09. [Clue]

1.3K 393 156
                                    

Riska tersenyum miris, ia kembali mengingat kejadian 17 tahun yang lalu. Dimana ia menjadi wanita yang kejam bagi sahabatnya itu, semua kebahagiaan Rachel telah direbut olehnya.

"Ma, Tino mau ngomong." Ucap Tino yang tiba-tiba datang.

"Mau ngomong apa sayang?" Tanya Riska lembut.

"Kenapa Mama bohongin Papa dengan berpura-pura hamil?"

Riska yang mendengar pertanyaan putranya itu membuat dirinya gugup seketika, ia berusaha menarik nafas dan tetap terlihat tenang.

"Mama cuma mau Papa bahagia, soalnya waktu itu Papa suka banget sama anak perempuan."

"Tapi nggak mesti dengan cara berbohong kan Ma?"

"Iya sayang, Mama terpaksa waktu itu."

"Tapi kenapa Mama nggak suka sama Agatha dan selalu bersikap kasar sama dia?"

Riska menangis, pertanyaan Tino membuatnya teringat akan masa lalunya kelam. Ia benar-benar tidak sanggup jika menjawab pertanyaan itu, mengingat dirinya dulu yang selalu diperlakukan kasar.

"Kenapa nangis, Ma? Okay gini aja, kenapa Mama itu lebih sayang banget sama Gavin dibandingkan Agatha?" Tanya Gavin tanpa perduli Mamanya menangis dalam diam.

"Itu dulu karena Papanya Mama sayang banget sama Mama."

"Maksud Mama itu apa sih?"

"Hikss.. Sakit Ma." Ucap anak perempuan itu sambil menangis sesegukan.

"Ini balasannya kalau kamu melawan perintah Mama." Wanita paruh baya itu terlihat sangat kejam dengan tali cambuk yang ada di tangannya.

"Maaf.. Ma.. Hikss.."

Anak perempuan sekitar berumur 7 tahun itu menangis pilu, ia selalu saja disiksa tanpa ada kesalahan yang diperbuatnya. Seluruh badannya hampir memerah akibat cambukan dari Sherly-Mamanya.

"Ingat ya! Kamu itu anak pembawa sial! Nyesel saya lahirin kamu! Harusnya saya itu melahirkan anak laki-laki, bukan anak perempuan macam kamu! Kalau tahu begitu saya bunuh saja kamu waktu itu!"

Apa yang bisa dilakukan oleh Riska, ketika Mamanya berkata seperti itu? Semua anak yang mendengarnya pasti akan menangis.

Marah, kecewa, sedih, dendam, semua sudah dirasakan oleh anak berumur 7 tahun itu. Ia sekarang benar-benar menyimpan kebencian pada Mamanya.

Matahari tampak bersinar terang pagi ini, udara sejuk di daerah pegunungan itu menambah kesan yang indah. Tampak pria paruh baya dengan setelan kemejanya yang rapih.

"Pa.. Papa mau kemana?"

"Lho Riska, muka kamu kenapa merah-merah?" Tanya Weli, tanpa menjawab pertanyaan Riska-putrinya.

"Kemarin aku jatuh Pa, waktu aku main."

"Hati-hati dong sayang kalo main," ucap Papanya perhatian.

Hari ini Riska memang memakai baju serta celana panjang, agar semua luka cambuk itu tidak dilihat oleh Papanya. Ia tidak mau Papanya khawatir.

"Papa belum jawab pertanyaan Riska,"

"Oh iya, Papa mau ke luar kota sayang. Kamu di rumah baik-baik ya, jangan main dulu kalo masih sakit lukanya."

"Iya Pa, Papa lama nggak disana?"

"Sekitar 6 bulan sayang, soalnya Papa harus selesaikan proyek disana."

"Lama banget Pa, tapi Papa hati-hati ya disana."

XELLAWhere stories live. Discover now