16 - Jiwa
* * *
Gelap, hening dan senyap.
Vante seakan buta sehingga tak ada sesuatu yang Ia lihat selain kegelapan ia pun bagai bisu, suaranya tak mampu keluar atau bahkan Ia sudah menjadi tuli karena rungunya tak menerima sekecil apapun suara.
Vante lantas berlari kencang guna menerobos apapun didepan sana, namun tetap saja sia sia karena tak ada seorang pun yang Ia rasakan kehadiranya. Seolah hanya dirinya makhluk hidup yang tengah bernafas.
Vante lantas merunduk, melihat dadanya sendiri yang tidak menunjukkan pergerakan, apa dirinya juga tidak bernafas.
Apa yang membawanya kesini, dan dimanakah ini? Atau ia sudah mati? Jadi ini jalan setelah kematian?
Beberapa pertanyaan itulah yang saat ini terngiang ngiang diotak Vante.
Kepalanya celingak celinguk mencari keberadaan yang akan mampu membuat hatinya ragu namun sia sia disaat ia pun tak merasakan apapun lagi.
Sebagai usaha terakhir, Vante mendongak dan lagi lagi ia hanya bisa tersenyum pasrah karena diatas kepala tak ada apapun selain kegelapan.
"Vante baik baik saja kan Ayah"
Vante tersentak, ia mendengar suara. Ini suara Anker. Suara yang bersirat kekhawatiran, dan secara bersamaan timbul suara lainnya.
Vante kembali terperanjat kala ruang gelap ini berganti dengan suasana yang sendu, air tiba tiba mengalir deras menyentuh kakinya.
Air yang semakin berlimpah ruah bahkan hampir menenggelamkan pinggangnya, Vante mencoba berlari namu naas disaat dirinya malah terpeleset dan tenggelam gelombang air yang kian membesar.
Ia ingin bersuara namun lagi lagi mulutnya pun tak mampu terbuka, nafas Vante tercekat membuatnya dilanda kebingungan.
"Berhenti menangis Anker, dia akan baik baik saja"
"Tapi kenapa darah dimatanya tak berhenti keluar"
Seketika air besar yang semakin deras itu senyap, warna mineral khas air lautan berubah merah, kulit Vante merasakan bahwa air ini mengental dengan warna merah yang merubah pekat.
Bau amis pun tercium hingga ia tak tahan. Sebenarnya ada apa ini?
Sehingga seluruh tubuhnya pun tak mampu meraih permukaan.
Hingga suatu pusaran besar muncul menariknya hingga kedasar laut darah sampai ia terlonjak dan sadar.
"Eum..." Erangan kecil terdengar, Vante mencoba menerobos cahaya mentari dan membuka matanya
Namun seakan dihantam ribuan kayu besar ia pun tak mampu untuk mengangkat kepalanya.
"Vante...." Anker tersentak, ia mendengar lenguhan kecil dari Vante. Lantas ia menoleh seraya berteriak kencang "Vante bangun.... Vante bangun"
Teriakan dari Anker diterima oleh beberapa pelayan yang senantiasa berdiri diluar ruangan.
Gerombolan pelayan mulai memasuki kamar pibadi Vante, raut khawatir kentara dengan deru nafas yang memburu membuktikan bahwa mereka dilimuti rasa cemas berlebih.
Disetiap sisi ruangan terdapat beberapa peralatan yang tersedia untuk memberikan kenyamanan pada Vante, lilin herbal, handuk herbal, sebuah botol herbal pun tersusun dipinggir ruangan.
Xiania, sebagai ketua pelayan ia melangkah perlahan mendekati salah satu meja sebagai alat peletakan peralatan, meraih sebuah handuk herbal yang hangat dan membawanya ke ranjang pesakitan Vante.

YOU ARE READING
Half Of The Brother (Golagen Kingdom) END
Fanfiction{Buku kedua publish} (Beberapa chapter dalam proses perevisian) Aksi tiba tiba Vante yang selalu bisa menyelundup keluar istana mempertemukannya dengan remaja seumuran bernama Gregor. Hanya saja, Gregor tak paham dan Vante tidak tau bahwa pertemua...