3. BROKEN

316 254 337
                                    

═════ೋ♡ۣۜۜ፝͜͡͡♡ೋ═════
ଘ ❲HAPPY READING❳ ଓ
═══ೋ♡ۣۜۜ፝͜͡͡♡ೋ═══

"Selia! Hp lo bunyi!" teriak Kenzie dari depan. Selia yang berada di dapur langsung berlari ke depan.

"Kok udah lo angkat sih?" geram Selia. Selia memang sedikit sensitif jika menyangkut soal ponsel nya.

Kenzie melirik Selia yang di sebelahnya lalu memberikan ponselnya. "Mama lo." kata Kenzie lalu kembali melayani pembeli.

Selia menatap sebentar kearah ponselnya. Masih 3 menit setidaknya mereka belum berbincang banyak.

Selia mendekatkan ponselnya ke samping telinga lalu berjalan kearah dapur. "Serius ma? Mama yakin? Terus Selia gimana?" Selia tak mampu menahan air matanya saat mama nya memberi kabar bahwa mereka akan cerai.

Sudah cukup ia berpura-pura pada dunia bahwa ia baik-baik saja. Bukan ini yang Selia mau. Selia memang tak ingin mendengar pertikaian mereka, tapi bukan berarti ia mendukung perceraian orang tuanya.

Selia menghela napas. "Selia gak akan ikut siapa-siapa ma. Selia udah besar. Selia berhak nentuin jalan hidup Selia sendiri. Mama jaga kesehatan ya. Nanti kapan-kapan Selia jengukin mama."

"Iya sayang. Kamu hati-hati disana. Nanti mama kirim alamat baru mama. Kuliah yang bener ya, Sel."

"Iya ma. Selia tutup dulu ya. Dosennya udah masuk." tanpa menunggu jawaban dari ibunya. Selia mematikan sepihak. Tubuhnya luruh kebawah. Ia menenggelamkan wajahnya diantara kedua kakinya. Menggigit bibir bawahnya agar suara tangisnya tak keluar.

"Selia! Bukannya bikin pesanan malah mojok." sindir Kenzie. Selia masih diam tak menggubris Kenzie. Ia butuh waktu untuk kembali memasang topengnya. Sebentar saja. Dia benar-benar lelah dengan kehidupannya.

Kenzie sedari tadi hanya melontarkan sindiran pedasnya pada Selia. Karena Selia tak kunjung bangun dari tempatnya. Membuat Kenzie harus bolak-balik ke dapur, ke depan sendirian.

Kenzie melirik kearah jam dinding. Satu jam sudah Selia mojok. Ia mendengus kesal. "Selia, berdiri." titahnya.

Dengan ogah-ogahan Kenzie mendekat kearah Selia. Mengangkat pelan kepala gadis itu. "Shit. Gadis gila." lirih Kenzie. Heii mana ada orang yang tidur mojok di dapur kafe pula.

Kenzie ingin membangunkan Selia. Tapi tak tega saat melihat bekas air mata yang mengering di pipinya. Kenzie tau sekarang, mungkin gadis itu menangis lalu tertidur disini.

Tangan Kenzie terulur menyingkirkan anak rambut yang nakal dari wajah Selia. Pandangannya beralih menatap bibir mungilnya.

"Bodoh! Kenapa lo gigit. Berdarah kan jadinya." lirih Kenzie sembari mengusap darahnya.

Kenzie menyisipkan tangannya di leher dan juga kaki Selia. Mengangkat gadis itu. Sebenarnya Kenzie ingin membiarkannya tapi Kenzie masih punya rasa kasihan pada Selia.

Kenzie berjalan keluar dari dapur lalu memasuki ruangannya. Oh nice ruangan Kenzie berada dilantai atas. Ia harus rela menggendong gadis ini melewati tangga.

Bukan masalah besar sebenarnya. Apalagi dengan berat Selia yang seperti kapas bagi Kenzie. "Kurang gizi." cibir Kenzie sembari melirik Selia.

Cklekk...

Kenzie menurunkan Selia di atas kasur miliknya. Matanya beralih menatap figura yang berada dinakas. "Ana, gue kangen sama lo."

***

Langit sedari tadi mengelilingi area kampus. Hanya untuk mencari Selia. Tapi nihil. Bahkan toilet wanita rela ia kunjungi demi pujaan hatinya—Cukup itu berlebihan.

Petrichor [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang