Jendela 14

51 18 4
                                    

Hai, Regin and I are back. Gimana kabar kalian semua? Semoga selalu baik dirumah aja. Tetep semangat meski WFH atau kuliah dari rumah diperpanjang yah. 

Kalau kata Lauv. I'm so tired stay at home, stay home, stay at home. Just wanna go out, wanna go out, wanna out. HAHAHAHA oke' gariing.

Siapa tim Dale dan mana tim Bayu?  Tim Dale ngopi Dalgona dulu yah.... Soalnya bab ini masih akan tentang Regin dan Bayu. 

Kuy, lanjut baca. 

************************************************************************************

"Sukanya traveling kemana?" Tanya Regin melalui pesan teks. Sejak mereka bertukar nomer telepon, aplikasi pesan teksnya jadi meriah notifikasi.

"Laut. Free diving is my favorite one." Terangnya kemudian bergegas mencari foto-foto liburannya untuk diperlihatkan pada Regin.

Enam foto berderet masuk. Regin melihat sosok santai dan bebas berdiri berlatar matahari terbenam di sebuah pantai, kemudian di dalam air, dibawah pohon kelapa, dibawah air diantara terumbu karang, ikan, ubur-ubur dan di atas perahu. Jiwa petualang terpantul dari mata di dalam setiap foto yang berhasil membuat kesan lebih dalam di hati Regin tanpa Bayu menyadarinya.

Setiap orang memiliki cara menunjukan kasih sayang dan perhatian. Kedekatan mereka menuju kearah yang lebih jauh lagi. Melangkah berdua berhari-hari, saling dukung, saling menjadi tempat bersandar ketika lelah, saling berusaha meningkatkan daya tarik, saling berusaha menemukan irama terbaik agar perbedaan komunikasi mereka tidak akan pernah jadi batu sandungan.

Kebiasaan bertukar pesan setiap hari dan hampir kapan saja ketika bersama Dale rupanya membuat Regin tidak siap jika orang baru yang datang tidak memiliki pola atau cara yang sama dalam memperlakukannya. Dia tidak biasa jika Bayu hanya menyapanya sekali-dua kali dalam sehari dan hanya bertemu sekali dalam satu minggu meski kotak makan siang masih terus dia kirim. Hal itu menimbulkan perang sendiri karena dia harus berhenti membandingan Bayu dengan Dale.

Suatu malam ketika Bayu mengantar Regin pulang, dia membaca raut wajah tidak biasa yang tidak ingin dia lihat. Sekalipun baginya saat ini Regin adalah segalanya, disuguhi raut muka muram ketika dia berusaha menemui Regin disela-sela kesibukan tetap membuatnya kesal. Selama sepuluh menit, mereka cuma diam di dalam mobil. Masing-masing hanyut ke dunia di dalam ponsel.

Dengusan Regin memecah kekakuan mereka, Regin bergeges keluar. Bayu lantas menahannya.

"Aku cape."

"Aku tahu." Sahut Bayu mendekati Regin untuk menarik kembali pintu mobil. "Lagi ada masalah dikantor?"

Regin menggeleng sebagai jawaban.

"Mukanya kenapa gitu?"

"Aku cuma cape."

"Jangan kasih aku kode, bilang terus terang hal yang ganjal pikiran kamu."

Merasa di desak, Regin akhinya buka suara. "Kamu cuek. Chat pelit, jarang mau di ajak telepon apalagi diajak ketemu. Susah. Harus tunggu jadwal dari kamu."

Bayu terkekeh, sebelah bibirnya tersenyum getir.

"Aku memang bukan tipe orang suka ngobrol panjang-lebar di chat atau telepon. Tapi, bukan artinya cuek. Adanya begini. Kalau soal ketemu, jarak depok-tebet kan lumayan jauh, bukan jauhnya tapi macet. Akan jadi kurang efektif kalau aku maksain ketemu kamu setelah pulang kerja tapi, waktu kita ketemu nanti hanya akan sebentar."

The WindowWhere stories live. Discover now