5. Frustasi

13 2 0
                                    

Aku tak tahu kenapa, tetapi kemarin dan hari ini terasa sangat menyebalkan. Aku yang biasanya malas melakukan sesuatu malah memukuli tembok kamar. Sampai-sampai mama berteriak marah karena aku membuat kebisingan.

Semalam aku tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan hatiku. Aneh. Rasa jengkel itu tiba ketika melihat Bulan malah mengabaikanku. Berengsek, sebenarnya apa yang terjadi?!

Ah, aku bisa bertanya kepada Chintya. Si pawang cinta. Dengan pacar yang tersebar di tiap daerah, maka tak jarang aku menyebutnya FUCKGIRL. Dia ratu dari segala ratu FUCKGIRL dan PLAYGIRL.

Eh, untuk apa aku menanyakan hal ini kepada Chintya? Memangnya aku mabok cinta, apa? Dih.

Aku menendang kerikil sekeras mungkin. Biarin kena kepala orang, aku memang mau cari gara-gara sama orang. Sekalian melampiaskan rasa kesal yang tak tahu datang darimana.

"PUPUT!" Tak perlu ditanya lagi suara cempreng siapa itu. Siapa lagi kalau bukan si Chintya?

"Paan?" jawabku dengan malas.

"AKU NIH DARI TADI CERITA MALAH DIKACANGIN."

Iya, dari tadi aku sama Chintya jalan-jalan keliling sekolah karena gabut. Di kelas jamkos. Terus Chintya curhat masalah cinta-cintaan yang sebenarnya aku juga nggak paham-paham amat.

"Yaudah cerita lagi," responku malas.

Bayangkan, seorang FUCEKGIRL macam Chintya minta saran dariku yang seorang jomblo sejati sejak lahir. Ini niat tanya serius apa sebenarnya mau menghina gara-gara aku nggak pernah punya pacar, sih?

"GAK MALES," pekiknya kesal.

Duh, harusnya yang kesal itu aku! Nggak cuma gara-gara si cewek playgirl ini doang, gara-gara Bulan juga! Aneh banget! Ngapain dah dia sok cuek gitu?! Songong amat!

"Jangan teriak-teriak! Berisik, goblok!" umpatku sembari memukul lengannya. Ia meringis sembari menyengir. Dasar aneh.

"Lah, keknya moodmu jelek hari ini," katanya setelah melihat raut wajahku.

Matanya dari tadi kemanaaaaa? Hadooh.

"Dari tadi, toak mesjid," sahutku jutek.

"Kenapa emang?"

"Gak tau."

"Lah anjir, ni anak." "Yaudah, kalo gitu sejak kapan moodmu down?"

"Dua hari yang lalu."

"Pas hari itu apa yang gak biasa?"

"Padahal aku niatnya gak ke kantin biar gak ketemu Bulan, eh malah ke kelas bangke. Sok-sok bawa makan sama minum juga. Sok care."

"Terus?"

"Aku marah, terus ngumpatin dia, "GOBLOK!" gitu. Abis itu dia jadi cuek abis."

"Bocah tolol."

"Kok bisa aku?"

"Gak sadar kalo kamu ngerasa bersalah sama Bulan?"

"What the duck?! Gak! Gak mungkin dan gak akan pernah!"

"Bilangin ngeyel. Kamu marah waktu Bulan cuekkin kamu."

"Enggak gitu!"

"Pokoknya kamu harus minta maaf."

"GAK SUDI!"

"Halah! Kamu mau gak bisa malas-malasan kek biasanya? Kalo ngamuk terus mana bisa malas-malasan?!"

"Halah, kenapa harus aku sih?"

"KAN KOWE YANG SALAH BIJI KESEMEK!"

"Iye iye."

Aku memang bilang iya, tetapi aku nggak perlu benar-benar melakukannya, 'kan?

***

Kukira bilang iya bakalan buat Chintya kicep, nggak perlu banyak ceramah tentang si Bulan. Malahan sepulang sekolah, dia menarikku ke depan kelas Bulan. Aku berusaha mendorong dan memisahkan diri, tetapi aku yang malas ini bisa apa.

"Nah, mumpung kelas udah sepi, sana masuk!"

"Apaan? Gamau, ah. Ribet."

"Tinggal masuk doang!" Chintya langsung menggeretju sampai masuk kelas Bulan.

Aku bisa menemukan Bulan yang sedang duduk di kursi paling depan. Ia sibuk memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas.

"Sana!" Karena suara Chintya yang cempreng, Bulan mendongak. Menatapku terkejut.

"Ck!" decihku, lalu berjalan menuju bangku Bulan. Aku membuang muka ke jendela. Sama sekali tak berniat meminta maaf.

Hei, lagipula aku nggak salah!

"Aku minta maaf."

"Buat apa?"

"Mana aku tahu, anjir."

"Terus ngapain minta maaf?"

"Ya soalnya gara-gara aku bilang goblok, kamu langsung ngejauh."

"Kamu mau aku nggak menjauh?"

"Ng-nggak gitu juga! Au ah, pokoknya aku minta maaf."

Aku berjalan cepat keluar kelas, tapi Chintya mencekal tanganku. Ia mencubit lenganku sangat keras.

"Sakit, bego!"

"KOWE YANG BEGO! GIMANA SIH? MINTA MAAF YANG BENER, DONG!"

"YA POKOKNYA AKU UDAH MINTA MAAF. EMANG MINTA MAAF YANG BENER ITU GIMANA? PAKE SUNGKEM?"

"Ya gak gitu juga. Ah, asli bego kamu, Put."

"Dahlah, aku mau pulang. Bhay."

"Bangke, bau tahi."

"Dasar sempak plankton."

***

Satu kata untuk hari ini. Mengerikan! Iya, mengerikan! Aku rasa kemarin minta maaf dengan cara yang super duper buruk, tapi kenapa si Bulan malah berani masuk ke kelas dengan senyuman sok menawan di pagi hari sebelum mapel dimulai? Dia mabok?

"Pagi," sapanya sembari tersenyum cerah. Ia duduk di depan bangkuku dengan badan memunggungi papan tulis, mengarah padaku. Aku meletakkan tas, lalu berjalan keluar kelas.

Tak lama, ia mengekor. Aku menggigit bibir, sebal.

"Aku terima kok maafmu kemarin."

"Jadi kita baikan lagi, ya?"

"Sejak kapan baikan?"

"Kemarin?"

"Sejak kapan akrab sampai berani pake kata 'kita'?"

"Eng, sejak jadi tetangga?"

Inginku redam nyawanya di dalam abu vulkanik Gunung Merapi!

"Kok sok akrab?"

"Emang iya, 'kan?"

Inginku jebloskan lambenya ke dalam gunung Merapi! Gedeg banget sama orang satu ini!

"Gak!"

"Ya tapi nanti pasti iya."

"Gak akan!"

"Bismillah bisa."

Aku menarik napas, lalu mengembuskan perlahan. Jangan emosi. Emosi itu butuh tenaga dan aku nggak mau buang-buang tenaga cuma buat ngeladenin ini bocah somplak.

A Little Bit About YouOnde histórias criam vida. Descubra agora