CH06

12.3K 1K 20
                                    

Diantara riuhnya para murid yang berhaburan kelur kelas menuju asrama, Karin berjalan sendirian menyusuri kooridor sekolah dengan selembar kertas yang ada ditanganya.

Gadis itu bersenandung kecil untuk menemani kesendiriannya. Ia sampai didepan kelas 11C.

"Misi, ada dinda ga?" Tanyanya pada seseorang yang mau keluar dari kelas.

"Adaaa, DINDAA ADA YANG NYARIIII!" Karin sedikit bereaksi ketika orang itu tiba-tiba berteriak.

"MASUKKKK!"

"Masuk aja, gue duluan yaa."

Karin mengucapkan terima kasih dan masuk kedalam kelas yang mulai lumayan sepi itu, ia melangkah menuju satu meja yang masih ada pemiliknya.

"Dinda sorry ya gue baru ngasih sekarang, lupa." Karin memberikan selembar kertas yang tadi ia bawa itu kepada gadis didepannya.

Dinda tersenyum dan menyambutnya. "Ga papa santai, gue liat dulu yaa."

"Lo serius milih eskul ini rin? ga salah milih coretkan?" Tanya Dinda memastikan, pasalnya ia tidak menyangka seseorang yang dari kelas unggulan memilih eskul yang berada di urutan dibawah.

Karin tersenyum dan menggeleng. Ia sudah memperkirakan reaksi Dinda akan seperti itu karena sebelumnya kedua temannya juga melakukan hal yang sama.

Bahkan Tiffany sempat marah padanya dengan berucap, "Anjirlah kita cape-cape ngejelasin malah milih yang lain."

"Serius Karin? sayang loh, bukannya lo punya bakat ya dibidang musik kenapa ga masuk sana aja? rata-rata anak kelas unggulan masuk sana loh?"

"Justru karena itu gue pengen sesuatu yang beda, dari kecil gue selalu sama musik. Walau gue ga mungkin ninggalin musik, gue pengen istirahat sebentar." Jelas Karin menyakinkan gadis didepannya itu.

"Yaudah dehh gue juga ga bisa maksa lo, tapi ya asal lo tau pembina eskul musik beberapa kali datangin gue buat nanya lo doang. Gue terima ya... makasih Karin"

Karin menangguk. "Makasih juga Dinda, gue duluan yaa!!" Gadis itu melangkah keluar dari kelas Dinda menuju asramanya.

Keputusannya memilih eskul membaca sudah sangat matang, hal itu ia lakukan bukan semata-mata hanya untuk menjauhi para pemeran utama, melainkan juga untuk kesehatan mentalnya.

Jujur sejak Karin menyadari hal yang sebenarnya tidak dapat dipercayai ini, sejauh ini dia belum merasa sepenuhnya nyaman. Bayangan yang terjadi pada kehidupan dulunya, semua masih berputar dikepalanya.

Terkadang Karin berpikir... untuk apa dia disini? kalau hanya mengisi kekosongan tubuh tanpa jiwa ini, dia merasa tak ada gunanya?.

Buk!

Karin tersadar ia terhuyung kesamping karena senggolan orang yang tiba-tiba muncul disampingnya. Gadis itu menoleh dan menemukan sosok Abangnya yang cekikikan karena berhasil membuat dirinya oleng.

"Lemes amat mikirin apa?"

"Mikir lo kapan punya pacar" Sahutan Karin membuat wajah Dean seketika langsung masam.

"Karin apasih"

"Apasih!" Ejek Karin mengikuti gaya bicara Dean.

Kedua orang itu berakhir berjalan bersama menuju asrama, sebenarnya Karin takut ada yang melihat dan membuat hubungan mereka terungkap, namun karena kondisi sekolah yang sudah sepi jadi tidak terlalu khawatir namun tetap waspada.

"Bang! bang! bang!" Panggil Karin tiba-tiba, gadis itu mengajak Dean untuk suit. Pemuda yang tidak tahu apa-apa itu pun langsung ikut-ikutan saja.

Karin melakukan jurusnya saat kepala tangan mereka terangkat siap mengganti dengan gunting, batu, atau kertas. Ia malah berpose, Dean diam sesaat mencerna sampai akhirnya dia memahaminya.

All to Well : Transmigration storyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt