Jendela 8

101 25 15
                                    

Jumat malam di kafe biasa, Regin memainkan embun es yang menempel di gelas sambil menyimak cerita Cia soal persiapan pernikahannya yang masih jauh dari kata siap. Masih banyak seabrek dokumen yang mereka harus urus dan daftarkan ke kedutaan. Belum lagi harus bersabar dengan masa tunggu pencocokan data dengan wawancara. Jika disetujui mereka akan mendapat prospective marriage visa yang berlaku selama tiga bulan.

"Semua dokumen pasti akan selesai satu-satu."

Cia mengangguk, kemudian seenak-enaknya mengganti topik obrolan mereka, berfokus pada Regin.

"Oia, Regin ketemu orang dari facebook loh." Dia menyentuh lengan Nathan. Mendengar suara Cia Regin berhenti memainkan embun es.

"Regin?" Nathan memicingkan matanya pada Cia, dia tertawa. "Akhirnya. Seperti apa orang itu?"

Regin mengambil ponsel dan memperlihatkan Dale dengan bangga.

"Looking nice babe." Ekspreasi Cia terlihat berlebihan menatap Dale untuk pertama kali. Ekspresi yang justru memantik curiga Nathan, "Memang kamu baru lihat?"

"Sebelumnya Regin baru cerita ciri-cirinya ke aku. Ini pertama kali, ternyata ganteng. Tapi, ganteng kamu sih Hon." Cia mendaratkan ciuman ke pipi Nathan.

"Kalian sudah webcam?" Nathan semakin skeptis. "Come on kalian sudah berapa lama saling kenal, dari cerita kamu, aku bisa simpulkan kamu sudah sangat jatuh cinta. Dulu tiga hari mengenal Cia, kita langsung komunikasi via webcam."

Regin terkekeh mendengar ceramah konyol Nathan. "Pasti. Menurut kamu aku seceroboh?"

"Aku mengatakannya karena aku peduli kamu. Karena, tidak semua orang yang kita kenal di internet adalah orang jujur. Jangankan orang asing sepertiku, penipu orang yang dari sesama bangsa saja banyak. Istilahnya scammer love. Jangan sampai foto yang dikasih ke kamu adalah foto orang lain. Awalnya memang care, intens tapi ujungnya hanya tukang tipu. Mereka hanya mengincar uang dengan cara mengendalikan kehidupan kita. Membuat kita merasa hampa tanpa orang itu dan kemudian membuat kita bersedia melakukan apapun untuk dia." Cecar Nathan. Cia menyentuh lengan Nathan agar dia berhenti dan lebih santai menghadapinya. Nathan pun kemudian diam.

"Makasih infonya, Nat." Regin mengangguk dan menyesap minuman dinginnya. Scammer love sama sekali tidak pernah terlintas di dalam kepalanya, dia jelas-jelas anak baru yang butuh banyak bimbingan.

Perkataan Nathan berputar terus sementara orangnya sudah pulang satu jam lalu setelah mengantar Cia dan dirinya sampai ke rumah kos. Selesai mandi, Regin segera menelepon Dale, tidak ada jawaban meski sudah dicoba berulang kali. Dia memandangi simbol kamera di pojok atas kiri berwarna abu-abu, dia menyentuhnya. Dia akan melakukannya tanpa memberitahu Dale, wajahnya masih mendominasi layar.

Regin meremas jari-jarinya sendiri menunggu panggilan video diangkat. Mulutnya komat-kamit come on pick up berulang kali, hingga panggilan itu berakhir sendirinya. Regin mencoba tiga kali, semuanya berakhir sama. Beberapa menit kemudian, muncul pesan masuk dari Dale.

"Apa?"

"ApaAku telepon kamu!" Balas Regin kesal.

Dale tidak membalas, Regin mendengus kesal. Dale di sana tapi dia sengaja tidak mengangkat panggilan video maupun teleponnya. Dale memaku dirinya didepan laptop, masalahnya bukan hal sederhana yang mudah diceritakan. Dale mengetik sesuatu, terlihat typing di dalam jendela Regin yang muncul cukup lama, seolah Dale sedang mengetik sebuah wasiat yang panjang. Namun selang beberapa detik, muncul pemberitahuan bahwa Dale menutup jendelanya, A_Dale is offline. Regin menggeram-teriak memaki Dale dari balik layar. Teriaknya terdengar ke kamar sebelah, kamar Cia, hingga dia keluar dan mengetuk-ngetuk pintu kamar Regin, memastikan apa yang terjadi pada sahabatnya.

The WindowWhere stories live. Discover now