「 secarik rindu di stasiun kereta : minho lee 」

570 77 148
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

. . .

secarik rindu di stasiun kereta

. . .

present by sylverky

. . .

[backsound: sing for you (empty arena + raining version) by exo]

🚂 🚂 🚂

angka-angka tua pada almanak usang yang aku gantung di pintu kulkas butut itu kini sedang pergi berlari sembari melambai-lambai padaku dengan seringai lebar yang begitu menjengkelkan.

menyisakan aku yang masih betah berdiri dan meratapi. tidak bisa berlari dan terpaksa harus buka mata serta sambut kembali desember yang telah tiba untuk beri cubit pada hati. dengan tawa khasnya yang tidak pernah izinkan aku untuk bernapas tenang barang sekejap.

bagiku desember selalu sama. datang tanpa aba-aba dan pergi dengan buka kembali sebuah luka. rasanya bahkan selalu hampa. rasanya sudah terlalu akrab dengan indera perasa. dan desember selalu tidak pernah gagal buat aku kembali sapa lembaran lama tentang dia. dia yang pernah mengisi sudut kosong dalam relung hati ini. dia yang pernah ambil peran besar dalam pertemukan aku dengan kata bahagia. namun dia jugalah yang buat aku jatuh terhempas bersama puing-puing harapanku kepada semesta.

ah, bicara tentang dia memang tidak akan ada habisnya. bahkan aku sendiri akui bahwa separuh dari hatiku terbuat dari kepingan memori kami berdua. namun goresan takdir semesta ternyata tidak beri kami izin untuk tetap cicipi semu rasa bernama cinta dengan rentang waktu yang lebih lama. ironi sekali memang.

menukar oksigen, aku mengambil kedua sarung tangan dan memakainya asal. memperbaiki letak syal sebentar lalu memilih boots yang kami beli bersama pada kencan pertama kala itu, kemudian mulai melangkahkan tungkai dengan helaian rindu yang tidak pernah berhenti menemani.

aroma salju yang dingin dan manis menyeruak menyapa penciumanku. harum. tapi buat hatiku menangis kembali. omong-omong, dia cinta sekali dengan salju. dia bahkan betah habiskan waktu berjam-jam hanya untuk pandangi anak-anak tetangga yang berkeliaran sembari melempar salju dengan selingan canda tawa.

"hei, nona bermantel merah delima!"

membalik badan, aku menemukan tetangga baru di ujung jalan tengah melambai padaku dengan seulas senyum nirmala. lelaki dengan kulit putih laksana porselen dan mata menyala seperti rubah yang baru saja menjadi penghuni baru dari rumah tua milik paman yugyeom semenjak dua bulan yang lalu. yang juga tidak bosan-bosannya menyapa aku di setiap november pergi berlari meninggalkanku.

"mau pergi ke stasiun kereta bawah tanah lagi, ya?"

aku mengangguk. meskipun sebenarnya dia tidak perlu sebuah jawaban. sebab semesta juga tahu bahwa aku akan terus begitu. aku akan terus menitip rindu kepada sang waktu. aku akan terus merajut harap dengan cara menuggu. dan aku akan terus berkunjung walaupun sudah tahu pasti tidak akan bertemu.

"ambil ini, jangan pulang terlalu larut, ya? perkiraan cuaca mengatakan bahwa akan turun badai salju malam ini."

🚂 🚂 🚂

[silakan baca lanjutan part-nya di buku fisiknya, ya, teman-teman. terima kasih banyak atas semua tanggapan hangatnya selama canvas hadir di sini. ♡]

salam hangat,
kéa.

[17/02/21]

[2] canvas. | telah terbit.Where stories live. Discover now