38. Penjelasan Rio

712 90 12
                                    

Bagian 38
Selamat Membaca

“Gue perlu kasih lo penjelasan soal waktu itu.”

“Gue capek. Gue nggak ada waktu.” Jawabnya.

Rio menatap gadis di depannya. Matanya enggan menatap objek lain di sana. “Gue nggak mau jadi pengecut yang nutup-nutupin semuanya.” Lanjutnya.

Ara mendongakkan kepalanya. “Buat apa? Toh gue juga udah bukan siap-siapa lo lagi.”

“Terserah!” bentak Rio. “Terserah lo mau anggep gimana.”

Ara tersentak mendengar nada bicara Rio yang meninggi.

Rio memejamkan matanya sebentar, menetralkan emosinya. Rio kembali menatap Ara dengan tatapan sayu. “Tapi tolong. Kali ini aja. Lo dengerin gue.” Pintanya.

“Gue nggak mau kayak dulu.” Rio menundukkan kepalanya. “Karen ague yang pengecut ini. Gue jadi kehilangan lo.”

Ara menatap Rio di depannya. Kenapa jadi bawa-bawa masa lalu sih?

Ara menarik pagar di belakangnya. “Masuk.” Ucapnya pelan, lalu berjalan masuk kedalam.

Rio menegakkan pandangannya, melihat Ara yang sudah masuk mendahuluinya.

Rio berjalan mengekor di belakang Ara. Ya, meskipun dulu pernah menjadi pacar Ara, tapi ini baru kali kedua dia masuk kedalam rumahnya. Biasanya hanya mengantar sampai depan pagar rumahnya.

Meskipun waktu itu dia pernah. Malah sampai menginap. Tapi kan waktu itu dalam keadaan tidak sadar.

Mereka sampai di ruang tamu. “Duduk.” Ucap Ara sembari meletakkan tasnya di atas sofa.

Rio mendaratkan pantatnya, duduk di sofa. “Gue ke belakang bentar.” Pamit Ara.

Ara pergi ke belakang untuk meminta tolong Mbak Minah agar membuatkan minum untuk tamunya.

Ara kembali dengan membawa segelas air minum di tangannya. Lalu meletakkannya diatas meja.

Ara duduk di seberang Rio.

Mereka saling bungkam, sampai suara hembusan napas Rio menjadi pemecah keheningan di antara mereka.

“Soal malam itu, gue nggak ada maksud buat lo malu di depan banyak orang.” Jelasnya. “Gue nggak tau acara apa yang di buat bokap gue. Karena emang gue nggak pernah tau apa yang ada di otak bokap gue.”

Rio kembali menundukkan kepalanya. “Gue juga capek, Ra.” Ucapnya sendu, membuat Ara langsung menatapnya iba.

“Gue capek. Dari dulu gue terus-terusan di peralat bokap gue sendiri.”

“Dulu, gue ninggalin lo gitu aja. Itu karena gue di  ancem bokap, dan waktu itu nyokap gue kritis.” Ucapnya. “Gue turutin semua kemauan dia. Sampai gue nggak tau apa aja yang di rencanain bokap.”

“Di otak dia cuma ada bisnis, bisnis, dan bisnis.” Ucapnya. “Satu per-satu orang yang gue sayang pergi, Ra. Termasuk lo waktu itu.”

“Waktu itu gue berusaha keras buat bisa ngehubungin lo lagi. Sialnya, anak buah bokap lebih pinter dari gue.”

Rio menghela napas. “Dan soal pertunangan bodoh itu. Gue ngelakuinnya yak arena Tasya.”

“Gue nggak mau lalai kayak waktu gue kehilangan nyokap.” Ucapnya.

Rio mendongak menatap Ara yang juga menatapnya. “Niat gue cuma mau ngasih penjelasan sama lo. Masalah lo mau maafin atau enggak, itu hak lo.” Ucapnya lalu berdiri.

REMAJA #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang