10. Baper

15 0 0
                                    

"Puuutt, PJ dooong. Masa' pacaran gak ada pajaknya?"

"Sejak kapan, Put? Buset, pacarnya ganteng pisan."

"PUT, AKU IZIN NIKUNG DONG!"

"Udah kuduga kamu pacaran sama Bulan. Tiap hari ditempeli terus anjir sama Bulan. Kan jadi mau."

Aku berusaha menahan diri untuk tidak membanting mereka satu per satu ke lantai ubin yang atos. Ini Mega ngeselin, beneran. Kok bisa gitu disebar ke grup kelas?

Ya nggak masalah kalo cuma kelas, aku ngomong pasti mereka percaya. Lah, masalahnya habis dari grup kelas, merambat ke grup satu jurusan, satu angkatan, dan berakhir sampai satu sekolah. Guru-guru pun tahu.

Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya. Berjalan dengan tegap, berusaha budeg. Harus tetap stay cool. Puput yang baru tidak emosian di depan orang yang tidak dikenal. Puput yang baru harus bermartabat dan keren.

Sesampai di kelas, aku memicingkan mata pada Mega yang menatapku sembari menyengir kuda. Sumpah, wajahnya kalau begitu tambah buat jengkel.

"Maaf, Put."

Aku berjalan, lalu duduk di sampingnya tanpa mempedulikan omongan sebelumnya. Aku marah, tapi nggak terlalu marah juga, sih.

Sebenarnya aku sedikit penasaran juga sama video Mega itu. Beneran emang kalau aku digendong terus jidatku dicium Bulan?

Sebenarnya sudah tadi malam aku penasaran. Tapi aku takut buat lihatnya. Apalagi pas malem. Takut rekamannya Mega ada jumpscare. Biasanya ini anak bisa banget buat orang kaget, makanya aku tunda sampai sekarang.

Yah, mumpung guru masih belum masuk kelas, aku mending nonton dulu. Aneh anjay nonton video yang isinya aku sendiri.

Aku membuka grup kelas, lalu menyentuh layar ponsel untuk melihat video. Terpampang jelas aku tergeletak dengan tidak elit di lantai koridor dengan kepala benjol. Kaki kanan melebar ke kanan, sedangkan kaki kiri melebar ke kiri. Mulutku menganga lebar, dengan kedua tangan berada di atas perut.

Lah? Kok bisa pas aku kejedot malah bersedekap gitu? Kayak orang lagi sholat? Nggak jelas banget, pingsanku. Tolonglah, dibuat kalem gitu. Kalau gini 'kan dilihat orang malu.

Suara tawa kencang Mega menjadi suara latar video itu. Kurang ajar. Orang pingsan nggak digotong ke UKS, malah diketawain.

Tak lama, di video tersebut muncul Bulan yang ternganga kaget. Tanpa ketawa ngakak, dia langsung menggendongku ala bridal style ke UKS. Video pun bergoyang. Bukan karena ada dangdutan di sekolah, tapi karena Mega berlari mengikuti Bulan yang juga ikut berlari.

Oh, jadi ini alasannya aku bangun tidur rasanya muneg-muneg alias kepingin muntah? Lah digendongnya pakai lari gitu gimana nggak mau ambyar isi perutku?

Setelah sampai di UKS, Bulan segera meletakkanku ke ranjang dengan lembut. Aku juga ikut deg-degan dan tahan napas, takut aku yang di video terbangun.

Bulan berjalan menuju rak kesehatan, mengambil ember kecil untuk diisikan air bersih dan ditetesi cairan antiseptik. Ia mengambil kain kasa dan kapas untuk membalut benjolku, serta obat merah untuk mengobati. Semua dilakukan Bulan dengan pelan-pelan dan lembut. Sejenak, aku terenyuh melihat Bulan yang sangat peduli padaku.

Eh, tapi ini 'kan direkam? Bisa saja Bulan cari muka biar dikira orang yang paling sempurna. Maksudnya, dia sudah ganteng, pintar, dan juga baik. Kalau begitu namanya sempurna, 'kan?

Bulan membelai rambutku, menyentuh pipi, lalu mengecup jidatku yang dibalut kain kasa. "Hus-hus, benjolnya harus pergi."

Ia mengelus pelan bekas kecupannya. Benar-benar pelan sampai membuatku menggigit bibir, gemas. Aku seperti menonton drama Korea saja.

"Cieeeee, dunia serasa milik sendiri, yang lain cuma nitip ya bos?" Suara Mega terdengar. Tak lupa dengan tawa yang menggelegar.

Bulan gelagapan. Ia menunduk malu, lalu membalikkan wajahnya. "To-tolong jaga Puput, ya." Bulan langsung lari ngibrit keluar dari UKS.

"Tuh 'kan, Bulan sweet banget?"

"Nggak! Dia gitu soalnya kamu rekam."

"Tapi di video dia kayaknya gak tau, tuh."

"Yaa, bisa aja 'kan dia pura-pura nggak tau?"

"Tunggu, wajahmu kok merah?"

BULAN BANGKE!

***

Kepalaku memang benjol dan masih sakit. Tapi yang lebih sakit itu waktu aku mau berterimakasih ke Bulan, dia malah menghindar. Harusnya aku dong yang marah ke dia gara-gara sembarangan cium benjol orang, maksudku jidat. Kesannya kok malah dia yang marah terus aku yang salah.

Yaahh, paling dia malu kali dikira pacaran sama aku. Toh, aku walaupun sudah berubah jadi nggak terlalu malas, aku tetap aku yang dulu.

Yaudahlah ya. Nggak usah repot-repot bilang makasih di sekolah. KAN BISA DI RUMAH! APAAN SIH AKU KOK SOK SEDIH GINI? JIJIK TAHU NGGAK?

"Put! Bengong mulu," kata Chintya setelah menepuk bahuku. Aku meresponnya dengan napas panjang, tanda lelah.

"Kamu bilang Bulan dikasih ke aku, tapi kamu malah digendong Bulan. So sweet lagi. Pake dicium segala."

"Emang mau jidatnya benjol Segede bola bekel?"

"Mau kalo nanti digendong bebeb Bulan."

Kok ngeselin ya Chintya pas panggil Bulan pakai imbuhan 'bebeb'?

Aku mengambil sapu di depan kelas, lalu menghampiri Chintya dengan senyuman yang super duper cerah. Sampai Chintya menatapku sedikit bingung. Mungkin sadar dengan keadaan, dia langsung lari menjauh. Oh, jelas aku mengejar dengan kecepatan gila-gilaan.

"SINI, AKU JITAK PALA KAO PAKE SAPU!"

"AMPUN, NDORO!"

"SINI KAO, BIJI DUREN!"

A Little Bit About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang