🐧Chapter17🐧

1.4K 89 1
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Ututu, bejemuy duyu ya, Nang. Bejemuy duyu ...," ucap Yaya pada anaknya yang belum bisa mengartikan ucapannya. "Bejemuy, bejemuy, bejemuy ututu ...," Yaya menggendong anaknya di bawah sinar hangat mentari pagi di belakang rumahnya.

"Nang ganang, ganang dewe. Nang ganang, ganang dewe."

"Ututu, ganteng baet chi," Yaya memajukan wajahnya untuk menempelkan hidungnya dengan hidung Olga, anaknya.

"Mbak Yaya!" Panggil seorang pria dari balik pintu pagar.

Yaya yang merasa dipanggil seseorang menoleh ke sumber suara. "Mas Stiven? Ada apa Mas?" Tanyanya sambil berjalan mendekati tetangganya.

"Mbak," sapa Mas Stiven sambil tersenyum tipis saat Yaya membukakan pintu untuknya.

"Iya Mas, ada apa?" tanya Yaya sambil tersenyum simpul agak di paksakan.

Mas Stiven menarik nafas panjang terlebih dahulu sebelum menyampaikan keinginannya. "Eumm, Mbak, sa-saya boleh tinggal di rumah ini untuk semantara waktu sampai kerjaan saya yang lagi menggarap perusahan selesai nggak?" tanya mas Stiven dengan suara pelan dan ragu.

Dahi Yaya mengernyit, "eum, gimana ya Mas cara ngomongnya?" Yaya menunduk bingung dengan apa yang ingin ia sampaikan jika mas Stiven masih ingin tinggal di rumah yang sejak kemarin telah berpindah nama atas namanya.

"Sa-saya janji bakal ba-bayar, Mbak." Mas Stiven langsung membalasnya walau masih ada keraguan di suaranya.

"Bukan masalah uang sih, Mas. Lebih ke eumm, emang Mas Stiven mau tinggal di rumah yang disetiap sudutnya ada kenangan sama mbak Lala? Hehehe ...," tanya Yaya dengan suara pelan dan diiringi tawa paksa diakhir katanya.

Mas Stiven tiba-tiba terdiam. Ia merindukan mantan istrinya yang saat ini entah ada di mana. Semoga baik-baik saja.

"Ma-mas, maaf kalo nyinggung. Tadi cuma becanda doang kok, eumm kalo Mas Stiven masih mau tinggal di rumah itu. Tanya sama mas David dulu ya. Dia yang lebih berhak memutuskan," ucap Yaya penuh ketidak enakan atas apa yang ia ucapkan tadi.

"Gak papa kok," balas mas Stiven sambil tersenyum tipis. "Eumm, yaudah nanti saya tanyakan langsung aja sama mas David." balas mas Stiven lalu kembali masuk ke rumah baru Yaya untuk mengstirahatkan rohaninya.

~~~

Malam hari, langit hitam bertaburan bintang. Bu Mala telah berdandan cantik untuk mengunjungi rumah pak Santoso. Eits, bukan untuk menggoda ya, melainkan pendekatan dengan CALON besan.

Ia pergi ke rumah pak Santoso di temani mas David, ia ingin sekali mempertemukan anaknya dengan CALON menantunya kelak.

Mas David dengan patuhnya mengiyakan ajakan ibunya, padahal ia dan istrinya tahu, ada niatan tak baik yang tersimpan di hati bu Mala. Tapi, karena ia lagi-lagi masih takut durhaka. Biarkanlah malam ini Ia menyakiti hati istri tercintanya daripada harus mendapatkan siksa karena melawan perintah sang ibunda.

Oh ya, masalah mas Stiven ingin tinggal di rumah baru Yaya dan suaminya itu, telah menemui penyelesaian akhirnya. Mas David setuju, asal mas Stiven mau membayar uang sewa sebesar 500 ribu rupiah. Ya, pria beranak satu itu memberi keringanan uang sewa, sebab ia iba pada tetangganya yang baru menyandang status duda tapi poor harta.

Di rumah pak Santoso, tutur kata Mala sangat lha indah saat di dengar Mola, anak pak Santoso . Tidak seperti saat berbicara dengan Yaya yang cenderung galak tak bisa santuy.

Semantara itu, mas David hanya bisa diam dengan sesekali menimpali ucapan Mola ketika ia di tanya sesuatu.

Kedatangan Mala di rumah pak Santoso untuk pertama kalinya ini berbuah baik, karena rencana pendekatan antara anaknya dengan janda muda itu di berikan kemudahan oleh Tuhan semesta alam.

Ya, sebelumnya sudah pasti pak Santoso mengonfirmasinya dengan Yaya, tapi Yaya abaikan, karena perempuan itu telah lelah dan kasian kepada anaknya.

***

Baru bisa update karena tadi siang mager nulis, wkwkwk.

Lelah √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang