Bab 2

24 9 2
                                    

Sang Syamsu baru saja menyinari alam Papiloneum, tapi sudah tampak raut takut pada Neal. Lelaki muda itu tergesa-gesa melesat menuju kantor Miaka, bahkan ia tak menyadari manik Yuna sedari tadi menatap dirinya dengan kedua alis yang bertautan. Yuna bersedekap dada mengamati dari atas dahan sebuah pohon besar yang berjarak lima puluh meter dari kantor Pemimpin Negeri.

"Ada apa sampai-sampai laki-laki cerewet itu memasang raut ketakutan? Apakah ia diserang oleh negeri lain saat melaksanakan misi, eh?"

Bila memang benar dugaan Yuna, ia tidak akan mengacuhkannya. Untuk apa mengacuhkan misi orang lain atau bahkan keselamatan mereka saat menjalani misi? Bila kau terbunuh saat menjalani misi, maka itu adalah kesalahanmu sendiri, itulah prinsip yang Yuna terapkan selama ini.

Gadis bersurai putih itu memilih melesat menuju pulau kecil yang berada di timur laut negara Api yang ia jadikan tempat berlatih. Bila diukur dari kantor Miaka, pulau tersebut hanya berjarak sepuluh kilometer, itu merupakan jarak yang dekat menurut Miaka. Gadis itu hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga puluh menit dengan menggunakan kecepatan sedang. Jadi wajar saja bila Ai kala itu bicara bahwa Yuna memang terlalu cepat, karena nyatanya gadis itu memang cepat.

Yang bisa didapati di pulau tersebut hanyalah seperangkat alat latihan milik Yuna seorang. Ukuran pulau tersebut memang tak terlalu besar, akan tetapi cukup untuk dijadikan tempat latihan. Sesampainya ia di pulau tersebut, Yuna langsung menuju bagian tenggara pulau untuk berlatih pedang.

Yuna memfokuskan energinya ke pedang miliknya hingga pedang itu diselimuti oleh kobaran api yang semakin membesar. Gadis itu meliuk-liukkan pedangnya sampai api itu membuat hangus semua patung latihan. Yuna bergumam, "Tidak ... belum cukup. Kekuatan ini belum cukup."

Ia terus berlatih tapi ia merasa belum puas. Yuna memutuskan untuk membuka sebuah perkamen yang tersimpan di pondok kecil pada bagian barat daya pulau. Perkamen itu berisikan mengenai sebuah teknik pedang api yang hanya bisa dikuasai oleh satu orang, yaitu Legenda Api yang keberadaannya entah nyata atau tidak. Tidak ada yang bisa menguasainya, bahkan Igusha---ayah Yuna yang merupakan orang terkuat sekalipun tidak.

Yuna membaca isi perkamen itu dengan mata yang menyipit. Selain karena faktor aksara yang sudah memudar, ia juga harus mengartikan satu persatu aksara kuno tersebut. Tidak semua orang menguasai aksara kuno, tapi untunglah Yuna menjadi bagian kecil dari mereka yang bisa membacanya.

"Untuk menguasai teknik api Phoenix pengguna harus bisa mencapai tingkat akhir pengendalian elemen api, yin, dan yang," gumam Yuna.

Kedua alisnya bertaut. Elemen yin dan yang termasuk elemen langka, tidak semua orang memiliki kedua elemen itu dan hampir tidak ada orang yang bisa mengendalikan elemen tersebut. Jadi inilah alasan mengapa tidak ada orang yang bisa menguasai teknik tersebut, tidak ada yang bisa mengendalikan elemen yin dan yang dengan baik. Lantas apakah Yuna akan menyerah begitu saja?

Baru saja Yuna hendak menggerakkan tubuhnya tapi sebuah panggilan menginterupsi. Maniknya membelalak ketika ia mendengar apa yang diucapkan oleh orang di seberang sana. Tanpa bicara, Yuna melesat meninggalkan pulau latihan itu.

---

Terlihat peluh membasahi lelaki paruh baya itu. Ia melepehkan ludah bercampur darah. Sekujur tubuhnya dipenuhi lebam dan beberapa luka yang menganga. Lelaki itu tidak tau berapa lama lagi ia dapat bertahan. Ia bertanya dengan terbata-bata, "Sebenarnya, apa yang kau inginkan dariku?"

Sosok berjubah bersayap dihadapannya itu tak menjawab. Malah ia melesat cepat menuju lelaki itu sembari merapal mantra. Lelaki itu memejamkan mata, energinya sudah terkuras habis, ia sudah tidak berdaya. Saat ia kira kini sudah waktunya, seorang gadis bersurai putih muncul dan menangkis serangan sosok berjubah tersebut.

IustitiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang