33. Bertemu Om Hendra

81 7 1
                                    

ANGGIA POV

Kalau kalian bertanya bagaimana kebahagiaanku dengan kehadiran bayi ini maka aku akan menjawab aku sangat bahagia. Aku merasa menjadi wanita paling beruntung yang bisa menghadiri seorang bayi dari seorang pria yang begitu sabar terhadapku. Akhir-akhir ini pun aku tidak tau kenapa aku ingin selalu menempel pada Fikran suamiku. Aku bahkan sering mengikutinya ke kantor hanya untuk melihatnya. Apalagi sekarang diruangan Fikran sudah dibuatkan sebuah kamar kecil yang hanya muat satu tempat tidur saja untuk bisa aku tiduri ketika aku berada di kantornya. Dia begitu perhatian padaku dan melarangku untuk melakukan apapun yang akan membuatku kelelahan.

Usia kandunganku sudah satu bulan dan rumah tangga kami berjalan normal. Tak tau bagaimana perasaanku pada Arya kini. Entah aku masih mencintai dia atau tidak. sudah lama aku tidak bertemu dengannya, terakhir kali adalah ketika Arya kerumahku karna diminta oleh Fikran.

Entahlah, saat ini aku ingin melupakannya. Aku hanya ingin memulai kehidupanku bersama Fikran. Aku sudah tidak mau mengingat-ingat lagi bagaimana perasaan ku dulu pada Arya. Walaupun kebaikan Arya begitu besar padaku. Tapi memang dia sendiri yang menginginkanku untuk menjauhinya. Dan aku sedang memulai untuk melupakanmu, tapi aku tidak akan melupakan segala kebaikanmu Arya.

Hari ini aku membawakan sarapan siang untuk Fikran, itu hal biasa yang aku lakukan. Tapi kali ini aku membawakannya sup kepiting spesial karna dibuat oleh orang spesial sepertiku.

Aku sudah keluar dari lift untuk menuju ruangan Fikran namun aku berpapasan dengan seseorang yang sangat ku kenali. Dia baru ingin masuk kedalam lift, apa dia kerja disini? Ah tidak mungkin dia kan punya perusahaan sendiri.

"Hei Anggia."

Aku menatapnya sinis.

"Kenapa kau menatap Om mu seperti itu?"

Aku tidak menjawabnya lalu memalingkan wajahku.

"Apa kamu kerja disini?"

"Bukan urusanmu Tuan Hendra."

"Waw kau sudah tidak punya sopan santun ya," katanya membuatku merasa kesal muak melihat wajahnya. Ia melihat ke arah rantangan yang kubawa lalu menatapku sinis. "Sepertinya CEO yang menikahimu kemarin adalah anak dari perusahaan milik keluarga Farhaddi Yusuf."

"Maaf. Saya tidak banyak waktu untuk menjawab pertanyaan anda," aku beranjak ingin pergi dari hadapan ular licik ini.

"Sepertinya kau sudah belagu semenjak menjadii Nyonya besar perusahaan ini Anggia."

Aku tidak memerdulikannya dan langsung pergi ke tempat tujuanku yaitu ruangan Fikran, lelaki paruh baya itu benar-benar sudah merusak mood ku hari ini. apa yang dia inginkan sehingga begitu senang mencampuri urusan keluargaku.

Aku menarik nafas dalam ketika sampai didepan ruangan Fikran, aku tidak boleh memperlihatkan rasa kesalku padanya. Setelah itu aku membuka pintu ruangan Fikran sambil mengucapkan salam.

"Tumben kamu datengnya setelah jam makan siang sayang."

Aku tersenyum padanya walau sebenarnya rasa kesal dan amarahku pada lelaki tadi masih ada. "Tadi aku kelamaan masak."

Aku menemani Fikran sampai makan siangnya selesai, setelah itu aku berpamit untuk pulang.

"Kenapa tidak disini saja sayang? Nanti sore kita pulang bareng."

"Aku pengen dirumah aja."

"Ngapain dirumah sendirian?"

"Biasanya aku juga sendiri dirumah."

"Iya juga sih," Fikran tampak berfikir sejenak. "Yaudah kalau nanti aku udah selesai kerja, aku langsung pulang," katanya padaku.

Aku mengangguk sambil tersenyum lalu pergi meninggalkannya. Entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak setelah bertemu dengan lelaki berhati busuk itu. Sebenarnya aku tidak menyimpan rasa ingin balas dendam terhadapnya, tapi entah mengapa rasa benci itu selalu saja ada ketika aku bertemu dengan lelaki itu.

Betapa kagetnya aku ketika aku melihat Arya berada di depan kantor Fikran bersama dengan Om Hendra. Kenapa mereka terlihat sudah kenal sejak lama. Om Hendra pun memperlakukan Arya bukan layaknya seperti bawahan melainkan seperti temannya sendiri. Aku sedikit bersembunyi di belakang salah satu mobil yang berada di parkiran kantor Fikran mendengar pembicaraan mereka.

"Kita akan menjalin kerja sama dengan perusahaan Farhaddi Yusuf, jadi kamu yang akan menangani proyek ini Arya. Papa percayakan ini sepenuhnya kepadamu," jelas Om Hendra yang jelas saja mengagetkanku.

"Arya menyebut Om Hendra sebagai Papa. Bukankah papanya Arya sudah meninggal didalam penjara," pikirku didalam hati. Jelas saja aku merasa heran, yang aku tau Ayah Arya berada di dalam penjara karna menjadi kepala dalam pembunuhan orang tuaku. Lalu siapa sebenarnya Om Hendra itu.

Tak lama mereka hilang dari hadapanku yang aku tak tau kemana arahnya. Mungkin mereka kembali ke kantor mereka untuk melanjutkan pekerjaannya atau melakukan hal lain. Aku langsung menuju mobilku, menyuruh Pak Gun untuk mengendarai mobil menemui Aletta ke rumah Kakek.

Aku memberi tahukan Adikku tentang apa yang kudengar tadi. Aku hanya ingin mencari pendapatnya tentang hal tadi. "Kenapa sih Arya itu harus muncul lagii?"

"Bukan itu yang jadi masalahnya Aletta. Arya adalah orang yang baik, Kakak tau itu. Kakak sudah lama mengenalnya jadi Kakak tau bagaimana sifatnya."

"Trus yang Kakak lihat tadi apaan? Dia pasti berkerja sama dengan Om Hendra untuk ngehancurin pernikahan Kakak."

"Eh, kamu ngomong apa Aletta? Kakak gak pernah mikir sampai kesitu. Kalau Arya memang menginginkan rumah tangga kami hancur, dia bisa melakukan itu dari dulu," jelasku menolak perkataan Aletta.

Aletta terdiam sejenak, "trus ngapain jugak dia deket-deket sama si Hendra itu? Apa mungkin dia anaknya Om Hendra dan berambisi kuat untuk merebut harta orang lain?"

Aku memijat pelipisku perlahan. "Gak mungkin Al, pasti ada suatu rahasia yang gak kita ketahui. Arya gak mungkin ngelakuin hal itu."

"Aletta bingung deh sama Kakak, ngapain sih dari tadi Kakak bela-bela si Arya itu? Kakak masih sayang ya sama dia?"

"Kenapa ngomongnya jadi kemana-mana sih."

"Kakak itu udah punya suami, gak usah berharap sama orang yang udah memberikan harapan kosong sama Kakak," jelas Aletta yang tentu saja malah berbelok kekiri. Ia malah meninggalkanku di ruang tamu menuju kamarnya.

Wajar saja aku percaya pada Arya, tidak mungkin Arya melakukan hal seperti yang diduga oleh Aletta. Aku mengenalnya sudah sejak lama, dia adalah orang yang sangat baik dan tidak akan melakukan hal yang jahat atau menyakiti orang lain.

Aku memilih pulang kerumah dan beristirahat dirumah dari pada memikirkan Om Hendra. Aku hanya bisa berharap semoga semuanya tetap baik-baik saja. 'Semoga tidak ada masalah lagi dengan Om Hendra.'

Nadi Yang Menghidupkan (TAMAT) sudah terbit, Full PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang