+. Nine

13.4K 1.2K 14
                                    

Dunia memang sudah seharusnya seimbang. Sisi indah dan kelam memang bukan lagi merupakan kata yang tak banyak dikenal.

Hidup kaya atau miskin, beruntung atau menjadi pecundang, pada awalnya memanglah bukan sebuah pilihan.

Memiliki musuh atau hidup dengan tentram, tak akan menjadi jaminan untuk melihat titik terang dalam perjalan hidup.

Ruangan luas namun bercahayakan hitam gelap itu memiliki aura mencekam bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Tak terkecuali dengan lelaki berproporsi tubuh tinggi, dengan kulit putih bersih dan struktur wajah tajam modal andalannya.

Orang-orang dengan keberanian yang hebat bukan kepalang yang menantang diri untuk berhadapan dengan beberapa singa kelaparan yang siap menerjang kapanpun mereka ingin menyantap hidangan yang lezat.

Mereka, singa-singa itu adalah para manusia yang mampu melakukan dosa tak termaafkan tanpa perlu pertimbangan ataupun belas kasihan.

"Apa lagi yang kalian inginkan?" Lelaki itu duduk di kursi yang lebih mirip singgasana tamu khusus kerajaan, memangku salah satu kakinya seraya menghisap benda berasap.

"Harusnya kau tahu, hidangan yang lalu sudah habis. Kau pikir apa lagi?" Lelaki yang memiliki tubuh gagah dan besar itu memainkan sebuah pistol Revolver di tangannya. Ruger Super RedHawk. 454 Casull. Dapat membunuh siapa saja dengan sekali bidik, daya tembaknya pun begitu akurat.

Seseorang di hadapannya sempat menelan ludahnya kasar. Bukannya takut, hanya saja, ia tidak berpikir bahwa akan secepat ini.

"Jadi, pemilik perusahaan samsung corporation ini hanya mampu bekerja sama sampai sini?" Bagaikan pelatuk yang sudah ditekan, kata-kata barusan itu memang sangat menakjubkan dan patut untuk ditakuti.

"Santai saja. Katakan padaku, kau ingin hidangan yang seperti apa jelasnya?"

Seseorang tidak akan tahu akan berdampak apa sesuatu yang telah dikatakannya.

"Wah, tuan Lee Jeno." Lelaki yang mana adalah sang ketua dari para singa itu bertebuk tangan dengan ekspresi wajah yang tampak menyanjung dan menghina di saat  bersamaan.

"Baiklah, tunggu saja pesananku nanti. Aku akan menghubungimu. Lalu kerja sama ini tak hanya akan sampai di sini. Karena kami menyukai setiap hidangan yang kau sajikan," lanjutnya.

Jeno hanya mengangguk setuju, lalu bergegas pergi begitu saja tanpa aba-aba, diikuti oleh beberapa bodyguard yang dibawanya.

"Klien yang arogan, bukan?" Celetuk sang ketua La Cosa Nostra kepada para mafioso yang berdiri di sekelilingnya.



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Keluar sebentar, Mark. Aku ingin berbicara empat mata dengan bajingan satu ini." Titah Jaemin tegas, rautnya seolah tengah menahan amarah. Mark yang mencoba mengerti siatusi langsung keluar dari ruangan Jeno, dan memberi mereka waktu untuk menyelesaikan masalahnya, jika itu termasuk harus melakukan baku hantam. Mark rasa ia sudah sangat terbiasa memisahkan kedua lelaki telat puber itu.

"Lubang kematian mana lagi yang sedang kau galih, Lee Jeno?" Netra Jaemin menatap jeno tajam. Ia tengah serius saat ini dan merasa muak ketika mendengar tawa sok lucu yang terkesan bodoh ala Lee Jeno itu.

"Santai sedikit, Na. Kau bahkan pernah hampir menggali liang kuburmu sendiri. Menantang, bukan?" Lee Jeno mencoba untuk lebih santai dan melonggarkan dasinya. Ia tahu mungkin Jaemin masih kesal padanya karena kejadian di ruang tamu bersama Renjun dan Xiyeon beberapa hari yang lalu.

"Santai kau bilang? Jika kau ingin mati, maka mati saja. Jangan sempatnya bermain-main dulu, tidak lucu, bangsat!" Wajah Jaemin sudah mengeras, dan baru saja hendak menarik kerah sahabatnya itu namun urung, begitu Jeno malah balik menatapnya lebih serius.

"Aku tahu kau peduli, Tapi akan lebih baik bagi kelanjutan hidupku jika kau tak menghalangiku kali ini." Lelaki bermarga Lee itu mengusap wajahnya kasar, terlampau frustasi.

"Kau cukup beruntung, Na. Bisa lepas dari jeratan para setan itu. Walau mungkin hanya sementara." Kilatan frustasi itu terpancar jelas dari mata Jeno. Jaemin tahu dan paham betul dengan posisi Jeno saat ini.

"Itu- kita telah memulai perang yang tak terelakkan untuk mencapai posisi saat ini." Entah setan apa yang merasuki Na Jaemin, ia jadi tiba-tiba merasa gelisah kembali setelah sekian lama mencoba untuk tenang dan baik-baik saja.

Jaemin betul, sebuah kesalahan akan menjadi pondasi untuk berdirinya dinding penyesalan yang setiap harinya akan menjulang semakin tinggi. Memberi bayangan dan akan mengelilingi, serta membatasi gerak-gerikmu jika tidak ingin tembok itu runtuh lalu menimpa dirimu sendiri.

"Sudahlah, berhenti membicarakan hal ini. Kau sudah jemput Renjun memangnya?" Ujar Jeno mencoba untuk kembali menghangatkan suasana yang semula dingin dan mencekam bagai dalam gua di pertengahan benua arktik.

"Tugasmu, bangsat. Aku akan ada rapat pemegang saham setelah ini, tak bisa kutinggalkan." Jaemin mengedipkan salah satu matanya sebelum pergi meninggalkan Jeno dalam lingkaran kebingungannya.

Bertahan hidup atau menyerah untuk mati memang sebuah pilihan. Namun terkadang untuk melakukan salah satunya, maka hasil akhirnya akan sama-sama mati. sempat berjuang dan melawan atau menyerah sedari awal adalah sebuah perbedaan yang mutlak. Kalah setelah mencoba atau mati sebelum memulai.






Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Hallo! Hahaha long time no see, gak sangka book ini bakal banyak dibaca huhu makasii gaes.

Btw, selamat menjalan ibadah puasa bagi kalian yang menjalankan😚

un trésor ft. Norenmin Where stories live. Discover now