MT. SINDORO #2

44 0 0
                                    

(part 2)

     Suara takbir berkumandang ketika idul fitri dan idul adha. Merinding jika dihayati sesuai makna yang ada pada ayat itu. Kebetulan malam ini malam idul adha, jadi sembari aku prepare untuk mendaki, aku mendengarkan takbir yang dikumandangkan. Suara lantunan takbir mengingatkan ku pada moment tepat 2 tahun lalu. Aku kehilangan seseorang yang aku sayang. Beliau adalah budheku yang sudah aku anggap ibu sendiri. Kini hanya doa yang dapat aku berikan kepadanya.

     Sebelum tertidur, aku membuka handphone untuk memastikan kawan-kawan siap untuk mendaki. Namun, kabar yang tidak enak datang. Bima yang awalnya semangat untuk ikut, ternyata dilarang oleh ibunya karena cuaca ekstrim. Entah rasa apa ini, aku seperti ingin meneteskan air mata. Mimpi yang selama ini dinanti akan gagal dalam semalam. Aku bingung, aku sangat ingin dia berangkat bersamaku. Aku yang sudah mengantuk lalu terlelap tanpa tahu kepastian Bima.

     Suara adzan subuh menggema di alam raya. Aku terbangun lalu mengambil wudhu dan bergegas sholat subuh. Suasana pagi ini sangat dingin, aku tidak tahu bagaimana nanti dinginnya di gunung. Kondisi itulah yang menyebabkan aku takut akan hipotermia. Ah insyaallah tidak. Usai mandi dan sholat ied, aku mendapat kabar bahwa Bima diberi izin oleh ibunya. Sungguh hal yang tak terduga. Mungkin semesta sedang berpihak pada ku dan kawan-kawanku.

     Senja mulai datang di cakrawala kala sore itu. Aku sudah siap untuk berangkat. Bima menjemputku lalu kita berangkat bersama ke rumah Ucup, karena kami takut jika tidur di rumah masing-masing yang terjadi adalah berangkat kesiangan. Aku, Resta, dan Bima tidur di rumah Ucup. Mala dan Haqi tidur di rumah masing-masing dan kami berencana bertemu di jalan. Ba’da sholat magrib berjamaah di mushola, Aku dan Bima mencari logistik dan membeli bahan bakar sepeda motor kami. Malam itu Haqi datang bersama Dicko untuk memberikan mastras yang mereka pinjam, supaya besok pagi tidak ada lagi acara packing yang sangat merepotkan. Sebelum Haqi pulang, kami datang ke tempat penyewaan. Kami menyewa alat yang diperlukan saat mendaki.

     Bintang dimalam ini gemerlap memenuhi angkasa. Kemungkinan esok cuaca sangat cerah bahkan panas. Kami packing barang sampai pukul 22.00 WIB karena memang sambil ngobrol dan bercanda ria. Malam itu menjadi awal perkenalan Bima dengan kawan-kawanku. Mungkin yang bermula dari canggung jadi nyaman untuk berkunjung.

.
.
.
.
.
Jangan lupa dikasih bintang dan komentar. Terimaksih. Maaf, masih terdapat banyak kesalahan. Ditunggu ya "JEJAK LANGKAH 3"

JEJAK LANGKAHWhere stories live. Discover now