4. MANTAN

259 216 265
                                    

═════ೋ♡ۣۜۜ፝͜͡͡♡ೋ═════
ଘ ❲HAPPY READING❳ ଓ
═══ೋ♡ۣۜۜ፝͜͡͡♡ೋ═══

"Pacar lo gak disamperin?" sindir Kenzie sembari menoleh, memandang Selia sebentar. Lalu melirik Langit yang duduk anteng depan meja bar.

"Dia bukan pacar gue, Kenzie!" Selia mencak-mencak. Lalu pergi mendahului Kenzie. Selia pundung saat Kenzie terus menyebut Langit sebagai pacarnya.

Kenzie menatap Selia yang hilang ditelan pintu lalu beralih menatap Langit. "Mau pesen atau bikin rusuh?"

Langit tak menjawab pertanyaan Kenzie. Ia berdiri lalu pergi menuju dapur, tapi saat tangannya hendak memutar knop pintu Kenzie mencekalnya. "Apaan sih lo! Gue mau ketemu, Selia."

"Selia, lagi kerja. Waktu masih banyak kalau mau ketemu. Kecuali kalau lo mau mati sekarang." Langit melototi Kenzie galak.

"Lo doain gue cepet mati?" tanya Langit tak percaya. Baru sekali ia bertemu dengan modelan kaya Kenzie. Sebelum-sebelumnya orang-orang selalu ramah padanya.

Kenzie menaikkan sebelah alisnya seolah menanyakan kenapa?

"Kok lo gak sopan banget sama pembeli? Gak tau pepatah 'pembeli itu raja' udah pucet gak sopan lagi." sindir Langit.

Kenzie menghela nafas kasar. "Pertama lo gak beli. Kedua lo udah mukul gue sesuka lo. Ketiga umur gue jauh lebih tua dari lo. Sekarang siapa yang gak sopan? Lo atau gue?"

Skak matt—perkataan Kenzie mampu membungkam Langit. Perkataan Kenzie menyinggung langit sampai ke ulu hati. Langit menatap Kenzie dengan wajah tanpa ekspresi. Walaupun Kenzie cenderung pendiam tapi sekalinya bicara selalu pedas.

Mata tajam Kenzie menghunus kearah mata Langit. Bibirnya terangkat memberi smirk—seakan mengejek Langit. Seperkian detik kemudian suara dentuman keras tepat dihadapan wajah Langit.

Brakk...

Kenzie menutup pintu dengan kasar atau lebih tepatnya membanting lalu mengunci dari dalam. Butuh waktu beberapa menit untuk Langit menyadarinya. Setelahnya Langit mendumel di depan pintu, tapi tak di gubris oleh Kenzie.

"Jangan dibuka!" lirih Kenzie. Matanya masih menatap layar ponselnya. Selia menoleh kearah sumber suara lalu meletakkan asal cake buatannya.

"Itu pesanan om! Nanti kalau pelanggannya marah gimana? Mau tanggung jawab?" Selia gondok dengan ulah dengan bosnya satu itu.

"Gue bukan om lo! Gue masih muda!" ujar Kenzie tak terima. Baru kali ini ia dipanggil 'om'. Setua itukah dia? Atau emang mata Selia yang burem.

"Bilang aja mau pacaran," kata Kenzie lagi. Ia mendongak menatap Selia yang berada di depannya.

"Nggak! Buktinya mana? Gak ada kan, maneh sok tau pisan." ujar Selia sembari mengambil piring cake yang ia taruh tadi. Ia berjalan membuka pintu dapur.

"Eh! Lo nggak papa kan?" tanya Langit dengan tatapan mengintimidasi. Selia menggelengkan kepalanya lalu berlalu meninggalkan Langit.

"Lah kok ninggalin?" Langit ngedumel. Ia beralih menatap Kenzie yang duduk di dalam dapur, gara-gara itu cowok Selianya jadi murung. Tak ada gairah untuk hidup sama sekali.

"Langit, mending lo balik. Gue masih kerja." lirih Selia setelah mengantar pesanan.

Langit menganggukkan kepalanya. Tangannya terulur menepuk pelan kepala Selia. "Gue tungguin sampai selesai."

"Gak usah. Lama."

"Tap—"

"Nggak bisa, Ngit. Gue kerja bukan liburan!" sarkas Selia.

"Oke. Gue balik, kalau ada apa-apa telepon." Selia mengangguk sembari menggeret lengan Langit untuk keluar dari kafe tempat ia bekerja.

Kenzie yang dari tadi memperhatikan keduanya hanya diam menyimak. Rasanya aneh kalau memang Langit pacar Selia. Apalagi Selia yang tak mau mengakuinya.

"Long time no see, baby." Kenzie melototkan matanya saat mendengar suara itu. Matanya memicing menatap gadis yang mendatanginya. Penampilannya jauh berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Dulu gadis itu akan selalu memakai pakaian sopan, tapi sekarang jauh dari kata sopan.

"Kenapa? Kangen ya? Maaf lama." ujar gadis itu. Kenzie hanya diam tak memperdulikannya. Bohong kalau dia tak bahagia. Tapi juga terdapat rasa sakit yang begitu mendalam.

"Tau pintu keluar kan?" tanya Kenzie datar. Kenzie menepis kasar tangan Ana yang bergelayut manja pada lengannya.

"Kamu ngusir aku?"

"Iya."

Ana mencebikan bibirnya. Mungkin ia terlalu lama meninggalkan Kenzie hingga akhirnya laki-laki itu seperti ini. Ana tersenyum miris merutuki kesalahannya.

"Ken, aku minta maaf. Aku bisa perbaiki. Kita mulai lagi dari awal. Kamu mau kan?"

"Mimpi!"

"Eh, Mbak nya siapa? Karyawan baru ya?" tanya Selia sambil tersenyum ramah.

Ana mengalihkan perhatiannya pada Selia. Bagaimana bisa dia disetarakan dengan karyawan. Big no! Itu namanya pencemaran nama baik.

"Sorry. Mata lo gak liat penampilan gue modis gini? Terus seenaknya lo bilang gue karyawan. Udah gila kali ya." Ana mencak-mencak sedangkan Selia menunjukkan cengirannya.

"Kenapa nggak pecat aja karyawanmu itu. Gak sopan."

Kenzie berdiri mendekati Selia lalu merangkulnya. "Dia calon istri gue." jawab Kenzie. Selia menutup mulutnya. Jackpot! Duh Gusti senangnya. Kapan lagi di giniin sama mas crush.

"What?! Calon istri? Selara kamu jadi murahan gini." ujar Ana tak terima. Hatinya terasa sakit saat beberapa tahun terakhir ia menjaga hatinya hanya untuk seorang. Tapi nyatanya apa? Balasannya malah gini.

"Jaga omongan mbak! Saya bukan murahan! Mbaknya cantik, tapi attitude nya nol gede." ketus Selia. Suasana hatinya seketika anjlok saat mendengar hinaan dari Ana.

"Emang bener. Lo itu udah ngerebut, Kenzie. Sadar diri dong!"

"Cukup! Gue gak suka lo ngehina cewek gue. Apalagi tepat di depan mata gue sendiri. Mending lo keluar!" titah Kenzie. Selia menatap Kenzie tak percaya. Dia dibela Kenzie! Tapi tunggu dulu Selia bukan gadisnya. Hubungan mereka masih sekedar bos dan karyawan.

Ana berdecak sebal. "Awas aja lo! Urusan kita belum selesai." ujar Ana pada Selia. Lalu melangkah keluar dapur sembari menghentakkan kakinya.

Kemana Kenzie yang dulu selalu membelanya? Kemana Kenzie yang dulu selalu menemaninya? Dimana Kenzie yang bersikap hangat? Kenapa jadi dingin? Se-fatal itukah kesalahannya?

Kenzie menoleh memastikan Ana pergi. Lalu melepas rangkulannya. "Jangan pede!"

"Nggak pede. Cuma melayang ke angkasa." ujar Selia. "Lo suka sama gue ya? Sampai nge—klaim jadi calon bini. Meleleh adek bang."

"Akting! Jangan baper! Gue gak mau tanggung jawab." ujar Kenzie lalu pergi meninggalkan Selia yang sibuk senyum-senyum sendiri.

"Gak papa akting. Tapi nanti pasti beneran! Gue yakin lo juga bakalan jatuh sama pesona gue. Kaya gue jatuh ke dalam pesona lo, Ken." lirih Selia.

Selia kembali membuat pesanan. Rasanya beban yang baru saja ia pikul hilang seketika. Semudah itu Kenzie merubahnya. Ahh andai Selia bisa dapetin Kenzie mungkin dunia bakalan serasa milik berdua, yang lain ngontrak. 

・✧▭▭▭✦◦✧◦✦▭▭▭✧ ・

Makasih buat yang udah mampir
Jangan lupa vote, coment & follow
Maaf kalau banyak typo
See you next part:)

Petrichor [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang