(9) Luka

243 97 168
                                    

Keputusan mama sudah bulat, pesawatnya telah lepas landas. Gue baru aja pulang nganterin mama ke bandara, dan sekarang gue lagi di kamar, merebahkan badan sambil menatap langit-langit kamar. Semuanya benar-benar berasa kayak mimpi. Jika memang ini mimpi, gue ingin lekas bangun dan mengakhiri mimpi panjang yang menakutkan ini.

Mama bilang, dia akan bekerja dengan adiknya yang merupakan seorang karyawan restoran di Malaysia.

"Kenapa semuanya kayak gini. Ayah ninggalin Zeya, sekarang mama juga. Besok siapa lagi hah?" gue berteriak sekeras mungkin di kamar. Nggak peduli dengan tetanga yang mungkin merasa terganggu.

Gue merasa seolah takdir baik tak pernah berpihak pada gue. Sekarang semesta seolah menertawakan betapa menyedihkannya gue.

Air mata di pelupuk mata tidak sedikit pun berhenti, dan gue sendiri enggan untuk mengahapusnya. Di sini mama nggak salah, dia pergi demi gue dan Riyan. Tapi gue nggak sanggup. Gue yang dari kecil udah biasa dimanja sama mama, akan ngerasa ada yang hilang jika mama tidak ada.

Ceklek

Pintu kamar gue dibuka. Terdengar suara decitan antara lantai dan ujung pintu yang bergesekan. Gue hanya diam, tak peduli siapa yang masuk ke dalam kamar.

Orang itu menghampiri gue, lalu duduk di tepi ranjang. Dia adalah Della.

Della turut merebahkan dirinya di ranjang gue, turut menatap langit-langit kamar gue. Dan sekarang, yang ada di sisi gue cuma Riyan, Della, dan mungkin Razil.

"Nazeya. Gue tau lo rapuh. Gue tau lo capek. Dan gue tau lo sakit," Della membuka suara setelah hening beberapa saat.

Gue hanya diam tak menjawab. Hanya ada isakan yang tak henti-henti.

"Sebelum pesawat yang ditumpangi mama Jeni lepas landas, dia nelpon gue. Dia nyuruh gue ke sini, nyamperin lo. Gue juga sempat kaget, dan bahkan ngira ini cuma becanda, tapi ternyata enggak,"

Iya, nama mama gue adalah Jeni Tarisha. Teman-teman terdekat gue juga ikut memanggil mama dengan sebutan mama. Della udah menganggap orang tua gue sebagai orang tuanya, begitu sebaliknya.

"Satu hal yang harus lo tahu. Disaat lo merasa dunia jahat, di saat lo merasa dunia lagi mainin lo. Lo harus yakin, akan ada satu sisi di dunia yang menerima lo dan akan ngasih kebahagian buat lo. Dan salah satu sisi itu adalah gue,"

"Gue di sini keluarga lo Ze. Gue udah anggap lo kakak gue. Lo yang selalu ada saat gue rapuh. Dan kini giliran gue untuk ada sebagai sandaran buat lo. Gue yakin, mama Jeni akan kembali. Dia pergi demi lo dan Riyan,"

"Gue nggak tau, gue akan sanggup atau nggak Dell," jawab gue lirih di sela-sela isakan yang sulit untuk ditahan.

"Gue yakin lo bisa. Gue tahu, lo cewek yang kuat," jawabnya.

Setelah itu hening, tak ada suara hingga gue terlelap dan tiba di alam bawah sadar. Gue tertidur dengan air mata yang mengering di pipi.

 Gue tertidur dengan air mata yang mengering di pipi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
About ZeyaWhere stories live. Discover now