5.

85 10 3
                                    

''Itu darah" aku spontan menunjuk wajah setelah melihat cairan merah pekat turun dari hidungnya. Ibu sedang mengambil kue sisa tahun baru di kulkas ketika Mikio sigap menyambar tissue lalu berlari ke wastel sambil menampung darahnya.'

''Hidungku agak sensitif dengan perubahan musim.'' Dia menjawab singkat ketika ibu bertanya apa ia baik-baik saja. Mikio Kembali duduk di kursinya menikmati kue setelah membersihkan wajah. Kemudian semua kembali seperti biasa, Ibu dan Mikio membicarakan perkembangan toko daging-usaha yang sekarang dikelola oleh ayah. Sementara aku sibuk memilah keping-keping pikiranku sendiri.

''Akhir-akhir ini aku benar-benar sibuk, walaupun libur harus tetap mengkoordinasi konser dan pertemuan dengan pihak sponsor''

Ibu menuangkan teh hijau ke dalam gelas, sementara Mikio memutar mata menatap langit-langit rumah seolah semua pikirannya ada disana, dan ia perlu membidik satu-persatu pikiran itu dengan pandangannya.

"Aku ingin pergi ke kolumbarium nanti siang." Tiba-tiba ia bersuara datar. Aku melihat wajah Mikio, meski ia tidak menjelaskannya secara rinci, aku dan ibu juga tahu dia ingin mengunjungi abu seseorang yang telah meninggal sekitar 2 tahun yang lalu, sepupu kami.

"Sudah lama aku tidak pergi kesana. Kalau pulang, aku pikir aku harus mengunjunginya sesekali."

Suaranya memantik ke khawatiran yang membelit relung dalam batinku, mimpi itu terbayang kembali. Entah kenapa, aku selalu berusaha berpikir positif bahwa semua ini adalah hal yang biasa, namun mimpi itu terus mengintervensi pikiranku tentangnya.

"Aku ingin ikut," aku mengajukan diri, mematuhi suatu dorongan besar alam bawah sadarku. Mikio menatapku heran.

"Aku ingin makan mie lobster, sudah lama tidak kesana. Bukankah satu arah?"

#######

Aku mengekori Mikio yang berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua rumah kami, ia memasukkan tangannya ke dalam saku. Aku memperhatikan kedua sisi bahunya yang lebar dan asimetris-bergerak memantul pelan mengikuti langkah kakinya. Tiba-tiba ia berhenti dan menolehkan wajahnya sedikit melihatku.

'' Bersiaplah, aku akan segera pergi setelah mandi,'' ujarnya singkat, setelah itu ia lanjut berjalan.

Sekali lagi pikiranku melebar, dan aku merasakan sesuatu asing yang mengikuti dan menggelitik punggung, lalu meninggalkan sensasi aneh disana.

Aku mendengar suara hujan ketika hampir mencapai puncak. Suara hujan itu mendadak semakin deras-menyumpal telingaku dan menenggelamkan semua element dalam ruang sempit ini. Dalam bingkai jendela yang berseberangan dengan ujung tangga, aku melihat matahari tenggelam di balik semburat kelabu, hujan deras mengguyur kota yang dikerubungi awan gelap, jutaan jarum air meluncur jatuh berpapasan dengan arus waktu, pemandangan itu yang terlampir dibalik sepetak kaca berbingkai putih. Mikio menghilang dibalik pintu kamarnya. Ruang hampa di lantai atas serasa sangat luas dalam hamparan warna temaram. Aku mencari saklar lampu, tidak ada yang berubah ketika aku menekan tombolnya, hanya kilat yang menyambar ruang ini, sekejap mematahkan kegelapan.

######

Selama tiga menit aku menatap pantulan diriku dalam cermin, setelah menyemprotkan sedikit parfum, aku keluar kamar mencari Mikio. Ia tidak ada di kamarnya.

Aku mengintip sedikit dari celah pintu ruang musik yang tidak tertutup rapat ketika denting akor piano menjentik telingaku. Mikio duduk di depan piano upright, ia telah berganti pakaian. Ia melettakan tangan kirinya di belakang tangan kanan, kemudian memulai permainannya dengan nada rendah dan halus. Sudah lama aku tidak mendengar ia memainkan sebuah lagu, oleh karena itu aku tidak mengganggunya.

Ketukan nada ringan mulai menggema di ruang musik kemudian satu-persatu menyelip dari celah pintu, menyentuh daun telinga lalu mengisi suatu ruang senyap dalam diriku. Dengan ini, aku benar-benar merasakan keberadaannya dengan sangat nyata.

Jari-jarinya memantul di atas papan tuts dengan luwes seolah bergerak sendiri, tangan kanan memainkan akor dengan lincah sementara tangan kiri menyeimbangkan tiap-tiap nada, dia telah membuang semua keraguan dalam dirinya, itu yang aku tangkap. Ia berhasil menghipnotis alam bawah sadarku dengan sentuhan romantisme yang membangunkan suatu perasaan. Setiap gerakan tangannya, setiap kali ia menyulam sebaris note menjadi sebuah mantra sihir, maka aku merasa ia menggiring imajinasiku menjadi semakin liar, pikiranku menangkap bebas semua ilusi.

Dia menyentuh banyak tuts dalan satu kali ayunan tangan, membuat ketukan cepat seperti sihir yang secara ajaib memunculkan papan susunan tangga yang melayang di udara.

Dan dalam hitungan detik melody romantisme itu berubah menjadi gambaran ingatan tentang adegan film sedih yang pernah aku tonton, dia melemparku kesana dengan gerakan jarinya yang tiba-tiba merubah ritme menjadi lebih lambat dan lirih.

Aku tidak tahu perasaan seperti apa yang muncul ketika dia bekerja membuat musik. Aku berpikir bahwa kekuatan magis yang dibangun Mikio merupakan suatu bentuk nyata bakat dan sisi emosi bebas yang ia miliki, pikiran itu berubah menjadi pertanyaan. Jika seandainya ini berasal dari sesuatu yang terpendam di dasar jiwanya, mungkin sesuatu yang tidak disadari orang lain, bukankah aku sedang menikmati hal yang tidak pernah aku ketahui, rahasia yang selama ini ia simpan, mungkin perasaannya sendiri. Aku tidak begitu paham tentang moralitas, sisi baik atau buruk, kehidupan dan penderitaan, kenyataan dan alam bawah sadar, juga tentang wujud ekspresi diri manusia, aku pikir aku benar-benar kosong, bahkan terlalu kaku untuk memahami diriku sendiri.

Aku tidak menyadari berapa lama waktu yang telah berlalu di depan celah sempit ini. Mikio membenturkan dua nada, rendah dan sedikit lebih tinggi menjadi improviasi yang memikat. Permainannya begitu hidup, menyatu dengan suara hujan dan semerbak aroma pluviophile yang mengambang bersama udara bersih. Dia seperti menciptakan dunia lain, setiap denting akornya seakan memberi nyawa pada kehidupan yang mengalir, kemudian dengan suatu kejaiban mampu menumbuhkan kembali bunga-bunga dan pohon-pohon layu diatas bentang tanah kering yang beku, seolah menyisir musim gugur menjadi musim semi dan mengembalikan hamparan rumput mati menjadi hijau. Musik yang ia rajut seperti penyembuh yang menyisipkan ketenangan dan kedamaian bagi siapa-pun yang mendengarnya. Dia benar-benar memiliki berbagai daya tarik yang hebat, orang yang aku lihat sekarang sebagai komposer dan ia yang berdiri diatas panggung adalah individu yang berbeda, ikatan darah tidak membuatku mampu memahami ia secara sempurna.

Ketika Mikio menjauhkan tangannya dari papan akor, secara ajaib hujan benar-benar berhenti dan secercah sinar matahari menerobos dari balik jendela lalu menempel pada celah papan akor menjadi saturasi yang berkilau.

''Kau sudah siap?'' ia menoleh, menatap celah pintu, tempat dimana dari tadi aku berdiri mengintip. Mikio berdiri setelah menutup piano. Dia mengenakan celana panjang hitam juga atasan kaos putih yang ditutup kemeja semi-parka berwarna biru gelap, kancing logam kemejanya ia biarkan terbuka, tidak lupa sebuah jam tangan sporty melingkar dipergelangan tangan kirinya. Dengan penampilan seperti itu, Mikio terlihat sangat rapi dan kasual.

''Ayo kita pergi.''

######

Mikio memberhentikan mobil sedan ayah di depan sebuah toko bunga di pinggir jalan. Sebelum pergi ke kolumbarium dia bilang ingin membeli bunga. Mikio keluar dari mobil, begitupun aku. Dia masuk terlebih dahulu ke dalam toko sebelum aku.

Hujan telah berhenti, meninggalkan udara dingin dan bersih, jalanan menjadi lembab dan basah. Ketika aku akan menginjakkan kaki diatas pedestarian toko, aku melihat selembar daun kecil jatuh dibawah kaki kemudian mengambang diatas genangan air hujan, daun kering yang menutup bayangan wajahku diantara warna-warni bias sinar matahari. Suatu kelegaan muncul menghapus kekhawatiran tidak berdasar yang terus mengintervensi pemikiranku, ketika daun itu jatuh seolah menunjukkan semua akan baik-baik saja. Hal biasa setiap kali musim gugur, daun-daun akan berjatuhan kemudian kembali tumbuh seperti sedia kala ketika musim semi datang. Hal seperti itu yang muncul di pikiranku.

Setelah memilih bunga dan membayar harga, Mikio keluar dari toko itu, aku yang duduk diatas kursi beranjak bangkit, menuju Mobil. ada seekor anjing liar berwarna hitam dan bertubuh kecil yang entah dari mana- duduk diatas kap depan mobil.

The Cat Sleep [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang