#4

11 0 0
                                    

Pagi ini aku bangun dengan segar. Tadi malam aku bisa tidur lebih awal dari biasanya. Walaupun tidak ada kelas pagi, aku harus pergi ke kampus karena sudah berjanji untuk mengajari Bimbo mata kuliah Abstrak. Seperti biasa, kukayuh sepeda dengan perlahan sembari menikmati asrinya jalan dari kost hingga kampus. Setelah memarkirkan sepeda, aku langsung menuju rooftop. Aku melihat Bimbo belum ada di sana. Lebih baik aku belajar dulu sembari menunggu Bimbo. Aku tidak lupa memutar musik klasik sebagai pengiring belajar. Entah mengapa, aku akan lebih berkonsentrasi jika belajar sambil mendengar musik klasik.

Hampir satu jam menunggu dan Bimbo belum datang juga. Bukannya karena bosan, tetapi aku khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada Bimbo. Secara, aku mengenal Bimbo merupakan anak yang disiplin dan tidak pernah telat. Lebih baik sekarang aku menghubungi Bimbo. Ketika hendak menekan tombol dial, Bimbo muncul dari tangga dengan napas yang ngos-ngosan.

"Maaf Re gue telat!" Ia langsung melontarkan kalimat itu.

"Ya emang elu telat." Aku menjawab. Memang nada bicaraku terdengar sarkas.

"Maaf dong Re!" Bimbo masih pada posisinya dan napasnya masih tersengal-sengal.

"Heran aja. Tumben elu datang telat. Biasanya kalau buat janji, elu yang nungguin bukan yang ditungguin." Sebenarnya aku tidak marah. Hanya saja aku heran tidak biasanya Bimbo seperti ini.

"Tadi sebenarnya bisa aja gue datang tepat waktu. Tapi tadi waktu pamitan nyokap gue minta tolong ada sesuatu yang harus gue kerjakan." Bimbo menjelaskan.

"Never mind Bim. Harusnya tadi lu hubungin gue. Gue takut elu kenapa-kenapa. Secara elu itu orangnya gak pernah telat." Aku mengutarakan kecemasanku. "Ya sudah sekarang kita mulai belajarnya ya. Ayo kamu pimpin dalam doa." Aku meminta tolong pada Bimbo dan Bimbo memulai pembelajaran di dalam doa.

"Gini ya Bim, sebelumnya lu gak boleh main-main sama mata kuliah Abstrak Aljabar ini." Setelah kupikir-pikir perkataanku seolah-olah mengintimidasi.

"Iya Re makanya gue minta tolong ajarin sama lu." Tuh kan benar. Wajah Bimbo kini terlihat masam.

"Eh Sorry. Anu, maksud gue, jangan karena mau ujian aja belajar. Kalau perlu, tiap hari kamu harus berlatih minimal satu soal." Aku memberi saran.

"Makanya itu Re. Kayaknya udah telat deh gue nyadarinnya sekarang. Gak yakin gue bakal lulus di mata kuliah ini." Bimbo mulai pesimis.

"Jangan pesimis gitu juga Bim. Maksud gue bilang gitu, coba deh berapa hari sudah lu lewatin di semester ini. Make up semua ketinggalan lu dengan belajar double. Mulai hari ini minimal lu ngerjain lima soal Abstrak dalam satu hari. Ingat ya, itu baru soal Abstrak loh. Belum soal mata kuliah lainnya." Aku menjelaskan dan dibalas dengan anggukan oleh Bimbo. "Lagian UTS dua minggu lagi. Gue pikir itu masih bisa terkejar sih kalau lu menjalankan sesuai saran gue. Nah di UAS nanti, usahain nilai lu bagus. Jadi caranya sesudah UTS, perbaiki cara belajar lu. Sepertinya materi UAS lebih sedikit sih. Sesuai kontrak perkuliahan, di meet sembilan sampai lima belas itu materi Homomorfisma doang. Jadi materi UTS yang lebih kompleks." Aku memberikan penjelasan panjang-lebar berharap Bimbo merasa lega.

"Apaan tuh Homomorfisma?" Geram mendengar pertanyaan Bimbo. Berarti ia memang tidak berusaha mencari tahu materi sebelum disampaikan oleh dosen. Ingin marah tetapi takut Bimbo pesismis lagi.

"Sini gue jelasin." Aku mendekat kepada Bimbo.

"Kalau menurut yang gue searching sederSaranya Homomorfisma itu fungsi yang mempertahankan operasinya. Pokoknya nanti dia monomorfisma, epimorfisma dan sebagainya. Tapi kayaknya kita gak perlu bahas itu dulu deh. Sekarang apa yang paling elu bingung dari materi yang sudah kita pelajari?"

"Yang grup komutatif sama grup siklik. Sebenarnya bingung semua sih. Tapi materi itu asli gue gak paham sama sekali." Muka Bimbo lucu jika seperti ini.

"Ini nih gue udah buat modul." Aku memberikan modul yang minggu lalu selesai aku ketik.

"Gile lu Re bisa buat modul. Ngapain lu buat modul?" Tanya Bimbo heran.

"Tugas gue dari BEM. Gue kan bidang akademik. Jadi harus membuat kontribusi berupa modul gitu yang sesuai dengan materi jurusan. Kak Tito nyaranin buat modul Abstrak aja supaya mahasiswa bisa lebih paham dengan bahasa yang sederSara. Ya gue buat itulah." Aku menjelaskan. Memang selama ini Bimbo tidak terlalu mengetahui kesibukanku di BEM.

"Lu buat sendiri?" Ia bertanya masih dengan keheranan.

"Gak mungkinlah. Gue dibantu sama kak Kiko kadiv akademik prodi kita." jawabku.

"Emang lu terkenal banget ya Re. Gue boleh bawa ini?" Bimbo bertanya dengan menyunggingkan senyuman sok manis.

"Boleh sih. Tapi lu print lagi ya yang ada di FD gue. Atau lu copy itu aja gih. Gue gak punya dana lagi kalau harus print ulang." Tidak salah kalau aku jujur.

"Gapapalah gue copy ini. Aslinya nanti gue balikin ke elu. Kalau udah ada azimat gini, gue pasti lulus mata kuliah Abstrak. Pasti." Serunya mantap.

"Apaan yang elu jadikan azimat? Bim, jangan bilang elu frustasi dan pergi ke dukun minta azimat agar lulus mata kuliah ini." Aku mengintrogasi.

"Maunya sih gitu. Atau gue pergi ke dukun aja kali ya Re minta azimat supaya gue lulus. Eh tanggung amat supaya lulus, kalau bisa azimatnya buat gue dapat nilai A tanpa belajar." Aku mulai ngeri mendengar Bimbo.

"Apaan sih elu pakai yang kayak gituan. Bim, kalau mau pintar dan lulus mata kuliah itu caranya belajar bukan minta azimat sama dukun. Yang ada dukun itu bakal jitak kepala kamu." Aku kesal. "Eh emang beneran kamu pakai azimat?" Ya, aku masih penasaran.

"Iya gue pakai." Jawab Bimbo datar.

"Seriusan lu Bim?" Aku kembali bertanya karena masih heran.

"Hahaha Rene kok lu polos amat ya." Fix, gue ditertawain sama anak ini. "Maksud gue modul lu ini jadi azimat buat gue." Oh jadi itu maksud dia.

"Sumpah gue dikerjain. Awas lu ya." Aku memonyongkan mulut pertanda kesal.

"Habisnya lu polos amat." Bimbo masih ketawa.

"Lagian itu modul ya bukan azimat. Modul itu dipelajarin bukan diagung-agungkan. Lagian kok lu masih percaya yang begituan sih?" Mana terima modulku dikatakan azimat. Menurutku azimat itu hanya untuk orang-orang yang pikirannya belum terbuka. Aku tidak percaya dengan yang namanya azimat atau sejenisnya. Kalau mau pintar, caranya belajar dengan tekun.

"Ya gue juga mana percaya sama azimat. Itu hanya istilah loh Reneku. Lu tahu majas gak sih? Atau di otak lu hanya terdapat rumus-rumus matematika?" Bimbo kembali tertawa setelah melontarkan pertanyaan itu. Ralat, aku rasa itu bukan pertanyaan. Lebih tepatnya ejekan.

"Terserah deh lu mau bilang gue tidak tahu majas. Yang jelas lu harus belajar. Awas kalau nilai UTS lu C. Gue gak akan ngajarain lu." Aku mengatur nada bicaraku setegas mungkin. "Ini coba lu kerjain soal ini." Aku membuka modul halaman 7 mengenai teori grup dan teori ring.

"Ya, masa langsung ngerjain soal?" Bimbo merancau.

"Ini masih teori Bim belum soal hitungan. Gue mau lihat prior knowledge lu sebelum masuk ke soal hitungan." Aku menjelaskan.

"Serasa ngajar beneran ya cek prior knowledge peserta didik dulu." Bimbo menyunggingkan senyumnya.

"Kan calon guru." Aku memperhatikan jam tangan sembari memperkirakan berapa menit waktu yang cocok bagi Bimbo mengerjakan soal itu. "Karena soalnya lumayan mudah, gue kasih waktu lima menit aja ya. Habis itu nanti kita bahas terus langsung masuk ke soal hitungan ya." Aku menunggu jawaban Bimbo.

"Ya sudah lima menit boleh. Maaf Re, aku fokus dulu ya. Jangan ajak ngobrol dulu." Bimbo mengingatkanku sopan.

"Oke gue tunggu sampai jarum panjang jam tangan gue ke angka empat." Aku mengingatkan. Lansung saja aku kembali memasang earphone dan memeriksa soal-soal pengayaan yang akan aku berikan kepada adik-adik tuteeku.

***

TutriceWhere stories live. Discover now