+. Twelve

10.3K 879 43
                                    


Jarum jam yang terus berputar menandakan waktu yang terus berjalan. Begitu juga siang yang berganti pada gelapnya malam, membiarkan sang surya mundur dan menampakkan terangnya cahaya bulan serta bintang yang selalu tampak setia menemani dari atas sana.

Jika hanya ada satu hal yang sulit berubah, maka hal itu adalah sifat manusia.

Tak peduli derita dan duka macam apa yang telah menyapa nya di masa lalu, yang terpenting adalah terus bergerak untuk maju. Entah maju untuk mati atau maju untuk kemudian mundur. Kau bisa memilihnya sesukamu.

"Katakan, apa yang kau dapat?" Pria dengan kharisma yang begitu kuat itu menatap tajam 'tangan kanan' nya yang kemudian menyerahkan sebuah map tipis berisi dokumen.

Pria yang berkuasa itu membaca dengan teliti lembar demi lembar dokumen yang dipegangnya. Kemudian segaris senyuman muncul dari bibir tebalnya, otaknya mencerna dengan baik, juga berpikir dengan begitu cepat dan apik.

"Haruskah kita menggunakan bocah itu? bagaimana menurutmu, tuan Salvatore?" Kepala keluarga Genovese itu menawarkan ide yang unik rupanya.

"Mereka itu sama saja. Serakah dan semena-mena. Aku bahkan ragu jika mereka benar mengenal cinta." Gumam si pria yang memiliki nama Salvatore itu.

Di hadapan puluhan anak buahnya yang berbadan besar dengan bermacam-macam revolver di masing-masing genggamannya itu hanya menyimak apa yang bos besarnya katakan. Mereka tahu betul bagaimana caranya menghormati atasannya.


Cklek


Suara derit pintu itu membuat perhatian mereka teralih. Tampak sebuah pria tinggi nan tampan memasuki ruangan dominan hitam itu dengan beberapa pengikut di belakangnya.

Tentu hal ini harus dilakukan, karena ia tahu dengan siapa saat ini ia tengah berhadapan.

"Tuan Jeno, selamat datang kembali." Ucap tuan salvatore diiringi senyumnya yang seperti biasa. Kau tahu? Mereka memiliki banyak arti hanya dari satu senyuman itu.

"Aku tak akan berlama-lama di sini. Bagaimana? Kau sudah memutuskan?"
Jeno bertanya dengan begitu yakin dan tegas, terkesan amat sangat berani.

"Ya, dan kurasa kau akan senang mendengar yang satu ini. Bagaimana?"

Jeno menyilangkan salah satu kakinya di atas paha dan menyenderkan punggungnya di sofa empuk itu, "aku tidak yakin."

"Kudengar Neo Group sedang berada di puncak yang sama dengan milikmu, apa aku salah?" Mendengar isu yang baru saja tuan Salvatore itu lontarkan membuat Jeno berdecih kesal.

"Kau tahu betul masalah ini tanpa perlu kujelaskan." Jeno menatap tajam lawan bicaranya. Dalam hatinya ia sudah mengatakan berbagai umpatan sumpah serapah yang sangat tak elok untuk didengar.

"Berbicara soal dendam. Apa kau masih memilikinya jauh di dalam sana?" Tuan Salvatore menunjuk tepat pada dada Jeno. Yang ia maksud adalah organ yang berada di baliknya, tak lain adalah hatinya.

"Kurasa kau tidak punya hak untuk menanyakan hal itu padaku, Tuan Salvatore. Apa kau lupa apa yang kuminta?" Raut Jeno kian berubah, tampak beberapa urat muncul di wajahnya karena ia menahan kesal.

Orang di hadapannya ini pintar sekali mengolah kata dan memancing amarah.

"Maka biar kuingatkan, Lee Jeno. Sahabatmu sendiri yang menyerahkan gadis itu ke tanganku. Tentu hal ini ada hubungannya denganmu terlepas dari kau sudah memaafkannya atau belum, bukan begitu?"

Bagai sebuah silet yang baru saja menyayat hatinya, rentetan kalimat itu berhasil membangunkan sosok lain dalam dirinya. Sosok yang selama ini ia sembunyikan jauh di dalam dirinya. Sosok yang dapat mengendalikan separuh jiwanya jika saja ia mengizinkannya.

un trésor ft. Norenmin Where stories live. Discover now