya.

🍃

Jarum jam bergerak menuju angka sepuluh. Suara ramai dari televisi terdengar memenuhi ruangan bernuansa biru muda tersebut, butiran-butiran popcorn berserakan di lantai sekitaran sofa yang tengah di duduki si pemilik kamar.

Gravie. Gadis itu bersandar nyaman dengan posisi duduk kaki terlipat di depan dada, serta tangan yang memegang mangkuk berisikan popcorn.

"Ah basi!"

Untuk kesekian kalinya sebutir makanan terlempar ke layar televisi lebar di sana. Ya, kisah percintaan memang sama sekali bukan kesukaan Gravie. Diraihnya remote televisi lantas mengganti ke saluran lain.

Ibu jari gadis itu terus menekan tombol sembari sesekali berdecak karena tak kunjung menemukan acara yang tepat. Gravie jarang sekali menonton televisi, itu sebabnya ia tidak pernah tahu acara apa saja yang mereka tayangkan malam begini.

Gerakkan gadis itu terhenti ketika menemukan sebuah film layar lebar, menampilkan segerombolan cowok berpakaian didominasi warna hitam serta pernampilan yang sangat berantakan.

Gravie menegakkan punggungnya sembari mengamati, disana terlihat segerombolan cowok dengan motor sport mahal memegang senjata mengusai jalanan.

Setiap orang yang mereka temui di jalanan, entah tua ataupun muda, tak peduli laki-laki maupun perempuan, tanpa segan diancam hingga lari tunggang langgang.

Mereka meneriakkan dengan lantang sebuah lagu yang sepertinya mereka ciptakan sendiri. Setelahnya Gravie tak begitu memperhatikan karena pikirannya memusat ke satu subjek.

Derry.

Ya, gambaran cowok di film itu mengingatkannya pada sosok cowok tak bisa ditebak itu.

Kali terakhir mereka bertemu,
Derry sempat menanyakan mengenai suatu hal yang sepertinya berhubungan dengan orang suruhannya?

Dan anehnya, selama berada di dekat cowok itu, Gravie seolah tak pernah berhasil menemukan sesuatu dalam diri  Derry yang selalu bisa dengan mudah ia temukan pada cowok lain.

Derry seperti.. punya benteng yang kuat dalam membatasi dirinya sendiri.

Entahlah itu baru anggapan.
Sejujurnya Gravie enggan repot-repot memikirkan apapun mengenai cowok itu, namun rasa penasarannya sepertinya tidak bisa dicegah.

Siapa sebenarnya Derry?
Apa dia termasuk salah satu anggota perkumpulan anarkis seperti film yang saat ini ia tonton?

Mengapa dia bisa menatap Gravie dengan acuh dan terkesan tak tertarik, bahkan sedetik pun.

Lamunan gadis itu terhenti ketika mendengar suara ponsel dari arah tempat tidurnya, ia meletakkan mangkuk di atas sofa kemudian beranjak meraih benda tersebut.

Saat menatap layar benda pipih itu, Gravie terdiam sesaat. Masih dengan penelpon yang sama, namun bedanya kali ini gadis itu mengangkatnya.

"Hallo."

"Oh akhirnya, kamu kenapa sih? Aku hubungi nggak pernah ada respon, bikin kepikiran terus tau nggak.."

Gravie duduk di pinggir kasurnya, tangannya bergerak menyentuh bawah lehernya, "Nggak apapa. So, gimana test kamu minggu lalu? Lancar kan?"

"Lancar. Jangan coba ngalihkan pembicara, please.."

Gadis itu terkekeh, "Siapa yang ngalihkan, wlek." Ia menjulurkan lidah meski tak dapat dilihat orang di seberang sana.

DERRY : manusia tanpa cinta [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن