9. Cerita Masa Lalu

170 30 1
                                    

ANGGIA POV

Aku membawa belanjaanku menuju mobilku. Tidak terlalu banyak, hanya berisi beberapa camilan dan kebutuhan rumah lainnya. Disana terlihat Pak Gun dari jendela mobil yang terbuka. Ia sedang tertidur pulas tanpa merasa terganggu sedikitpun dengan suara jalanan yang tidak jauh dari parkiran mobilku. Pak Gun memang terlihat sangat lelah. Tapi lebih tepatnya bukan lelah, dia hanya kurang tidur gara-gara nonton piala dunia semalam bersama Kakek. Akibatnya ya seperti ini, setiap mampir disuatu tempat Pak Gun akan mengambil waktu itu untuk tidur. Aku seharus memaklumi laki-laki separoh baya itu, lagi pula sepertinya sama saja semua lelaki adalah penggila bola, apalagi piala dunia. Mungkin mereka merasa sedang memainkan bola dan berada di usia 20 tahun lebih muda ketika menonton liga piala dunia tersebut. Serasa menari dilapangan menendang bola kearah gawang. Tapi, ayo sadarlah orang-orang tua, kalian hanya sedang menonton sambil berteriak GOL....GOOOLL!!!.

Tiba-tiba sebuah botol larutan penyegar menggelinding dihadapanku. Aku mencari dari arah mana botol itu berasal. Ternyata berasal dari seorang wanita separoh baya yang sedang kesusahan membawa belanjaan cukup banyak dari supermarket. Barang-barangnya jatuh berhamburan. "Mama!" kataku. Iya, itu adalah Nyonya Meirinda mamanya Fikran. Dia tampak kesusahan membawa belanjaannya yang sebagian sudah berhamburan jatuh. "Kenapa mama bawa belanjaan sebanyak ini sendirian?"

"Mama berangkat sendiri Nak, tadi Mama kesini menggunakan taxi."

"Memangnya kemana Fikran? Kemana Asisten pribadi mama? Kemana juga sopir Mama?" tanyaku sambil membantu Nyonya Meirinda mengumpulkan barangnya.

"Fikran ada dikampus atau dikantornya. Siti sedang membantu Bi Ranti membereskan gudang yang akan dipindah, sedangkan Pak Hajib sopir mama sampai jam segini masih tidur."

Mungkin Nyonya Meirinda tidak ingin membatalkan pekerjaan asistennya itu dan tidak mau mengganggu tidur sopirnya yang aku yakini menghabiskan waktunya semalam untuk menonton piala dunia. Makanya dia tidak mampu membuka pelupuk matanya itu. "Ya sudah.... Mama pulang bareng Anggia saja," Kataku membantu membawa barang Nyonya Meirinda sebagian ke dalam bagasi mobilku.

Aku membangunkan pak Gun yang tertidur pulas sambil mengeluarkan suara aneh dari pita suaranya itu. " Pak bangun Pak!" Pak Gun sepertinya tidak sadar sedikitpun. "Pak Gun! Saya sudah selesai," aku memanggilnya kembali. "PAK!" nadaku agak tinggi. Aku melihat kearah Nyonya Meirinda sekejap. Dia tampak bingung tak mengerti. "Mama tau? Aku yakin nasib Pak Gun sama seperti sopir Mama yang tertidur dirumah. Mereka semalam menonton piala dunia, makanya mereka tertidur seperti ini Ma."

"Mama baru tau tadi malam ada piala dunia."

"Apa sebaiknya kita ke cave terdekat dulu ma? Aku takut pak Gun akan merusak mobilku diperjalanan karna mengantuk."

"Baiklah sayang. Disamping supermarket ada cave. Ayo kita kesana sebentar!" kata nyonya Meirinda sambil tersenyum padaku.

Aku mengangguk tersenyum. Setelah semua barang sudah dimobil, aku dan Nyonya Meirinda menuju cave yang memang terletak persis disamping supermarket. Aku dan Nyonya Meirinda memesan makanan yang ingin kami makan. Kami tidak punya pilihan selain makan sambil bercengkerama. Setelah sedemikian menit aku dan Nyonya Meirinda menuju mobil kembali. Tampak Pak Gun yang sedang meminum kopi sambil menunggu seseorang dipintu, dan bisa kupastikan dia menungguku mungkin dia juga kebingungan tidak tau aku berada dimana.

"Maaf Nona. Sepertinya saya membuat Nona menunggu saya bangun."

"Tidak apa-apa Pak," Kataku lalu mempersilahkan Nyonya Meirinda masuk kedalam mobil.

Pak Gun menyeringai memperlihatkan deretan gigi peps*den nya. Ia mengendarai mobil menuju rumah Fikran untuk mengantarkan Nyonya Meirinda. Nyonya Meirinda memaksaku untuk tidak pulang terlebih dahulu. Sebaiknya aku mencicipi makan siang di rumahnya, begitu permintaannya. Awalnya aku menolak, tapi akhirnya aku merasa tidak enak pada wanita separuh baya ini jika aku tidak menuruti permintaannya.

Nadi Yang Menghidupkan (TAMAT) sudah terbit, Full PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang