20. Aku Melihat Aryaku

127 20 1
                                    

ANGGIA POV

Detik berganti menit menjadi jam dan melahirkan hari. Gak berubah jadi minggu soalnya aku belum seminggu di Paris. Haha. Ini hari ke enam aku di Paris, setelah seharian aku tidur karna sakit dan Fikran dengan telaten mengurusku aku jadi mengambil kesimpulan kalau dia adalah orang yang baik. Kalau pun aku tidak bisa menyukainya setidaknya sekarang aku sudah menghargai Fikran.

Aku juga sangat menikmati honeymoon yang bisa dikatakan bukan honeymoon melainkan jalan-jalan keluar negri. Haha, "Terimakasih". Ucapku pada Fikran yang memberiku es krim.

"Benerkan stroberi?"

Aku mengangguk dan menikmati es krim ku tanpa memperdulikannya lagi.

"Anggia!"

"Emmm..." jawabku masih menikmati es krim ku.

"Coba kau lihat itu!"

"Apaan?" tanyaku lalu melihat ke arah sesuatu yang ia tunjuki. Tanpa meminta persettujuanku terlebih dahulu Fikran malah langsung menyeropot es krim ku. "Eh.. Eh.. Kamu," aku berhasil memukul punggung Fikran sekali lalu ia berlari menghindar pukulan maut jurus ultramen ku. Fikran malah tertawa melihat mulutku yang manyun bercampur kesal. "Kembalikan es krim ku Fikran!"

Fikran malah mendekatiku kembali, lalu mendekatkan wajahnya padaku. "Ambil ini!" katanya menunjuk sisa es krim ujung bibirnya. Aku dengan sigap menonjoki bahunya "jorok kamu!"

"Kan gak apa jorok sama istri sendiri."

Aku memalingkan wajahku darinya, entah mengapa aku merasa aneh dengan perlakuan Fikran padaku. Padahal dia memang selalu memperlakukan ku baik, selalu memanjakanku, tidak pernah memarahiku, tapi baru sekarang aku merasakan perasaan aneh seperti ini.

"Hei... Jangan ngambek, ayo kita beli lagi. Nanti kamu tinggal pilih mau yang mana." bujuk Fikran padaku.

"Gak," jawabku singkat, padat, dan jelas.

"Atau mau aku gendong," aku langsung memalingkan pandangan kearahnya dan menatapnya penuh intimidasi. Tanpa mendengar jawabanku ia langsung mengangkatku.

"Fikran turunkan aku" perintahku memukuli dada bidangnya. Fikran tidak memperdulikannya dia langsung berjalan ke toko es krim yang memang dekat dengan taman kami singgahi. "Fikran malu dilihat orang," perintahku lagi yang memang asli sangat malu melihat orang yang memandang kami aneh. Nanti dikira aku anaknya yang dipaksa bapaknya pulang kerumah karna bermain terlalu jauh. Aduuuhhh ni suami tega banget sih.

"Sudah sampai baginda Ratu," ujar Fikran membantuku berdiri setelah ia menggendongku tadi.

"Malu diliat orang," kataku dengan sedikit membentak dan melototinya.

Ia tampak tak peduli dengan tetap tersenyum padaku. "Ok. Baginda Ratu mau es krim yang mana?" tanyanya.

"Gak."

"Ayolah sayang... Jangan gitu! Aku udah gendong kamu loh. Pegel."

"Emang siapa yang minta digendong. Situ yang gendong saya sendiri."

Seketika ada si pegawai toko es krim yang berbicara dengan bahasa prancis pada kami.

"Dia nanya mau varian rasa yang mana?" Fikran menerjemahkan dan menanyakannya padaku.

Ga enakan juga kalau udah ditanya gini tapi ga dibeli. "Yaudah, stroberi sama vanila campur."

"fraises et vanille mélangées," kata Fikran yang sepertinya mengatakan apa yang aku minta. "grande taille," sambungnya lagi.

Tak lama semangkuk es krim besar datang menghampiriku. Kalian tau apa yang aku rasakan? I am very happy. Fikran mengambil es krim tersebut dan membawanya ke taman tempat kami duduk tadi. "Silahkan baginda Ratu," ucapnya.

Tanpa sungkan aku menyantapnya lahap. Es krim ini memang sangat lezat, kalau udah nyoba pasti pengen lagi dan lagi.

BWT kok jadi endors disini ya haha. Fikran hanya menatapku yang sedang menikmati semangkuk es krim. "Kau mau?" tanyaku padanya. "Aaa... " kataku untuk menyuapinya sesendok es krim.

Ia membuka mulutnya menerima suapanku. "Es krim nya ga enak," katanya.

"Ini enak banget."

"Karna kamu yang suapin makanya enak."

Aku tertawa. "Masasih," lalu kami tertawa bersama sambil menikmati es krim dan mendengar lelucon-lelucon bodoh Fikran.

Aku merebahkan tubuhku diatas sofa empuk yang ada dikamar kami. "Huffttt jalan-jalan yang menyenangkan," kataku sambil tersenyum.

"Drrtt... Drrtt... Drtt..." suara getaran hp dari saku baju Fikran. Aku langsung memalingkan pandanganku ke arahnya yang sedang merogoh saku jaketnya.

"Hallo assalamualaikum," ucap Fikran. "Apa? Mama masuk rumah sakit?"

Aku tersentak mendengar ucapan Fikran. Aku langsung berjalan mendekatinya dan menatapnya penuh perasaan kacau. "Suruh Randi pesan tiket pesawat, sejam lagi saya sudah dibandara," titahnya dan langsung mematikan ponselnya.

"Anggia... Kita pulang sekarang," bawa barang seperlunya.

Aku mengangguk dan membantu Fikran membereskan berkas-berkas yang ia bawa. Sedangkan aku hanya membawa pulang tas selempang.

Fikran memegang tanganku erat dan membawaku untuk mengikutinya. Kami sekarang sudah tiba dibandara menuju tempat menunggu keberangkatan.

Namun, "Deg" aku melihat seseorang. Seseorang yang sepertinya sangat aku kenal. "Arya," kataku kaget dengan suara pelan. Aku melihatnya, sungguh aku melihat Aryaku. Dia ada disini. Arya yang sekian lama kutunggu dan kucari-cari kini sudah kutemukan lagi. Tanpa sadar aku melepas genggaman Fikran dan mengejar Arya yang kulihat dalam kerumunan orang banyak.

"Anggia...!" panggil Fikran saat melihatku berlari meninggalkannya.

Aku terus mengejar Arya yang sekarang hanya terlihat punggungnya saja. Dan tanpa sadar saat berlari aku hampir menabrak seorang sekuriti berbadan tegap. Fikran langsung menarikku ke dalam pelukannya. "pardonne à ma femme monsieur," ucap Fikran yang sepertinya meminta maaf.

"Oui pas de problème," balas sekuriti tersebut "lain kali kalau berjalan harap hati-hati." tambahnya dengan bahasa Prancis.

Fikran mengangguk.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya padaku yang melihat kesana kemari mencari sosok yang kulihat tadi.

"Aku...aku..." aku berfikir sejenak, tidak mungkin aku mengatakannya kalau aku melihat Arya. Apalagi sekarang kami akan pulang untuk menemui Mama. "Iya aku baik-baik aja Fik."

"Ayo... Sebentar lagi kita akan terbang," ujarnya kembali memegang tanganku erat. Dan menggandengku menuju tempat tunggu keberangkatan pesawat.

Nadi Yang Menghidupkan (TAMAT) sudah terbit, Full PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang