Rindu yang Egois

43 1 0
                                    

Mari kita bicara sedikit soal rindu. Seberapa sering dirimu merasakannya? Sakit kah? Mengganggu kah? Menyusahkan kah? Mungkin sebagian jawaban yang terucap adalah 'iya'. Aba-aba atas kedatangan rindu yang sulit ditebak, dan perilakunya yang tak sopan langsung memenuhi isi hati tanpa ruang tersisa. Seolah kita tak boleh merasakan hal lain selain dirinya. Lumpuh, terduduk lemas, sesak, lalu emosi sekejap terkuras. Rindu tak mau tahu.

"Rasakan apa adanya diriku, aku tak peduli dengan rasamu yang lain."

Sialnya lagi, rindu itu sering kali muncul tidak tahu tempat. Pernah dirimu berjalan di sebuah taman, lalu melihat ke sebuah bangku dimana dirimu pernah bersama seseorang dimasa lalu. Lalu kau teringat sesuatu. Langsung saja rindu mulai merambat lambat mencengkram kuat. Betapa menyenangkannya saat itu, saat bersamanya dulu. Saling berbagi bahagia, tertawa bersama tanpa tahu bahwa itu hanya akan jadi kenangan dalam kenyataan yang pahit sekarang. Ironisnya, saat kau sedang melihat bangku itu, kau mungkin sedang berjalan sendiri atau bahkan sedang bersama orang baru.

"Tak peduli kau sedang dimana dan dengan siapa. Jika aku datang, kau ingat masa lalu dulu, titik!"

Cahaya matahari pagi saat hari masih sunyi membawa kenangan dimana ada hari-hari tertentu yang aromanya mirip sekali dengan hari ini. Sulit dijelaskan, tapi cahaya matahari yang hangat mampu mengantarkan rindu. Begitu juga angin, riak air, dan yang paling berbahaya, hujan. Awalnya rintik membentuk suara dengan rima. Lalu tak lama rintik lebih deras menjadi hujan. Suara dan rima menjadi lebih cepat namun menenangkan. Ditambah dengan aroma-aroma tanah yang basah dan suhu ruang yang perlahan mulai dingin. Mulailah rindu muncul sebagai rasa hangat yang kurang ajar.

"Aku adalah rasa yang dengan sadar telah berkonspirasi dengan semesta."

Rindu itu egois dan ingin menang sendiri. Muncul saat hari terasa sangat sibuk, dimana sedih masih tertahan di pelupuk. Saat mata sedang ingin istirahat, saat luka masih terasa berat. Rindu selalu ingin dimengerti tanpa mau mengerti. Ingin terus jadi prioritas tanpa paham makna batas.

Sudahlah, berteman saja. Percuma dilawan. Walau terpaksa, setidaknya dengan berteman, segala sesuatu jadi bisa dibicarakan. Berteman dengan rindu, berbicara tentang masa lalu, berharap mampu berdamai, walau segala sesuatu tetap saja akan menjadi ganggu yang terus dimulai. Dan selayaknya seorang teman, rindu adalah teman yang akan sering menyakiti. Walau kadang, memberi sedikit pemahaman untuk lebih mengenal diri.

Baca tulisanku yang lain juga di sini:

Instagram/twitter : fajaresokhari

Fajar Esok HariWhere stories live. Discover now