Melodi.

14 0 0
                                    

Aku mencoba menghadirkanmu dalam imajinasi. Kupetik gitar dan kumainkan nada yang tak berututan alurnya. Tanganku gemulai bergerak menyentuh setiap senar, namun aku tidak mengendalikannya. Ya, bukanlah aku, melainkan hatiku.

Aku memainkan melodi seolah kau sedang berdiri dengan gaun anggunmu, menari didepan mataku sembari tersenyum manis, lebih tepatnya tersipu malu. Lama-lama aku tersenyum juga, melepaskan jiwa dari ragaku seolah gitar itu dipetik oleh orang lain. Aku berdiri dan meraih tanganmu yang lembut itu.

Kita menari seakan realita dari ekspektasiku sudah menjadi nyata. Kita bukan lagi dua insan yang bediri pada pijakan yang jauh. Tiap melodi dan nada yang kupetik adalah kedekatan kita, kedekatan tangan kita, dan pula kedekatan hati kita. Melodi membuat kita apatis. Tidak ada sesiapapun dalam dunia fiksi ini selain aku dan kamu.

Saat petikan senar berhenti, dunia itu luntur seumpama cat warna-warni yang tersiram minyak tanah. Hanya itu yang dapat kulakukan sepanjang hariku, pagi dan petang. Moga-moga kerinduanku terobati perlahan demi perlahan. Mencoba menghadirkan sosok yang sebenarnya tak pernah hadir sama sekali. Bahkan, untuk sekedar mengucap kata sapaan hangat.

Mau sejauh apa lagi kamu berlari? Matamu adalah mataku, langkahmu adalah langkahku. Aku bisa saja menghentikan laju gerakmu dengan memotong kakiku menggunakan sebilah pisau. Kaupun merintih, lalu berbalik ke arahku. Dirimu pun tersadar bahwa bagian diriku adalah bagian dari dirimu.

Sadarlah wahai Bidadari tak bersayap, aku lelah menuruti kata hatiku.

Sesak (senandika cinta).Where stories live. Discover now