13 - Olimpiade

87 35 0
                                    


Suasana kota pagi ini cerah terlebih sang mentari juga mulai beranjak dari tidurnya. Seolah tahu suasana hati Alvan yang sedang berbunga, tanaman dipinggir kotapun ikut terlihat tumbuh menghijau, enak dipandang mata.

Cowok yang sedang melajukan mobilnya membelah jalanan kota itu terus mengukir senyum pada wajahnya. Mengingat chat yang Alvan semalam kirimkan kepada Elin dibalas dengan gadis itu mampu membuat hati Alvan berbunga-bunga. Terlebih lagi jika mengingat Elin yang membalas chatnya dengan cara fast respon dan dengan tambahan emoticon yang seolah mengungkapkan perasaan Elin disetiap balasan chatnya untuk Alvan, rasanya Alvan sekarang sudah melayang-layang ikut terbang dengan burung-burung pipit di angkasa.

Alvan memang lebay, hanya karena hal sepele seperti itu saja mampu membuatnya senang bukan main. Padahal biasanya juga Alvan mendapatkan chat-chat romantis dari para cewek yang mengincarnya, tetapi mereka semua tidak ada yang spesial bagi Alvan.

Sepertinya memang benar, Alvan mulai menaruh hati kepada Elin. Padahal jelas tujuan awal Alvan kesini bukan untuk mencari cinta.

Senyum Alvan meredup kala cowok itu mengingat jika suatu saat nanti ketika tugasnya sudah selesai, dia akan kembali ke kehidupannya semula. Kembali ke kota asalnya dan harus ikhlas menerima kenyataan untuk meninggalkan Elin, meninggalkan semua kenangan indah yang mungkin nantinya akan dia ukir bersama Elin.

Mobil Alvan berhenti tepat didepan gadis yang sedang berdiri didepan pagar rumah. Elin. Gadis itu berdiri sembari menenteng helm bogo coklatnya. Alvan melebarkan senyumnya, cowok itu segera keluar dari mobil dan mendekat kepada Elin.

"Cie nungguin gue," goda Alvan sembari menyenderkan tubuhnya dibagian samping mobil, cowok itu terkekeh melihat wajah Elin yang ketara malu-malu.

Elin menggerak-gerakkan bibirnya seraya memutar bola matanya malas, "orang gue lagi nungguin ojol," ucap Elin ketus, tidak mau mengakui kebenaran ucapan Alvan. Cewek itu tidak menatap Alvan sama sekali yang membuat Alvan akhirnya menangkup sebelah pipi Elin agar mau menatapnya.

"Ojeknya gue?" Tanya Alvan yang dibalas kedikan bahu oleh Elin.

Alvan tersenyum, cowok itu menatap jahil Elin. "Lo pingin naik motor gue, ya?"

Elin langsung menatap Alvan dengan tatapan tidak terima, "pd banget lo."

"Ngaku aja kali. Lo mau modus terselubung lo berjalan lancar kan?"

"Modus terselubung apa maksud lo?"

"Lo berharap gue bawa motor, terus lo boncengan sama gue dan lo bisa grepe-grepe perut dan dada gue, kan?"

Elin menggeram, cowok didepannya itu memang kalau berbicara tidak disaring terlebih dahulu. Dengan gemas Elin menyerang Alvan dengan cara memukul lengan Alvan bertubi-tubi menggunakan helm bogo ditangannya, "lo mesum banget sih Alvan," cowok yang terus dipukuli Elin tersebut hanya pasrah, dia tidak mau membalas kekesalan cewek itu. Alvan membiarkan Elin melampiaskan kekesalan kepadanya.

Setelah Elin merasa lelah sendiri, cewek itu akhirnya menghentikan pukulannya terhadap Alvan. Napas gadis itu naik turun tidak beraturan dengan wajah yang masih memerah menahan amarah dan malu.

Alvan tersenyum simpul, dengan gerakan cepat cowok itu menarik Elin kedalam pelukannya. Meletakkan dagunya diatas kepala Elin sembari mengacak rambut gadis itu yang sudah terkucir rapi. Elin tidak melakukan penolakan, dia spechless dengan perlakuan Alvan kali ini.

Pelukan Alvan tidak bertahan lama, cowok itu yang melepaskannya, "jangan ngambek gitu ah, masih pagi tau," ucap Alvan disertai cubitan kecil pada hidung Elin.

Elin hanya menunduk, gadis itu tidak mau memperlihatkan wajah memerahnya didepan Alvan.

"Sana masuk," Alvan membuka pintu mobil bagian penumpang depan untuk Elin, cowok itu mendorong pelan gadis itu untuk masuk kedalam mobil.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang