CHAPTER XI : Blood Brothers

828 57 42
                                    

    Aku dan Goro segera mengenakan baju zirah berikut helm ketopong dan perlengkapan lainnya. Dua prajurit menuntun Kuroma dan Genma yang terlihat lebih segar dan bersih. Prajurit bawahan Goro mengurus kuda-kuda kami dengan sangat baik. Pelana terpasang rapi, sepatu kuda sudah diganti, surai kepala dan ekornya masih basah mencipratkan air bekas mandi. Kuroma dan Genma meringkik sambil mengangkat dua kaki depan mereka, tak sabar menunggu perintah selanjutnya.

    Kuda hitam dan coklat berderap meninggalkan pinggiran hutan, bergerak menuju tanah lapang bekas perkemahan pasukan Ilkhanat yang sudah berubah menjadi tempat singgah sementara pasukan samurai Kyushu. Tenda warna-warni mengikuti lambang klan masing-masing seolah tenda-tenda perayaan besar menyambut musim semi. Bendera berbagai macam klan berkibar melambai, umbul-umbul tertancap di depan tenda yang mengelompok berdasarkan warna tersendiri. Kepulan asap masakan dan teriakan nyanyian bersenandung bersama bau khas bumbung-bumbung sake yang terbuka. Mereka berpesta untuk kejayaan sementara. Kemenangan awal yang didapat dengan mudah membuat tugas yang belum terselesaikan tertunda.

    Tapak Kuroma dan Genma berderap membelah tanah lapang, meluncur cepat menuju arah perkemahan. Sesampai di pos penjagaan awal, Goro tidak memperlambat kecepatan kudanya. Aku mengibarkan bendera kecil berlambang dua bulu anak panah. Goro mengangkat plakat berlambang utusan khusus Jendral Shoni. Puluhan penjaga pos memberi jalan kuda kami lewat, sementara dua prajurit lainnya mengangkat palang penghalang.

   Kami menarik tali kekang setelah melewati pos penjagaan, berkelok melangkah pelan ke jalan sempit di antara tenda-tenda klan samurai, bergerak lurus mencari tenda klan Shoni. Kepulan asap masakan menghalangi padangan. Bau sake menusuk hidung memberi sinyal ke otak kami untuk menghentikan kuda, sekedar ikut larut nikmatnya pesta sake. Namun, bendera lambang empat kubus terbalik dengan lubang di tengah menarik keinginan kami. Pos penjagaan terluar kelompok klan Shoni terlihat ketat. Tiga puluh prajurit samurai dengan tombak panjang berdiri di depan pagar penghalang. Dari pos penjagaan, tenda paling besar berwarna merah berjarak lima puluh meteran terlihat gagah dijaga pula oleh puluhan parjurit. Bendera besar klan Shoni berkibar di atas tenda itu, sebagai pertanda kemah Jendral Shoni Kagesuke berada.

   Berbanding terbalik dengan klan samurai lain, yang prajuritnya berpesta di tengah siang bolong, prajurit klan Shoni belum bisa melepaskan penat. Mata mereka melirik tajam setiap pendatang yang dianggap mencurigakan. Mereka adalah prajurit samurai berdisplin tinggi, tak akan melepaskan baju zirah sebelum pertempuran usai.

   Goro melambaikan plakat utusan khusus. Plakat yang terbuat dari logam warna emas sebesar kepalan tangan mencorong tertimpa cahaya matahari, sanggup menggetarkan nyali samurai klan lain. Seolah jimat yang ampuh, dengan berbekal plakat utusan khusus, Goro selama ini bisa merambah wilayah dibawah kekuasaan Jendral Shoni Kegesuke tanpa kesulitan. Semua klan samurai akan tunduk, menurut perintah Goro seolah perintah itu datang langsung dari penguasa pulau Kyushu. Namun, kali ini plakat itu tidak mempan melewati penjagaan. Sepuluh prajurit samurai berbaris rapi dalam dua baris, menodongkan tombaknya ke depan, memaksa kami menarik tali kekang Kuroma dan Genta.

    "Aku Takezaki Suenaga ingin menghadap langsung Jendral Shoni Kagesuke," teriak Goro.

    Seorang samurai berpangkat letnan maju ke depan, sementara tombak-tombak samurai lain tetap mengacung. Helm ketopongnya menyembunyikan wajahnya, tangan kirinya memegang sarung pedang yang terselip di pinggang, sembari tangan kanannya mengelus gagang pedang. Dia bersiap dalam kuda-kuda pertahanan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SAMURAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang