MT PRAU #4

115 8 0
                                    

(part 4)

Kami melanjutkan langkah ini hingga sampai sunrise camp. Suasana malam ini sangat cerah. Angin lumayan besar, tetapi syukurlah tidak hujan. Jam menunjukan pukul 20.45, kami segera mendirikan tenda. Kemudian kami siap-siap masuk tenda karena cuaca lumayan dingin dan angin lumayan besar. Mas Irvan segera bikin mie instan, hehe jangan ditiru ya. Aku hanya makan roti saja, karena aku malas untuk memasak. Jam 10 malam aku ingin tidur tapi tidak bisa, rombongan yang baru datang sangat berisik.
Aku keluar tenda, melangkah menuju kursi tepi gunung. Aku duduk sendiri sembari merenung tentang kehidupanku di masa lalu hingga masa mendatang. Bersama semesta dan secangkir kopi hangat, membuatku merasa utuh, nyaman, bahkan serasa lupa dengan masalah yang sedang aku hadapi. Langit begitu cerah, awan mulai datang di bawah puncak, hingga aku mengira esok pagi aku akan menemui samudra di atas awan bersama mentari terbit.

Ku lirik ponsel, ternyata jam sudah menunjukan pukul 23.15, aku masih setia menunggu rombongan Via yang tak kunjung datang. Aku melamun. Tetapi lamunanku buyar ketika seseorang yang tak ku kenal tiba-tiba datang. Dia seorang laki-laki yang pernah aku lihat di basecamp.
"sendiri aja? Boleh aku duduk disini?" tanyanya
"iya, silahkan."
"mimpi itu harus diperjuangkan. Mana ada keberhasilan tanpa usaha. Jangan pernah gengsi untuk memulai hal baru dan jangan menyerah di tengah saat kau telah memulainya," katanya sembari meninggalkanku
Aku hanya terdiam dan tak kunjung bersua, karena aku merasa tertohok oleh kata-kata yang terlontar dari mulutnya.
Tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundakku. Dan ternyata itu rombongan Via. Aku dan Via akhirnya memutuskan untuk tidur di tenda berkapasitas dua. Sebab kondisi Via yang sudah lemas, aku tidak ingin kondisinya semakin memburuk sehingga aku putuskan untuk tidak mengajaknya ngobrol terlalu lama. Usai kami berberes, akhirnya kami terlelap hingga pada dini hari aku merasa ingin buang air kecil. Aku takut untuk buang air sendirian, aku memutuskan untuk membangunkan rekan ku yang laki-laki. Usai itu hujan datang, meskipun tak begitu deras, tetapi tetap saja khawatir jika terjadi apa-apa. Berulang kali aku keluar untuk mengecek tenda. Kondisi inilah yang membuatku tak kunjung terlelap.

Hari ini 9 Desember 2019, aku terbangun dan berada di sunrise camp Gunung Prau, sungguh tidak bisa dipercaya. Ponselku menunjukan pukul 5 WIB. Aku membangunkan Via dan mengajaknya keluar untuk melihat sunrise. Kami berdua semangat sekali untuk menikmatinya. Nyatanya saat kami membuka pintu tenda, kabutlah yang menjadi view pagi ini. Kecewa? Tidak, karena kabut juga bagian dari keagungan-Nya. Syukuri, nikmati, dan hargai.
Hari semakin siang, tetapi mentari tak kunjung menampakan sinarnya. Kami rasanya malas untuk sekedar berswafoto. Ya sudah, rombongan kami hanya menyiapkan sarapan lalu makan dan ngobrol hingga cuaca lumayan cerah. Sindoro dan Sumbing mulai tampak dari ketinggian itu. Kami putuskan untuk mengabadikan moment ini dengan berfoto ria berlatarkan Sindoro dan Sumbing. Meskipun tidak seindah yang dibayangkan, tetapi ini bagian dari hasil usahaku. Mungkin saja, semesta sedang menguji seberapa kuat aku memperjuangkan mimpi-mimpiku jika aku telah dibuat kecewa oleh-Nya.

Dipuncak, kami bertemu dengan Radit dan Egi. Kami memotretkan mereka berdua dan kemudian bercerita panjang lebar tentang penggalaman mereka. Ternyata cukup tangguh juga mereka. Sudah banyak gunung yang mereka daki, diantaranya Gunung Penanggungan, Pundak, Anjasmoro, Butak, Bromo, Raung, Semeru, Argopuro, Ijen, Kelud, Merbabu, Arjuno, Welirang, dan Lawu.

Hari mulai siang, mentari kian meninggi. Kami putuskan untuk kembali melangkah turun. Rombongan Via sudah sejak pagi turun, kami selisih 1,5 jam. Saat di perjalanan kami bertemu, namun aku dan Mas Irvan memutuskan untuk jalan duluan dan menunggu mereka di salah satu warung yang ada post 1. Setelah menemukan warung yang strategis dan dirasa nyaman, kami berhenti dan menunggu mereka. Sembari menunggu aku merasakan angin yang cukup besar, karena memang kala pagi angin di gunung sangat besar. Di warung itu, si penjual sangat ramah hingga bercerita soal kucing semalam dan masih banyak lagi.

Rombongan Via datang, kami memesan minuman hangat dan kembali ngobrol sana - sini tak karuan. Bercandaan kami cukup asik. Ada salah satu dari kami yang sudah ditelfon orang tuanya karena khawatir. Bukan dikasih pengertian tetapi malah diejekin. Ada juga yang ngantuk terus pengen tidur disana, yaitu aku. Pokoknya seru. Keadaan inilah yang membuatku tertarik untuk kembali melangkahkan kaki ke gunung.
Kami berenam melangkah menuju basecamp. Usai sampai di basecamp kami bersih badan dan istirahat sejenak. Kami berjumpa lagi dengan Radit dan Egi, kemudian meneruskan obrolan kami yang semakin ngawur dan tak tentu arah. Mulai dari makanan sampai tim sepak bola.

Setelah lelah bercerita, logistik yang kami bawa kami berikan kepada Radit dan Egi yang masih akan melanjutkan langkah mereka pada ketinggian berikutnya. Sebagai imbalan, mereka memberikan uang koin kepada kami, mungkin tidak sebanding, tetapi karena keikhlasanlah menjadikan hal yang tidak sebanding menjadi sebanding.

Kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Tak lupa kami mengabadikan sebagian moment kami dengan kamera ponsel seadanya. Meskipun hasilnya tak cukup bagus, tetapi cukup untuk dibuat kenangan. Terimakasih kawan, telah bersedia menjadi bagian dari perjalananku kali ini. Doaku terbaik untuk kalian.
.
.
.
.
.
Jangan lupa dikasih bintang dan komentar. Terimaksih. Maaf, masih terdapat banyak kesalahan. Ditunggu ya "JEJAK LANGKAH 2"

JEJAK LANGKAHWhere stories live. Discover now