MT. PRAU#1

228 12 0
                                    

PART 1

Semesta tau mana waktu yang tepat untuk kita melakukan sesuatu. Jangan pernah membantah, karena pada waktu itulah kita akan merasa sempurna dan benar-benar sempurna. Bulan Desember tiba, tidak jarang hujan turun begitu lebat. Aku yang sedang merenung sambil menikmati secangkir kopi, serasa terpanggil oleh alam untuk menapakan kaki pada suatu ketinggian. Apakah ini jawaban dari semua mimpiku? Ku yakin begitu.

Mentari menyapaku pagi ini. Aku berniat untuk pergi menemui tetangga ku. Namanya Mas Irvan. Dia salah satu orang di kampungku yang suka dengan alam. Alam itu sangat indah, agung, elok, tapi sayang jika tidak bisa dinikmati, disyukuri, dan dijaga sepenuh hati. Kalau bukan kita yang menjaga, lantas siapa lagi?

Aku datang pada suatu rumah kampung yang tidak jauh dari rumahku. Begitu sederhananya rumah itu. Dindingnya masih dari kayu, lantainya masih murni dari tanah, di sekitar rumah juga banyak tanaman hijau yang sangat subur, depan rumah juga ada suket jipang, dan juga ada gubuk kecil yang nyaman untuk duduk sambil bersanding dengan kopi dan tawa hati. Memang sederhana, tetapi nyaman untuk dihuni. Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan kemewahan. Karena bahagia yang sesungguhnya adalah kita bisa memberikan kebahagiaan yang utuh bagi orang lain.
"assalamualaikum, permisi," sapa ku
"waalaikumsalam, oh sini nduk masuk," jawabnya

Aku pun memulai permbicaraanku tentang apa itu mendaki dan bagaimana untuk bisa mendaki. Ia pun tak segan-segan untuk memberikan informasi. Setelah cukup lama ngobrol sana-sini, akhirnya aku pulang karena ia akan segara menjemput emaknya di pasar.

Aku bingung dengan kata mas Irvan yang mengena pada hati dan niatku. Dia berkata, "mendaki itu yang menjadi syarat utama dan pertama yaitu restu dari orang tua". Selama ini, aku tidak pernah diizinkan untuk keluar melakukan kegiatan alam bebas, meskipun sering main ke pantai tetapi juga dengan keluargaku. Aku juga sering mengikuti kegiatan pramuka di sekolah, tetapi itu juga kadang kena bantah. Disini aku semakin tidak yakin bahwa langkahku kali ini akan didukung oleh orang tuaku. Mungkin alasan mereka tidak mendukungku, karena aku cewek dan dulu aku sering sakit-sakitan. Iya lemah, tetapi Insyaallah sekarang sudah tidak. Aamiin.

Setelah berfikir satu dua hari, akhirnya aku putuskan untuk menceritakan keinginanku dan aku berusaha meyakinkan hati mereka. Disini, aku tidak meminta uang atau perlengkapan, yang aku minta dari mereka hanya doa supaya aku bisa pulang dan bertemu mereka dengan selamat. Dan benar hipotesaku, orang tuaku menyanggah apa yang menjadi anganku. Aku bingung harus bagaimana lagi. Mas Irvan yang akan menjadi partner mendakiku, tidak mau mendaki jika aku belum memiliki izin yang benar-benar diacc.

Beberapa jam kemudian, orang tua ku memberikan jawaban yang cukup tidak bisa dipercaya.
"sudah, kalau mendaki carilah gunung yang aman dan kamu harus bisa jaga diri baik-baik," kata bapakku
Kebahagiaan yang selama ini aku impikan, akhirnya terwujud pada awal Desember 2019. Aku bingung harus memberikan ucapan terimakasih bagaimana dengan semesta, sungguh sempura. Tidak jarang aku seperti ingin menetaskan air mata kala ingat keputusan itu.
"Alhamdulillah ya Rabb, terimakasih bapak ibu," Sontak aku memeluk ibukku
Keputusan itu menjadi kado terindah dalam 17 tahunku ini.
.
.
.
.
.
Jangan lupa dikasih bintang dan komentar. Terimakasih. Maaf masih banyak kesalahan. Selamat melanjutkan di part berikutnya.

JEJAK LANGKAHWhere stories live. Discover now