6. Mas-Mas Kasir

16 2 0
                                    

"Puuuut, ayo bangun. Ke pasar."

"Hng?" Aku merentangkan kedua tangan ke atas. Mataku mengerjap sedikit.

"Ke pasar, beli sayur sama yang lain. Udah mama catet, motor udah dipanasin, kamu tinggal berangkat."

Aku membuka mata sedikit. Mama sedang duduk di bibir ranjang sambil menatapku. Tatapannya seperti berkata "Cepat bangun, lelet!"

"Ke pasar sama Mama?"

"Ya sendirian lah! Ngapain sama Mama? Udah gede gini!"

"Iyaa."

"Buruan bangun!"

"Iya Mamaaa."

Setelah cuci muka dan sikat gigi. Aku segera mengambil jaket dan celana training. Biasanya aku hanya mendobeli tanpa melepas pakaian yang kupakai karena malas untuk memakai kembali setelah sampai di rumah nanti. Jadi, ya, sekalian gitu.

Selepas itu, aku menyemprotkan parfum ke jaket. Ganti karena malas mandi di pagi hari. Lebih enak mandi sehabis dari pasar. Jadi bisa semangat tidur lagi. Oh ya, hari ini hari libur. Hari Sabtu. Aku bisa berkeliling sebentar di taman setelah dari pasar.

Aku segera turun ke lantai bawah, menyambar kunci motor, dompet, dan daftar belanja yang diletakkan di meja ruang tamu. Berlari menuju halaman depan, lalu berteriak, "Assalamualaikum!"

***

Hari masih pagi. Orang-orang masih sibuk di rumah daripada di luar. Namun anehnya kali ini terasa sangat sesak dan padat. Suara bel motor terus menerus menghujam pendengaran. Aku serasa budeg.

"Awas dong, Mbak!"

Aku mengangguk kaku di balik helm. Memegang stir motor, kemudian mendorongnya dengan usaha maksimal.

Motornya nggak bergerak sama sekali!

Sial. Pagi-pagi sudah kena apes saja. Waktu berhenti di lampu merah, motorku tiba-tiba mati. Waktu lampu berubah hijau, otomatis sekarang aku harus mendorongnya. Tapi nggak ada perbedaan dari sebelum-sebelumnya aku mendorong motor ini!

"Hiyak!" seruku sambil mendorong motor sekuat tenaga. Akhirnya sudah bisa bergerak, dan aku mengarahkannya ke pinggir jalan raya.

Aku meraih saku jaket untuk mengambil ponsel. Memberitahukan orang rumah kalau motorku mogok.

"Lho? Kok gaada?" Aku meraba saku celana, tetapi juga kosong. Aku meneguk ludah. Bagaimana ini?

Aku berpikir keras. Naik ojek? Tapi motornya ditaruh mana? Dititipin? Uang cukup nggak ya buat balik ke rumah?

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Sungkan kalau titip motor ke orang yang nggak dikenal. Sesaat, mataku melihat sesuatu yang tak asing. Ya, supermarket yang biasa kukunjungi untuk membeli makanan ringan dan minuman dingin. Aku cukup sering ke sana sehingga banyak karyawan yang mengenaliku, walau tak tahu namaku.

Aku segera menyebrang, dan menghampiri supermarket yang berada di seberang jalan. Tentu saja sebelum itu aku mengunci stang motorku agar tidak diambil orang. Oh, dan aku harus bertindak cepat!

Aku masuk ke dalam supermarket, mengambil beberapa snack dan minuman dingin, lalu berjalan cepat menuju kasir. Btw, sungkan dong kalau minta tolong tapi aku nggak beli apapun di sini.

"Tumben cepet-cepet, biasanya sambil ngadem dulu di sini," ujar mas-mas kasir yang memang sudah akrab denganku. Tangannya dengan lihai menempelkan benda hitam ke barcode kemasan, dan memasukkan ke dalam tas plastik berlogo.

"Itu, motorku mogok." Aku menunjuk motor yang ada di seberang jalan.

Setelah tahu harga, aku langsung membayar. Mas-mas kasir segera keluar dari tempatnya, lalu berkata kepada temannya yang sibuk menata produk.

"Bagus, aku titip kasir, ya!"

"Oke!"

Aku dan mas-mas kasir itu berjalan cepat keluar dari supermarket. Saat aku ingin mengekorinya menuju motor, ia mencegah.

"Kamu di sini aja, ntar malah bolak-balik."

AKU JELAS SUNGKAN DONG! Harusnya aku nggak minta tolong sama mas-mas kasir itu. Aku ganggu dia kerja dan malah keliatannya dia yang paling repot sendiri. Padahal aku yang buat masalah.

Mas-mas itu mendorong motorku ke supermarket membutuhkan waktu sekitar 4 menit. Wajahnya berkeringat. Ia juga terlihat ngos-ngosan. Aku merasa kasihan padanya.

"Makasih, Mas. Saya nitip sebentar, ya." Aku tersenyum, lalu berjalan menuju pinggir jalan untuk melambaikan tangan pada angkot yang mungkin lewat. Boro-boro ojek, tukang becak di sini nggak ada. Dan begonya aku baru ingat sekarang.

Mendengar suara derap kaki, aku menoleh. "Loh? Mau kemana?" tanya mas-mas itu sembari menatapku heran.

"Mau pulang."

Sungkan banget kalau aku pinjam ponselnya buat telpon mama. Udah buat mas-masnya kecapekan, pinjam ponsel lagi. Aku merasa nggak ada akhlaq nanti.

"Saya antar."

Loh he?

"Nggak usah, Mas. Saya udah ngerepotin. Saya ngerasa nggak enak."

"Saya nggak masalah direpotin kamu."

Loh loh loh? What happening, nih?

Repot-repot banget ini orang. Tinggal pinjamin ponselnya, terus aku telpon orang rumah 'kan beres.

"Saya pinjem ponsel aja, boleh? Buat telpon orang rumah."

Sekalian aja. Toh, dia bilang sendiri nggak masalah direpotin sama aku.

"Saya antar saja ke rumah, saya nggak lagi sibuk kok."

Looohhhh? Jelas-jelas tadi dia berdiri di tempat kasir. Bukannya di situ tempat orang paling sibuk ya kalau supermarket dalam keadaan ramai?

"Nggak usah, saya telpon aja."

Mas-mas kasir itu pergi tanpa pamit. Aku menaikkan kedua alis, heran. Itu mas-mas kesel kali ya soalnya aku nolak dia ngantar ke rumah?

Tak lama, sebuah motor bebek berhenti di depanku. Ternyata, mas-mas kasir itu mengambil motor untuk mengantarku pulang.

"Ini, helmnya dipake. Wangi kok. Tadi aku pinjem helm temenku yang cewek."

Ya ampun sampai segitunya. Kalau aku baper, tanggung jawab loh, Mas.

"Anu-"

"Ayo, naik. Saya buru-buru."

Loh? Katanya tadi nggak sibuk? Kok sekarang buru-buru? Aneh banget. Super aneh!

"I-iya."

Akhirnya, aku diantar sampai rumah sama mas-mas kasir itu. Sesampai di rumah tentu saja aku dimarahi habis-habisan sama mama karena nggak jadi ke pasar.

Ternyata, mama manasin motor maticnya sendiri karena nggak bisa manasin motorku. PANTESAN MOTORKU MOGOK DI TENGAH JALAN. Gitu mama nggak bilang motor mana yang dipanasin.

Hahhhhh, kesel banget sumpah. Tapi rasanya nggak terlalu kesel karena aku sempat ngobrol sama mas-mas kasir. Ehe.

A Little Bit About YouTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon